KRMH Herjuno Suryo Wijoyo “Gugur” di “Penghujung Perjuangan” Bebadan Kabinet 2004

  • Post author:
  • Post published:October 17, 2025
  • Post category:Regional
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing KRMH Herjuno Suryo Wijoyo “Gugur” di “Penghujung Perjuangan” Bebadan Kabinet 2004
KENANGAN INDAH : KRMH Herjuno Suryo Wijoyo (alm) meninggalkan foto kenangan indah saat berpose bersama ibunda, GLR Retno Dumliah (almh) dan sang adik, KRMH Suryo Harbanu (alm) di teras Kori Kamandungan Kraton Mataram Surakarta, sebelum insiden "mirip operasi militer 2017". (foto : iMNews.id/Dok)

Dimakamkan Dekat Pusara Sang Adik di Astana Pajimatan Ki Ageng Henis, Laweyan

SURAKARTA, iMNews.id – Satu lagi, generasi muda yang menjadi kekuatan Bebadan Kabinet 2004, “gugur”. KRMH Herjuno Suryo Wijoyo, putra tertua dari dua anak GKR Retno Dumilah (almh), menghembuskan nafas terakhir di RS “JIH” Surakarta, Kamis sore sekitar pukul 17.30 WIB di usia 49. Secara langsung atau tidak, satu di antara 30-an “wayah-alem” Sinuhun PB XII itu, menjadi “korban” insiden April 2017.

Kepergian KRMH Herjuno Suryo Wijoyo, diantar dalam sebuah upacara adat penuh duka-cita di Pendapa Sasana Mulya, Jumat siang tadi (17/10). Upacara prosesi pelepasan jenazah dilakukan sesuai tatacara adat Kraton mataram Surakarta, dimulai puklul 13.00 WIB. Sejumlah pelayat khususnya kalangan keluarga dekat, kerabat sentana, jajaran Bebadan Kabinet 2004 dan para abdi-dalem dari berbagai elemen, ikut melepas jenazah.

KEMBALI MELIHAT : Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA) dengan duka mendalam, kembali melihat wajah sang keponakan, KRMH Herjuno Suryo Wijoyo (alm) menjelang upacara pelepasan jenazah di Pendapa Sasana Mulya, Jumat siang tadi (17/10). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Acara yang dipandu KP Siswantodiningrat (Wakil Pengageng Sasana Wilapa/Ketua Pasipamarta), dipimpin Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA). Dimulai dengan sambutan KP Puspitodiningrat yang mewakili keluarga, yang dilanjutkan sambutan Danang Agung Warsito selaku Lurah Baluwarti, Kecamatan Pasarkliwon. Selesai sambutan, Lurah menyerahkan surat kematian kepada puteri almarhum, Fathima Yara NH.

Tatacara adat upacara pelepasan jenazah keluarga inti Kraton Mataram Surakarta, punya pedoman urutan baku yang kurang lebih seperti tersebut di atas. GKR Wandansari Koes Moertiyah (Gusti Moeng) selaku pemegang otoritas Bebadan Kabinet 2004, tak ada protokoler untuk memberi sambutan di upacara duka seperti itu. Begitu pula, lembaga Sinuhun Paku Buwana atau wakilnya, juga tidak ada protokoler untuk itu.

Walau tidak ada protokoler untuk itu, tetapi selaku pimpinan Bebadan Kabinet 2004 selalu menjadi penanggungjawab dalam tatacara pelaksanaan upacara adat dukacita yang terjadi di kraton, sejak 2004 hingga kini. Oleh sebab itu, sejak KRMH Herjuno Suryo Wijoyo dikabarkan terjatuh di depan rumah hingga dibawa ke RS “JIH” dan beberapa saat kemudian meninggal di sana, karena arahan langsung Gusti Moeng.

“Saya di Pendapa Sasana Mulya, menunggu kedatangan jenazah dari rumah sakit,” ujar Gusti Moeng memberi kabar saat dimintai konfirmasi iMNews.id, Kamis petang (16/10), sekitar pukul 18.30 WIB. Dia bersama KPH Edy Wirabhumi dan beberapa tokoh kerabat lain seperti KGPH Puger, juga sudah tiba kembali di Pendapa Sasana Mulya, Jumat (17/10) sebelum pukul 11.00 WIB siang tadi, untuk menunggui upacara pelepasan.

MEMIMPIN PROSESI : KGPH Hangabehi memimpin prosesi pengangkatan peti jenazah dari tempat “palereman” di Pendapa Sasana Mulya menuju mobil jenazah, yang akan mengakut ke tempat peristirahatan terakhir di Astana Pajimatan Ki Ageng Henis, Laweyan, Kota Surakarta, Jumat siang tadi (17/10). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Begitu semua petugas sudah siap pada urutan tatacara upacara pelepasan jenazah, KP Siswantodiningrat memulai pembukaan. Salah satu petugas yang disiapkan dalam prosesi pengangkatan peti jenazah, adalah para “abdi-dalem” dan “sentana-dalem” yang menjadi anggota “Senapati Lampah”. Di situ ada KPP Soerjo Sawendro yang menjadi penerima “dhawuh” memandu, didampingi KPP Sosrodiningrat dan KPP Haryo Sinawung.

KPP Soerjo Sawendro bergerak memimpin “Senapati lampah”, setelah menerima “dhawuh” dari KGPH Puger yang memimpin upacara. Begitu perintah (dhawuh) diberikan, barisan “Senapati Lampah” yang di dalamnya ada RT Irawan Pujodipuro (Badi-dalem Juru-suranata) segera berjalan ke luar Pendapa Sasana Mulya. Di belakang mereka, tampak KGPH Hangabehi menjadi “cucuk lampah” para petugas pengusung peti jenazah.

