278 Tahun Bubur Menang, Diperingati Warga Pakasa Gebang Tinatar

  • Post author:
  • Post published:December 21, 2020
  • Post category:Budaya
  • Reading time:4 mins read

PONOROGO, smnusantara.com – Genap 278 tahun (Masehi) usia simbol ”kemenangan” dalam menggunakan strategi perang seperti cara-cara makan bubur, yaitu berupa ”bubur menang”. ”Kemenangan”  Sinuhun PB II itu diperingati warga Paguyuban Kulawarga Keraton Surakarta (Pakasa) Cabang Ponorogo (Jatim), dalam sebuah sarasehan dan kenduri sederhana, Minggu malam mulai pukul 20.00 hingga pukul 00.00 WIB. 

Peringatan sangat sederhana yang dibatasi hanya diikuti 30-an warga Pakasa itu, hanya disajikan santapan makan nasi tumpeng dan jenang, yang dihidangkan di atas tampah, lalu disantap bersama-sama dengan tangan ataua”dipuluk”. Ritual peringatan dipimpin ketua cabang sekaligus yang memimpin peringatan, KRA MN Gendut Wreksadiningrat, di kediaman yang sekaligus jadi kantor pengurus cabang di Jln. Batoro Katong IV/3, Ponorogo (Jatim).

Dalam membuka acara menyambut 278 tahun kisah ”Bubur Menang” itu, KRA Gendut mengingatkan arti penting ”bubur menang” bagi masyarakat Kabupaten Ponorogo secara luas, khususnya bagi warga Pakasa Cabang Bumi Reog yang lebih dikenal dengan Pakasa Cabang Gebang Tinatar itu. 

Sebab, 278 tahun silam, warga Ponorogo yang dipimpin sejumlah tokoh yang menonjol  yaitu Kyai Moh Khasan Besari, Bagus Harun Al Basariah (Pondok Tegalsari) dan senapti RT Surabrata serta Jayengrana ikut berjuang habis-habisan untuk membantu Sinuhun Paku Buwono (PB) II, untuk merebut kembali Keraton Mataram Kartasura yang ditinggalkannya akibat pemberontakan Raden Mas Garendi pada 13 Juli 1742.

Menang dan Merebut Kembali

Akhirnya, pada tanggal 21 Desember 1742, pasukan yang dipimpin Sinuhun PB II menang dan tampuk kekuasaan nagari Mataram Kartasura bisa direbut kembali, meskipun sebagian besar bangunan ibu kota terutama infrastruktur pemerintahan kerajaan sudah hancur. 

Dalam buku sejarah Keraton Kartasura yang ditulis Dr Purwadi MHum (Ketua Lokantara- Lembaga Olah Kajian Nusantara) menyebutkan, Keraton Kartasura hancur karena dikeroyok kolaborasi tiga kekuatan yaitu kelompok dagang China, Belanda dan unsur kerajaan yang dipimpin Raden Mas Garendi.

Baca Juga:

”Intinya, Bubur Menang itu untuk memperingati sebuah peristiwa saat Sinuhun PB II dan pasukan pendukung dari sejumlah elemen dari Ponorogo, memulai perjalanan kembali ke Kartasura untuk merebut kembali keraton. Ketika singgah di rumah penduduk dalam perjalanan menuju Kartasura, pagi sebelum berangkat meneruskan perjalanan, disuguhi ‘Jenang (bubur) Katul’ yang masih panas”.

”Karena panas, Sinuhun PB IIpun kesulitan menyantap secara cepat. Padahal, perjalanan masih jauh, agar tak kesiangan. Maka sesepuh setempat menyarankan, agar menyantap dari pinggir,kemudian melingkar sampai ke tengah, agar bisa cepat dingin dan cepat habis. Seperti mendapatkan petunjuk, kiat menyantap bubur seperti itu lalu dijadikan taktik perang gerilya, baik oleh Sinuhun PB II, bahkan ditiru Pangeran Sambernyawa,” ujar KRA Gendut menjawab pertanyaan smnusantara.com, tadi siang. 

Ditiru Bangsa Lain

Bahkan menurut KRA Gendut, taktik strategi perang gerilya semacam itu juga ditiru Jenderal Soedirman, bangsa Vietnam saat menghadapi perang melawan Amerika dan sebagainya. Akibat ditemukannya taktik perang dari menyantap Jenang (Bubur) Katul, maka pemilik rumah yang menjamu Jenang Katul, dianugerahi tanah ‘perdikan’ (otonom) yang diberi nama ”Menang” pada tanggal 27 Rejeb tahun 1745 (Masehi). 

Tanah ”perdikan” (dimerdekakan) itu akhirnya menjadi asal-usul nama Desa Menang, yang kini masuk wilayah Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo. Seterusnya, werga Kabupaten Ponorogo khususnya warga Pakasa cabang, selalu menggelar ritual wilujengan peringatan peristiwa  yang diberi tema ”Pengetan Bubur (Jenang) Menang”, tiap malam menjelang 21 Desember, yang kini genap 278 tahun (Masehi).

Tak hanya kenduri wilujengan, ”Pengetan Bubur Menang” yang berlangsung Minggu malam 20 Desember lalu, juga sekaligus diadakan doa, tahlil dan dzikir untuk sejumlah tokoh warga Pakasa yang sudah mendahului meninggal. Doa dan tahlil yang dipimpin abdidalem Pakasa Kyai KRT Syamsudin (Masjid Tegalsari Ponorogo), itu ditujukan untuk mengirim doa bagi almarhum 15 tokoh Pakasa setempat. (won)