Kerjabhakti Poles Elemen Logam “Saka Guru” Pendapa Masih Berlangsung
SURAKARTA, iMNews.id – Mulai semalam, para penari yang jumlahnya sekitar 30-an peserta “pemusatan latihan dan pendidikan” (Pusdiklat) Bedaya Ketawang, menjalani “gladen” (latihan) dalam rangka diuji untuk diseleksi. Dari dua tim penari yang berasal dari Sanggar Pawiyatan Beksa sekitar 20-an orang dan dari “non-sanggar” 9 orang, sampai “Pusdiklat” berakhir tanggal 14 Februari hanya akan dipilih 9 orang untuk ditampilkan pada upacara adat tingalan jumenengandalem Sinuhun PB XIII di Pendapa Sasana Sewaka, 16 Februari.
“Pokoknya, ya tetap saya seleksi. Jumlahnya dari sana (non-sanggar) 9 orang. Ditambah yang dari sanggar dua ‘rakit’ (tim-Red) 18 orang, mungkin masih ada lagi beberapa orang. Tetapi sampai akhir latihan nanti, hanya akan saya ambil 9 orang untuk disajikan di upacara adat tingalan. Saya tidak mau datang dadakan. Harus mengikuti proses. Kualitasnya juga akan saya lihat. Tanggal 14 diambil 9 orang, terus dikirapkan. Tanggal 15 istirahat, disengker (dikarantina-Red),” jelas Gusti Moeng selaku Ketua Sanggar Pawiyatan Beksa sekaligus koreografer dan penyeleksi para penari, menjawab pertanyaan iMNews.id, siang tadi.
Saat ditemui, GKR Wandansari Koes Moertiyah masih berkantor di teras Nguntarasana bersama GKR Ayu Koes Indriyah dan para sentana garap yang bertugas di berbagai bebadan dan jajarannya, bahkan Ketua Pakasa Grobogan KPRP Joko Wasis Sontoadinagoro juga siaga di situ. Di tempat yang mirip “Posko” karena tersedia sejumlah kebutuhan logistik itu, juga disinggahi para abdidalem yang melakukan tugas rutin di bidang kebersihan dan renovasi. Bahkan, para relawan yang masih melakukan kerjabhakti resik-resik juga harus mampir ke “Posko” untuk berkonsultasi dan “unjuk atur” (melaporkan).
Salah satu tugas kerjabhakti yang dilaporkan, adalah pekerjaan memoles elemen kuningan penghias tiang penyangga “Saka Guru” Pendapa Sasana Sewaka yang berjumlah 36 batang yang sampai siang tadi sudah memasuki waktu seminggu. pekerjaan itu tidak bisa dilakukan secara cepat, karena harus digerenda satu persatu lalu dipoles dengan alat dan bahan penghalus, hingga permukaan elemen logam itu bisa “konclong” memantulkan cahaya.
Ada sekitar 15 orang yang terdiri dari relawan, di antaranya mahasiswa jurusan tari ISI Surakarta, warga Pakasa Tumang, Cepogo (Boyolali) ditambah abdidalem Sewaka yang dipimpin KRT Teguh Widodo dari pengurus Pakasa cabang Boyolali, tampak sangat teliti dan berhati-hati mengerjakannya. Diperkirakan beberapa hari sebelum upacara adat tingalan berlangsung, pemolesan elemen kuningan sekaligus membersihkan debu yang ditimbulkannya sudah selesai dan siap digunakan untuk pisowanan agung.
Menurut Pengageng Sasana Wilapa yang juga Ketua Lembaga Dewan Adat yang akrab disapa Gusti Moeng itu, diagendakan masih ada beberapa kali pertemuan rapat panitia untuk mempersiapkan upacara adat tingalan jumenengandalem, 16 Februari. Disebutkan, dirinya baru mendengar ada rencana Gubernur Jateng Ganjar Pranowo bersama Kapolda Jateng akan hadir menjadi tamu pada pisowanan agung tingalan jumenengan itu.
“Saya mendengar ada rencana itu. Tetapi bukan saya yang mengundang. Kejelasannya seperti apa, kita tunggu perkembangannya nanti. Tetapi salah satu yang sudah dibahas, adalah usulan saya soal semua kendaraan tamu tanpa kecuali parkirnya harus di Alun-alun Lor. Pas hari pisowanan itu, alun-alun dipersiapkan untuk para tamu dan semua yang sowan. Jadi, sehabis ngedrop penumpangnya khususnya VIP, mobilnya dipersilakan parkir di alun-alun. Halaman Kamandungan harus kosong, tidak untuk parkir,” harap Gusti Moeng.
Gusti Moeng dan Gusti Ayu juga menjelaskan tentang para relawan dan abdidalem Pakasa yang mengenakan “dodot” bertelanjang dada saat kerjabhakti di Pendapa Sasana Sewaka, karena sejak dulu aturan adatnya memang begitu. Tak hanya abdidalem Sewaka yang wanita, abdidalem lelakipun harus “dodotan” atau mengenakan kain sampai di atas dada lalu dilapisi cinde atau stagen, seperti dikenakan para relawan dan abdidalem Pakasa cabang Boyolali harus “dodotan”, termasuk KRT Teguh Widodo dan KRMP Mustofa Sastrohadikusumo. (won-i1).