![](https://imnews.id/wp-content/uploads/2023/04/Lebaran-Nganjuk.jpg)
Bergotong-royong untuk Mewujudkan “Gawa-gawe” dan “Labuh-labet”
SURAKARTA, iMNews.id – Walau ada sedikit rasa kecewa karena harapan bisa mewujudkan kebersamaan sebagai hasil “perdamaian” dicederai, tetapi pelaksanaan ritual hajad-dalem “Malem Selikuran” yang digelar Kraton Mataram Surakarta memperlihatkan pemandangan yang menggembirakan dan membanggakan, Selasa malam tadi. Upacara adat yang diselenggarakan dan dilaksanakan Pengageng Sasana Wilapa/Ketua Lembaga Dewan Adat tadi malam, justru lebih menampakkan semangat dan suasana goyong-royong dan kebersamaan.
Berbagai elemen yang bergabung terutama dari kalangan warga Pakasa cabang, datang dari berbagai daerah yang jauh, bahkan dari luar provinsi tampak antusias dan bersukacita. Sehingga menghapus rasa kecewa kalangan otoritas internal di kraton yang berhubungan langsung dengan persiapan dan pengaturan ritual menyambut “Malam Seribu Bulan” atau “lailathul qadar” itu.
Antusiasme warga Pakasa cabang dan kerabat masyarakat adat khususnya kalangan internal kraton, memang luar biasa dalam menyambut pelaksanaan ritual “Malem Selikuran” yang pertama atau perdana, setelah kraton ditutup selama 5 tahun lebih dan hanya bisa berjuang bersama Gusti Moeng selaku Pengageng sasana Wilapa/Ketua LDA di luar kraton. Besarnya antusiasme itu terbukti dari jumlah yang hadir diperkirakan paling banyak hanya antara 300-400 orang.
Tetapi, tadi malam hadir sekitar seribu orang, karena tampak dari kapasitas pendapa Masjid Agung yang terisi separo dari pemandangan saat diadakan haul Sultan Agung Hanyakrakusuma, beberapa tahun lalu, yang penuh sesak karena diisi lebih dari 3 ribu orang.
![](https://imnews.id/wp-content/uploads/2023/04/12eselikuran2-won-slo.jpg)
![](https://imnews.id/wp-content/uploads/2023/04/lebaran1.jpg)
Besarnya antusias peserta ritual religi yang selalu digelar Pengageng Sasana Wilapa/Ketua LDA rutin tiap tahun saat datang bulan puasa itu, memang baru terlihat ketika semua peserta sudah memasuki kagungandalem Masjid Agung. Separonya lagi belum terlihat, karena kirab “ting” (lentera-Red) sebagai simbol menyabut turunnya Nabi Muhammad SAW dari gunung Jabal Nur simbol “Turunnya Wahyu Illahi” itu menjalani kirab.
Padahal, sekitar separo pesertanya adalah barisan kirab gabungan berbagai elemen Lembaga Dewan Adat (LDA) seperti grup hadrah dari pesantren di lingkungan makam Kyai Ageng Sela, Grobogan, sembilan bregada prajurit kraton, Putri Narpa Wandawa, uba-rampe hajad-dalem dan para warga Pakasa.
Separo yang terlibat kirab mengelilingi jalan lingkar dalam Baluwarti mulai pukul 20.15 WIB atau seusai shalat tarawih itu, terlihat tampak banyak di jalan karena berbaur dengan warga di lingkungan Kelurahan Baluwarti dan dari luar lingkungan kraton.
Prosesi ritual hajad-dalem “Malem Selikuran” ini dimulai dengan apel prajurit di halaman depan Pendapa Sasana Sewaka, dan penghormatan serta laporan kepada Gusti Moeng selaku inspektur upacara yang didampingi KGPH Hangabehi, GKR Timoer dan GRAy Devi dilakukan lagi oleh KRAT Alex Pradnjana Reksoyudo didampingi “panglima prajurit” KRMH Wijoyo Adilogo.
![](https://imnews.id/wp-content/uploads/2023/04/12eselikuran3-won-slo.jpg)
![](https://imnews.id/wp-content/uploads/2023/04/lebaran2.jpg)
Setelah Gusti Moeng memberi perintah untuk menjalankan kirab, KRAT Alex langsung memberi aba-aba menabuh genderang mengawali orkestra drumb band Korp Musik Prajurit Tamtama Kraton Mataram Surakarta, lalu dilanjutkan bergerak melangkah keluar melewati Kori Sri Manganti Lor dan berhenti di halaman depan Bangsal Marcukunda.
