Sebagian Besar Peserta Jalan Kaki Mendaki, Lainnya Diangkut Ojek
PATI, iMNews.id – Untuk kali yang ke berapa belum jelas, tetapi belum genap lima kali Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Ketua Lembaga Dewan Adat Jumat siang (30/6/2023) kemarin kembali mendaki puncak bukit di Dukuh Morotoko, Desa Wateshaji, Kecamatan Pucakwangi, Kabupaten Pati. Harus dengan penuh “perjuangan” untuk bisa sampai di puncak bukit, yang menjadi kompleks makam tokoh leluhur Dinasti Matara, Pangeran Benawa I agar bisa hadir di tengah-tengah warga masyarakat adat yang dihimpun Pakasa Cabang Pati, yang menggelar hajad haul ke-2 wafatnya anak Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya itu.
“Aku mau jalan kaki saja, dari pada mbonceng ojek. Takut kepleset, jatuh. La jalan yang ini belum diaspal gitu kok. Kelihatannya sudah dekat kok. Nggak apa-apa, saya jalan kaki saja,” ungkap Pengageng Sasana Wilapa yang punya nama lengkap GKR Wandansari Koes Moertiyah saat ditawari membonceng ojek, salah satu angkutan yang paling memungkinkan bisa membawa penumpang dan sebagainya dalam waktu relatif singkat, dibanding mobil atau berjalan kaki. Jalan kaki ditempuhnya, setelah mobil yang membawanya hanya sampai di tempat parkir darurat di sela-sela hutan jati di bawah bukit itu, Jumat siang (30/6).
Keinginan Gusti Moeng untuk berjalan kaki, juga disambut banyak orang baik dari rombongan Kraton Mataram Surakarta yang diajaknya maupun warga masyarakat adat anggota Pakasa Cabang Pati, terutama keluarga besar abdi-dalem juru kunci makam Pangeran Benawa (Benowo-Red) I di Desa Wateshaji dan pengurus anak cabang (Kecamatan) Pucakwangi, Kabupaten Pati. Sejalan berurutan jalan mendaki, ada juga yang menumpang ojek karena membawa barang-barang dan peralatan ritual haul. Ojek beberapa jenis motor yang dimodifikasi jadi semi trail, termasuk skuter matic, menjadi angkutan andal para wisara religi di situ.
Sesampai di kompleks makam, sekitar pukul 14.30 WIB ritual haul dimulai dan baru untuk kali kedua digelar Pakasa cabang setempat. Menurut KRAT Mulyadi Puspopustoko selaku Ketua Pakasa cabang maupun abdi-dalem juru kunci makam, KRT Madya Rekso Hastono menyatakan, ritual religi haul Pangeran Benawa I hampir tiap tahun diadakan di bawah atau tak di kompleks makam, karena mengingat jarak tempuh dan lokasi makam yang sangat jauh dari pemukiman yang masuk wilayah manapun, dan medan tempuhnya sangat berat, karena baru saja diaspal sekitar 500 meter dari jalan bebatuan sepanjang kurang lebih 3 KM.
“Terus terang, ini kompleks makam yang medannya paling esktrem. Ini paling berat di antara semua kompleks makam leluhur yang ad di wilayah Kabupaten Pati. Pemukiman yang paling dekat, jaraknya 6 KM. dari lokasi pemukiman itu, jalan mulai menanjak terus. Untuk sampai bukit teratas di lokasi kompleks makam, harus mendaki tinggi tajam. Jarang ada mobil atau roda empat yang bisa sampai ke sana. Sementara, kondisi jalannya ya seperti itu. Yang diaspal yang itu yang kelihatan tadi. Itu baru. Aslinya jalan makadam, batu ditata,” ungkap KRAT Mulyadi yang dibenarkan abdi-dalem juru kunci makam, menjawab pertanyaan iMNews.id.
Melihat situasi dan kondisi serta medan rute jalan untuk mencapainya, lanjut KRAT Mulyadi, sangat dimaklumi apabila ritual religi haul Pangeran Benawa I termasuk sangat jarang dilakukan secara langsung di kompleks makam. Dia membenarkan apabila harus penuh “perjuangan” untuk bisa sampai ke kompleks makam, walau hanya berziarah biasa, apalagi diadakan dalam porsi lebih besar yang disertai kirab budaya dengan dukungan prajurit dari kraton, seperti yang beberapa kali terjadi pada haul di makam Nyai Ageng Ngerang atau Ki Ageng Wot Sinom di Kecamatan Tambakromo, Pati.
Kompleks makam Pangeran Benawa I di atas bukit Dukuh Morotoko yang berhutan jati di Desa Wateshaji itu, menurut KRT Madya Rekso Hastono ada pula makam keluarga tokoh yang bersangkutan di dekatnya, juga petilasan bangunan masjid yang disebut merupakan bekas masjid yang dibangun Wali Sanga. Bangunan pendapa dan cungkup makam, baru saja selesai direnovasi untuk kali kedua oleh Pemkab Pati, setelah rusak parah dalam waktu cukup lama dari renovasi kedua sekitar 20 tahun lalu. Suasananya sudah lumayan nyaman, pemandangannya juga tampak bagus, meskipun beberapa bangunan pendukung terkesan masih darurat.
“Makam leluhur Dinasti Mataram yang ada di wilayah Kabupaten Pati ada lebih dari 13 titik lokasi, tetapi yang sudah terdaftar di Pemkab dan ditetapkan sebagai tempat wisata religi bari 13 titik lokasi. Dari jumlah itu, kompleks makam Pangeran Benawa I yang termasuk yang paling sedikit diziarahi. Ya maklum, karena lokasinya sangat jauh dari lalu-lintas angkutan umum, jauh dari pemukiman dan rute jalannya belum mendukung. Maka, ya maklum juga kalau jarang diadakan haul di sini. Kalaupun ada, yang bisa datang sampai di sini ya tidak bisa banyak,” ungkap KRAT Mulyadi.
Gusti Moeng dan rombongan kecil, disebutkan melakukan ziarah terakhir kira-kira setahun lalu, dan sebelumnya melakukan ziarah bersama beberapa kakaknya, di antaranya GKR Galuh Kencana (almh) lebih 3 tahun lalu. Kalau hadir untuk mendukung ritual haul, diakui Gusti Moeng baru dua kali. Untuk peristiwa yang dihadiri Jumat (30/6) kemarin itu, adalah haul yang digelar Pakasa Cabang Pati kali pertama yang bisa dihadiri Gusti Moeng setelah peristiwa 17 Desember 2022, dalam “insiden Gusti Moeng kundur Ngedhaton”. Karena berbagai keterbatasan terutama medan lokasi, ritual haul itu belum mungkin didukung dengan prosesi yang melibatkan prajurit kraton.
Dalam catatatn iMNews.id, selama 5 tahun sejak 2017 hingga 2022, Gusti Moeng punya kesibukan sedikitnya menghadiri 13 kali undangan prosesi ritual haul para tokoh leluhur Dinasti Mataram dalam setahunnya, untuk wilayah Kabupaten Pati saja. Padahal, banyak makam leluhur dinasti yang tersebar jauh dan luas sampai di luar provinsi, seperti Bathara Katong di Ponorogo (Jatim). Ada beberapa ritual yang selalu dihadiri ribuan peziarah dari berbagai daerah jauh, yang dikemas dengan prosesi kirab budaya dan didukung prajurit Kraton Mataram Surakarta, yaitu haul Nyi Ageng Ngerang, haul Rara Kuning, haul Kyai Wot Sinom dan sebagainya. (won-i1)