SENAPATI LAMPAH : Kraton Mataram Surakarta juga punya protokoler dan tatacara upacara adat baku proses pemakaman jenazah keluarga besar yang meninggal, yang kurang lebih tampak saat prosesi pelepasan jenazah KRMH Herjuno Suryo Wijoyo (alm) berlangsung di Pendapa Sasana Mulya, Jumat siang tadi (17/10). (foto : iMNews.id/Won Poerwono).

Para petugas pengusung peti jenazah, tidak lain adalah kalangan saudara dekat almarhum KRMH Herjuno Suryo Wijoyo dari adik dan kakak orangtuanya, GKR Retno Dumilah (almh). Almarhum hanya punya satu saudara yaitu KRMH Suryo Harbanu yang seudah mendahului meninggal sekitar 3 tahun lalu. Kakak-beradik yang sudah almarhum, adalah bagian Bebadan Kabinet 2004 walau sangat jarang tampil di berbagai upacara.

Begitu prosesi pengangkatan peti jenazah sudah dilakukan sejumlah wayah-dalem Sinuhun PB XII, sesampai di “topengan” Pendapa Sasana Mulya, peti jenazah diserahkan beberapa petugas dari Senapati Mataram, untuk melanjutkan perjalanan memasukkan ke mobil jenazah yang sudah siap di halaman Pendapa Sasana Mulya. Seluruh rangkaian upacara pelepasan berakhir, jenazah diantar para pelayat ke makam Ki Ageng Henis.

Di lokasi makam Ki Ageng Henis yang berada di Kelurahan Laweyan, Kecamatan Laweyan, Surakarta, pemakaman juga dilakukan prosesi secara adat. RT Irawan Wijaya bertugas memimpin doa pemakaman yang liang lahatnya berada di dekat sang adik, KRMH Suryo Harbanu (almah). Sementara, sang ibu, GKR Retno Dumilah (alm) dimakamkan di dekat makam Sinuhun PB XII di Astana Pajimatan Imogiri, Bantul (DIY).

Di satu kompleks makam di Imogiri itu, juga ada dua kakak kandungnya yaitu GKR Galuh Kencana dan KGPH Kusumo Yudo yang jauh lebih dulu meninggal. Tetapi paugeran adat menyebut, Astana Pajimatan Imogiri hanya untuk memakamkan “raja” dan generasi keduanya. Untuk generasi ketiga Dinasti Mataram di Mataram Islam Surakarta, bisa dimakamkan di kompleks Astana Pajimatan Ki Ageng Henis atau lainnya.

LANGSUNG DISERAHKAN : Surat kematian dari pemerintah Kota Surakarta, langsung diserahkan saat upacara pelepasan jenazah KRMH Herjuno Suryo Wijoyo (alm) digelar Bebadan kabinet 2004 di di Pendapa Sasana Mulya, Jumat siang tadi (17/10). Surat diserahkan Lurah Baluwarti kepada puteri almarhum. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Menurut beberapa sentana dan kerabat dekat almarhum, dua kakak-beradik yang lahir dari kakak kandung Gusti Moeng, yaitu Gusti Retno (GKR Retno Dumilah) sangat diharapkan bisa memperkuat jajaran Bebadan Kabinet 2004. Karena, keduanya adalah generasi ketiga atau wayah-dalem Sinuhun PB XII, sosok lelaki “perkasa” yang sudah saatnya “mempersiapkan diri” menjadi pengganti penerus Kraton mataram Surakarta.

Namun, berbagai peristiwa yang diduga akibat campur-tangan pihak eksternal (kekuasaan), telah mencerai-beraikan hubungan kekeluargaan 35 putra/putri Sinuhun PB XII dan kerabat pendukungnya. KPP Sinawung Waluyo Putro Hadinagoro SPd sangat setuju, jika peristiwa “ontran-ontran” tahun 2004 dan friksi yang terjadi hingga puncaknya insiden April 2027, telah “merusak” soliditas kalangan wayah-dalem.

SEMPAT BERFOTO : Gusti Moeng mangajak para sanak-famili terdekat dari keluarga GKR Retno Dumilah (almh) atau ibunda KRMH Herjuno Suryo Wijoyo (alm), di depan peti jenazah yang sedang disemayamkan di Pendapa Sasana Mulya, sebelum upacara pelepasan ujenazah berlangsung, Jumat siang tadi (17/10). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Saya bisa memaklumi kalau ada di antara para wayah-dalem yang menjadi berkecil hati akibat berbagai peristiwa yang menimpa kraton. Sehingga, saya juga bisa memaklumi kalau mereka enggan ikut tampil dan bergabung di kraton. Karena, kalau mereka tampil, merasa harus memilih satu di antara dua pihak. Mereka kelihatan tidak sampai hati jika harus memilih salah satu. Karena, semua adalah saudara sedarah”.

“Jadi, saya setuju jika ada yang punya analisis seperti itu. Itulah yang menyebabkan, ada kesan yang kelihatan hanya beberapa saja. Padahal, Bebadan Kabinet 2004 sangat membutuhkan dukungan wayah-dalem yang rata-rata masih muda. Sekaligus, untuk mempersiapkan mereka, karena yang akan menggantikan mereka. Kami-kami ini rata-rata sudah tua,” ujar KPP Haryo Sinawung menjawab iMNews.id di sela-sela upacara. (won-i1)