Fungsionalisasi, Optimasi dan Regenerasi Bebadan Sudah Mendesak
IMNEWS.ID – MELALUI momentum yang baik dalam peristiwa upacara adat tingalan jumenengandalem Sinuhun PB XIII, 16 Februari 2023 ini, selain proses rekonsiliasi kesamping dan kebawah terus berjalan, konsolidasi jajaran bebadan anggota “Kabinet 2004” mendesak dilakukan, agar proses kerja pemulihan Kraton Mataram Surakarta dalam berbagai fungsinya bisa cepat terwujud. Termasuk, menata-ulang dan memfungsikan secara maksimal lembaga penasihat yang disebut “Paranpara Nata” dan “Parankarsa Nata” untuk menyempurnakan segala keputusan yang diambil kraton secara kelembagaan, hingga memenuhi unsur “Sabda Pandita-Ratu”.
Dua lembaga penasihat di berbagai bidang yang dibutuhkan sebuah lembaga bekas”negara” (monarki) dan kini “mirip” negara itu sebenarnya mutlak dibutuhkan, agar jalannya aktivitas kelembagaan selalu tepat dan ideal. Mekanisme sumbang-saran dan pertimbangan itu, bisa berjalan seiring dengan lembaga lain yang berfungsi mengontrol dan mengendalikan gerak roda kelembagaan misalnya Lembaga Dewan Adat yang bisa berdiri sendiri atau menjadi saluran aspirasi masyarakat adat atau “kawula” yang tergabung dalam organisasi Pakasa.

Di situ masih ada KPH Adipati Sangkoyo Mangunkusumo, KP Probo Adiningrat, KPP Wijoyo Adiningrat dan sejumlah sesepuh yang bisa ditempatkan di kedua lembaga penasihat sesuai kebutuhan bidangnya. Kalau kebutuhan figur penasihat di bidang spiritual religi, juga sudah bermunculan tokoh-tokoh intelektual kampus berbasis teologi Islam dari kalangan Nahdliyin, juga Muhammadiyah, dan banyak kalangan intelektual ahli di bidangnya yang berhasil “dirangkul” Lembaga Dewan Adat, kini punya simpati dan kepedulian terhadap Kraton Mataram Surakarta.
Seperti pernah beberapa kali diungkapkan KPH Edy Wirabhumi selaku Pimpinan Pakasa Pusat sekaligus Pimpinan Lembaga Hukum Kraton Surakarta (LHKS), kraton memang perlu segera mampu menghasilkan income yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan rumah-tangga sendiri, sehingga tidak menggantungkan bantuan dari siapapun apalagi membebani keuangan negara. Gagasan itu berangkat dari realitas bahwa pasal 18 UUD 45 yang melahirkan Perpres No 19/1967 dan menurunkan SKB tiga menteri yang hingga kini belum dicabut/diganti, tidak berjalan seperti apa yang diharapkan bahkan lama sekali tidak terwujud.

“Padahal amanat konstitusi itu tegas menyebut, bahwa negara harus mengakui dan mengormati satuan pemerintahan adat. Menghormati itu jelas mengamanatkan untuk merawat, seperti dijelaskan dalam Perpes No 19/1967. Apalagi ada konsekuensi dengan lahirnya UUD BCB No 11/2010, yang mengamantkan negara harus memelihara semua benda cagar budaya yang ada di kraton dan berkait dengan kraton di mana saja. Maka, kalau negara mau menjalankan amanat konstitusi itu, ya itulah bentuk penghormatan negara atas pengorbanan kraton yang pertama mendukung NKRI. Terpaksa punya gagasan berkedaulatan ekonomi atau punya kegiatan ekonomi, ‘kan karena negara tidak menjalankan amanat itu,” papar Gusti Moeng selaku Ketua LDA yang juga Pengageng Sasana Wilapa, dalam beberapa kali wawancara dengan iMNews.id jauh sebelum peristiwa “17 Desember 2022”.
Hingga kini, masih banyak jajaran bebadan anggota yang dibentuk “Kabinet 2004” belum difungsikan kembali, karena banyak faktor, di antaranya figur pimpinan atau Pengageng/wakilnya sudah meninggal (iMNews.id, 5/2/2023), termasuk lembaga Paranpara Nata dan Parankarsa Nata yang tidak pernah dibentuk secara serius dan tidak pernah difungsikan tetapi malah ditinggal Sinuhun PB XIII, terlebih muali 2010 hingga kini. Karena, selain tiga nama sesepuh di atas, masih ada nama KPP Bambang Kartiko, KP Sindu Suryo Hadiningrat, KP Warso Adiningrat, KPP Tondo Adiningrat, KPH Wendasaputra, KRMRAP Sinawung Waluyoputro, KRMH Saptono Jati, KP Taru Winoto, KPP Sosrodiningrat, KPRA Pusponagoro, KPP Sinduseno Susilo Cokronagoro yang sebelumnya bertugas di berbagai bebadan, bisa dioptimalkan lagi.

