SERUPA G20 : KPH Edy Wirabhumi menerima cinderamata dari Ketua Pakasa Jepara KRAT Bambang Setiawan Adiningrat dalam pentas perdana di Pekan Seni Budaya dan Ekraf Hari Jadi 91 Tahun Pakasa yang digelar LDA dan Pakasa Punjer di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, semalam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)
Membuat “Trenyuh” Semua yang Menunggu “Keajaiban”
SURAKARTA, iMNews.id – Kontingen Pakasa Cabang Kabupaten Jepara dan Cabang Nganjuk (Jatim) tak sengaja benar-benar menjadi bagian dari pelaku sejarah karena terjadinya sebuah peristiwa yang dipersepsikan sebagai sebuah keajaiban, saat berlangsung pentas perdana Pekan Seni Budaya dan Ekraf Hari Jadi 91 Tahun Pakasa di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Sabtu malam Minggu (17/11). Sebab, saat penampilan kesenian persembahan kedua kontingen itu, suasana ruang pentas di Pendapa Pagelaran terasa hening dan sepi, dan pada waktu yang hampir bersamaan, di dalam Kraton Mataram Surakarta sedang terjadi peristiwa masuknya Gusti Moeng beserta sejumlah kerabat, gara-gara ada laporan dan teriakan “maling” dari dalam sekitar pukul 15.00 WIB.
Sebuah “keajaiban” tak diduga telah terjadi, Gusti Moeng dan sejumlah kerabat yang niatnya ingin memburu sosok yang diduga membobol kamar pribadi GRA Devi di kompleks bangsal Keputren, tetapi belakangan disadari bisa berada di dalam kraton tanpa perlu menghadapi perlawanan/penolakan dan insiden bersi-tegang dengan yang berada di dalam. Pencarian terhadap sosok yang sudah berhasil mengacak-acak kamar salah seorang putri Sinuhun PB XIII itu, hingga malam dilakukan lebih dari 50 orang, tetapi sampai hari ini tadi hasilnya tetap nihil alias tak berhasil menangkap sosok yang diduga pelakunya.
Karena semua sibuk “berburu” sosok yang diduga maling, malam perdana event Pekan Seni Budaya dan Ekraf 91 Tahun Pakasa yang menghadirkan kontingen Pakasa Cabang Jepara dan Cabang Kabupaten Nganjuk, terpaksa ditinggal “masuk kraton” dan upacara pembukaan yang dijadwalkan mulai pukul 19.30 WIB menjadi molor sampai pukul 20.00 WIB. Namun KPH Edy Wirabhumi selaku Ketua Pengurus Pusat Pakasa yang juga penyelenggara/pelaksana event sempat beberapa kali muncul, hingga sempat membuka resmi, memberi sambutan dan menerima cinderamata dari dua kontingen penyaji, semalam.
“Saya mohon maaf dan mohon dimaklumi, pentas perdana pada pembukaan Pekan Seni Budaya dan Ekraf 91 Tahun Pakasa malam ini terpaksa agak sepi. Tetapi saya harap panjenengan semua tidak berkecil hati. Selain karena jadwal event harus maju, malam ini penjenengan dan kita semua menjadi pelaku sejarah. Malam ini, hari ini telah terjadi perubahan yang diharapkan ke arah lebih baik, di pusat jagad cilik Kraton mataram Surakarta. Mudah-mudahan, ini juga akan menjadi perubahan jagad gede ke arah yang lebih baik. Karena, pusat perubahan jagad gede dan jagad cilik itu ada di Mataram Surakarta,” ujar KPH Edy Wirabhumi dalam sambutannya sekaligus mewakili Ketua Lembaga Dewan Adat (Gusti Moeng), yang berusaha menghibur dan memberi semangat para penyaji dan rombongannya dan semua yang terlibat pada pembukaan event, semalam.
Usai dibuka resmi dan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Ketua Pakasa Cabang Jepara dan Ketua Pakasa Cabang Nganjuk masing-masing beserta pengurus meminta waktu untuk menyerahkan cinderamata kepada Ketua Lembaga Dewan Adat dan Ketua Pengurus Pusat Pakasa yang sekaligus diwakili KPH Edy Wirabhumi. KRA Bambang Setiawan (Ketua Cabang Jepara) bersama MNg Kandik Girikusumo (perajin ukir anggota cabang), bergantian menyerahkan termos (serupa souvenir KTT G20 Bali) dan “mug” bergambar KPH Edy dan Gusti Moeng yang diukir dengan sinar laser, sedangkan KRAT Sukoco (Ketua Pakasa Nganjuk) menyerahkan wayang “Timplong” tokoh Panji Asmarabangun.
“Kami semua dari Pakasa Jepara terus mendoakan dan memberi dukungan agar langkah yang sudah dimulai Gusti Moeng dan para pendukung terus dilanjutkan, sampai semua persoalan yang selama ini menghambat upaya-upaya pelestarian budaya Jawa yang bersumber di Kraton Mataram Surakarta bisa disingkirkan. Kita semua inginnya hidup rukun dan damai dengan siapapun. Insya Allah, semua berubah begitu halus dan dalam suasana damai. Kami semua menjadi trenyuh, prihatin sekaligus sedih. Tetapi tetap bangga menjadi bagian dari perubahan itu,” tandas KRA Bambang Setiawan Adiningrat di kediamannya Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan, Jepara yang dihubungi iMNews.id, siang tadi.
Jadwal pembukaan Pekan Seni Budaya dan Ekraf 91 Tahun Pakasa yang molor sekitar 30 menit, memang tidak menjadi persoalan, tetapi suasana pameran dan basar UMKM yang masih sepi peserta, penonton yang masih sepi pula, seakan membuat kurang bergairah bagi dua kontingen Pakasa penyaji pentas seni malam itu. Tetapi, KPH Edy dalam sambutannya sempat menghibur, bahwa malam Minggu (17/12) semalam, di Kota Surakarta dan banyak daerah sekitarnya sampai di wilayah jauh, juga memanfaatkan momentum akhir tahun ini untuk menggelar berbagai kegiatan.
Meski begitu, tari “Bambangan Cakil” berdurasi sekitar 15 menit persembahan Pakasa Cabang Jepara tersaji dengan lancar dan cukup menghibur. Begitu pula sajian seni pedalangan wayang “Timplong” persembahan Pakasa Cabang Nganjuk (Jatim), juga berjalan lancar hingga durasi sekitar 2 jam berakhir di pukul 23.00 WIB. Wayang “Timplong” yang sejenis wayang “Krucil” di wilayah Kabupaten Grobogan itu memang kini sudah langka. Apalagi minat masyarakat apresiannya, yang rata-rata tak paham wayang, apalagi jenis wayang Madya atau Gedog yang ceritanya diambil dari kisah Kraton Kediri (abad 12) itu. (won-i1)