Sepasang “kremun” berisi uba-rampe hajad-dalem yang diusung utusan Pakasa Cabang Jepara dan abdidalem Semut Ireng utusan Pakasa Karanganyar dan “ting” bersimbol Sri Radya Laksana, lalu diangkat memasuki ke formasi barisan yang dipandu sembilan bregada prajurit, yang diikuti grup hadrah dan para santri, kerabat sentana masyarakat adat serta warga Pakasa.
Di antara peleton-peleton formasi barisan itu, tampak figur yang tak biasanya berada di barisan, yaitu KRAT Sunarso Suro Agul-agul asal Kabupaten Ponorogo (Jatim) yang menjabat Ketua II Pakasa Cabang kabupaten yang sering disebut “Gebang Tinatar” itu. Figur Ketua Paguyuban Reog “Katon Sumirat” Pakasa Ponorogo itu, tampil untuk kali kedua setelah ritual tingalan jumenengan, Februari lalu.
Dia mengenakan kostum prajurit Tamtama dan ikut berbaris bersama bregada prajurit sejenis. Ritual malam itu, benar-benar tampak gotong-royong dan kebersamaan kalangan pengurus dan warga Pakasa cabang, yang datang jauh-jauh untuk mewujudkan “gawa-gawene” (kewajiban/tugas) dan “labuh labete” (pengorbanan) mereka sebagai abdidalem kraton.
![](https://imnews.id/wp-content/uploads/2023/04/12eselikuran4-won-slo.jpg)
![](https://imnews.id/wp-content/uploads/2023/04/lebaran3.jpg)
Begitu semua barisan sudah bergerak keluar melalui Kori Kamandungan, warga yang menyaksikan langsung mendekat rapat, karena ingin mengabadikan peristiwa itu sekaligus mengabadikan diri dengan selfie berlatarbelakang view wajah kraton dan warna-warni acara adat yang menjadi sajian langka itu.
Perjalanan prosesi kirab mengelilingi jalan lingkar Baluwarti sejauh kurang-lebih 2 KM terasa lebih lama dari biasanya yang hanya 30-an menir, karena ternyata ada sebuah acara di ruang depan Kori Brajanala Kidul yang sebelumnya tidak terdektesi panitia kirab, sehingga menghambat laju kirab hingga lebih 15 menit durasinya untuk tiba kembali di halaman Kamandungan.
Tiba di halaman Kamandungan, barisan kirab berhenti, karena rombongan Gusti Moeng dan putra mahkota tertua KGPH Hangabehi serta para sentana-dalem yang berjumlah sekitar 50-an orang memasuki barisan. Tak lama kemudian, genderang ditabuh kembali dan barisan berjalan keluar dari Kori Brajanala Lor untuk menuju kagungan-dalem Masjid Agung.
Tidak sampai 10 menit kirab tiba di masjid agung, prajurit dan pembawa obor membuat barisan pagar betis di kedua sisi jalan masuk di halaman masjid, untuk memberi jalan uba-rampe hajad-dalem dan semua pengisi upacara adat memasuki masjid agung.
![](https://imnews.id/wp-content/uploads/2023/04/12eselikuran5-won-slo.jpg)
![](https://imnews.id/wp-content/uploads/2023/04/Lebaran-Ponorogo-1.jpg)
Begitu sampai di ruang pendapa masjid, semua menempatkan diri, termasuk Gusti Moeng yang akan memimpin jalannya ritual. “Ting” bersimbol Sri Radya Laksana dan dua kremun berisi uba-rampe serta sejodang nasi “wuduk”, ditempatkan di atas meja.
Begitu semua yang akan didoakan siap di meja, juru pranatacara KP Puspitodiningrat memulai tugasnya membaca urutan acara dan menyebut acara pembukanya, adalah perintah Gusti Moeng kepada KRMAP Sinawung Waluyoputra untuk menyampaikan “ujub” kepada abdidalem jurusuranata MNg Ifa Hamidi Projodipuro untuk memimpin doa.
Doa selesai, lalu dibacakan riwayat singkat “Malem Selikuran” oleh KP Siswanto Adiningrat. Grup seni karawitan bernuansa religi, Santiswaran sejak sejak kedatangan kirab menyambut dengan gending-gending yang melukiskan “Kebesaran Illahi”, terus disajikan di sela-sela acara.
Dua figur ketua Pakasa Cabang dari Provinsi Jatim masing-masing KRAT Seviola Ananda (Kabupaten Trenggalek) dan KRAT Sukoco (Nganjuk), tampak di belakang grup Santiswaran, begitu pula Ketua Pakasa Cabang Ponorogo, KRRA MN Gendut Wreksodiningrat, sementara Ketua Pakasa Cabang Pati KRAT Mulyadi Puspopuspito di barisan paling depan di seberang rombongan abdidalem jurusuranata. (won-i1)