Selain itu, masih ada sejumlah Pangeran Sentana seperti KP Puspito Adiningrat, KP Siswanto Adiningrat, KP Handoyo Adiningrat, KP Budayaningrat dan KPH Raditya Lintang Sasangka yang berada di Sanggar Pasinaon Pambiwara, bisa dimaksimalkan manfaat pengetahuan dan kemampuannya di berbagai bebadan, termasuk paranpara Nata dan Parankarsa Nata. Tampilnya KPH Nugroho Iman Notopuro dari trah darahdalem Sinuhun PB XI dan KRAP Joko Wasis Sontonagoro dari trah darahdalem PB IX, juga bisa dioptimalkan pengabdiannya di berbagai bebadan yang cocok dengan kapasitas kemampuan/pengetahuannya untuk tugas pelestarian budaya Jawa dan menjaga kelangsungan Kraton Mataram Surakarta.
Meski banyak tokoh-tokoh senior yang notabene “setia pada tegaknya paugeran adat” bisa dioptimalkan atau bahkan sama sekali belum dimanfaatkan, namun konsolidasi yang menyertai momentum “perdamaian” dengan tonggak “tingalan juemenengan” tahun ini, harus benar-benar memperhatikan mendesaknya proses regenerasi. Tokoh-tokoh generasi ketiga atau wayahdalem seperti putra mahkota tertua KGPH Hangabehi, KRMH Kusumo Adilogo, KRMH Manikmoyo, KRMH Kusumo Wibowo, GKR Timoer Rumbai Kusumo Dewayani, GRAy Putri Lelyana Dewi, BRM Cici, dua putra GKR Retno Dumilah (almh) dan mungkin masih ada beberapa nama lagi yang perlu segera diakomodasi, masuk sebagai pelapis para pengageng bebadan sekaligus sebagai “diklat” untuk persiapan pengganti para senior.

Selama 5 tahun lebih, semua elemen LDA yang dipimpin Gusti Moeng berjuang di luar kraton, selain menginisiasi lahirnya cabang-sabang baru Pakasa di berbagai daerah, justru bisa memfungsikan lagi elemen di bidang spiritual religi seperti abdidalem Ketib, Kanca Kaji dan abdidalem juru kunci makam serta kagungandalem masjid yang pernah dibangun para leluhur Dinasti Mataram di berbagai daerah. Mereka ini adalah potensi besar yang bisa diakomodasi di masing-masing bidang sesuai kapasitas keahliannya, termasuk di lembaga Paranpara Nata atau Parankarsa Nata.
Selain untuk mengaktifkan kembali semua elemen yang pernah ada dan dibutuhkan kraton, faktanya kini sudah mendesak untuk dilakukan percepatan regenerasi di berbagai bebadan. Selain barisan abdidalem juru suranata yang sudah ditinggal generasi KRT Joko Sugiyanto Pujodipuro, perlu segera ada regenerasi abdidalem swarawati (pesinden) yang tinggal dua orang dan berusia di atas 60 tahun, abdidalem prajurit, optimalisasi Sanggar Pasinaon Pambiwara dan pengembangan serta optimalisasi Sanggar Paes dan Busana Penganti Gagrag Surakarta, termasuk Sanggar Pawiyatan Dalang Kraton Surakarta. (Won Poerwono-habis/i1)