Mulai 13 Februari, Segala Urusan Internal-Eksternal Keraton “Diambil-alih” LDA

  • Post author:
  • Post published:February 13, 2021
  • Post category:Regional
  • Reading time:5 mins read

SOLO, iMNews.id – Tanggal 13 Februari hari ini menjadi momentum istimewa Keraton Mataram Surakarta. Karena, tanggal berlangsungnya Perjanjian Giyanti antara Pangeran Mangkubumi dan Nicolas Harting (wakil VOC) 13 Februari (tahun 1755) itu, tadi siang sekitar pukul 14.30 WIB, kembali dimaknai GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pengageng Sasana Wilapa.

Di hadapan para awak media, sejumlah kerabat dan pengurus Cabang Pakasa Ponorogo (Jatim) yang datang secara khusus, Pengageng Sasana Wilapa yang akrab disapa Gusti Moeng itu menggelar konferensi pers di ”topengan” Kori Brajanala Lor.

Konferensi pers yang didampingi beberapa tokoh muda seperti GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani dan calon putra mahkota KGPH Mangkubumi itu, berlangsung setelah Gusti Moeng disambut para kerabat yang sudah menunggu di luar.

Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Mataram Surakarta itu keluar bersama empat orang yang menemaninya, setelah tiga hari dua malam ”tersekap” di asrama ”tenggan” Keputren, kompleks keraton sejak Kamis sore (11/2). Karena pemberitaan tentang ”penyekapan” itu meluas sejak Kamis petang, begitu keluar, Gusti Moeng langsung disambut para awak media.

Didampingi GKR Retno Dumilah (Pengageng Pasiten) kakaknya, KGPH Mangkubumi, KPP Wijoyo Adiningrat dan KPA Atmodiningrat, Gusti Moeng dan Gusti Timoer mengungkapkan apa yang dilihat di semua sudut dalam keraton yang dilalui saat berjalan menuju ”tenggan” Keputren dan kondisi di sekitarnya.

Selain mengenai situasi di dalam dan suasana batin yang dialami selama ”tersekap” itu, hal-hal penting yang ingin disampaikan Gusti Moeng sudah tertuang dalam tiga lembar maklumat yang dibungkus map hijau.

Dari tiga lembar kertas maklumat itu, poin paling penting yang dibacakan menggunakan mikropon yang sudah disiapkan di itu, adalah bahwa LDA yang dipimpinnya untuk sementara ”mengambil-alih” segala urusan internal dan eksternal Keraton Surakarta, mulai tanggal 13 Februari ini.

Klausul keempat maklumat itu, menjadi poin paling penting, karena dimaksudkan sebagai langkah untuk menyudahi friksi antar keluarga besar keturunan Sinuhun PB XII yang sudah berlangsung sejak tahun 2004.

”Untuk menyudahi permasalahan/polemik dan kegaduhan yang sudah berlangsung sejak tahun 2004 serta sambil menunggu kepastian ‘sabda pangandikadalem’ Sahandap Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono XIII, maka hubungan Keraton Surakarta Hadiningrat dengan pihak-pihak lain sementara waktu dijalankan oleh Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta Hadiningrat, dan akan dilakukan koordinasi sebaik-baiknya dengan pemerintah Indonesia, pemerhati dan pecinta budaya serta KGPH Panembahan Agung Tedjowulan maupun sentana, abdidalem dan kawuladalem Keraton Surakarta Hadiningrat,” demikian isi lengkap klausul keempat maklumat yang dibacakan Gusti Moeng.

Maklumat yang ditandatangani Gusti Moeng selaku Ketua LDA itu, seutuhnya berisi enam klausul. Pertama, Dinasti Mataram Keraton Surakarta Hadiningrat beserta seluruh khasanah budaya dan warisannya baik berupa barang dan atau tidak bergerak, di dalam maupun di luar negeri yang masih dalam penguasaan Keraton Surakarta Hadiningrat maupun penguasaan dan atau pengelolaan pihak-pihak lain, harus diselamatkan sebagai warisan kekayaan Dinasti Mataram Keraton Surakarta Hadiningrat dan bukti tapak sejarah perjalanan peradaban bangsa.

Kedua, Penyelesaian secara tuntas persoalan Keraton Surakarta Hadiningrat akan dilakukan oleh keluarga inti Dinasti Mataram Keraton Surakarta Hadiningrat secara musyawarah dengan damai dan kekeluargaan.

Ketiga, Sahandap Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono XIII akan tetap dihormati dan disayangi, dicintai keluarga besar Dinasti Mataram Keraton Surakarta Hadiningrat serta akan diaturi/diajak dalam permusyawarahan dan sabda pangandikadalem yang dilakukan sebelum/sesudah hari ini yang sesuai ketentuan adat Keraton Surakarta Hadiningrat akan dipatuhi.

Kempat, garisbesarnya LDA dan beberapa komponen penting di keraton, untuk sementara akan ”mengambil-alih” segala urusan Keraton Surakarta baik internal maupun eksternal.

Kelima, kepada keluarga besar Dinasti Mataram Keraton Surakarta Hadiningrat diimbau untuk tetap kompak bersatu bergotong-royong sesuai kemampuan dan kapasitasnya untuk menyelamatkan Keraton Surakarta Hadiningrat bersama-sama pemerintah Indonesia, para pecinta dan pemerhati budaya, juga segenap abdidalem maupun kawuladalem di dalam dan di luar negeri.

Keenam atau terakhir, maklumat yang berjudul ”Penyelamatan Keraton Surakarta Hadiningrat” itu berbunyi, ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan maksud dibuatnya keputusan ini akan dimusyawarahkan dan dilaksanakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Maklumat itu ditutup dengan kalimat demikian keputusan ini ditetapkan untuk menjadikan pedoman dan mohon maklum adanya. Maklumat ini ditandatangani Gusti Moeng, menggunakan nama sesuai yang tertera pada paspornya yaitu Dra GKR Koes Moertiyah Paku Buwono.

Pembacaan maklumat, berlangsung sehabis Gusti Moeng dan Gusti Timoer mengisahkan pengalamannya ”Tiga Hari Dua Malam dalam Sekapan”. Di antara empat kerabat yang ikut ”tersekap” yaitu KRA Saptonojati (sentanadalem) dan Ika Prasetyaningsih (abdidalem eks penari Bedaya Ketawang).

Sehabis mengadakan konferensi pers, Gusti Moeng dan Gusti Timoer serta para pendereknya diantar menuju kantor eks Badan Pengelola, tempat KPH Edy Wirabhumi (Pimpinan LHKS) dan pengurus Pakasa Cabang Ponorogo (Jatim) sudah menunggu. (won)