Lembaga Kapujanggan Kraton Mataram Surakarta Harus Tetap Eksis Sepanjang Zaman (seri 2 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:September 23, 2025
  • Post category:Budaya
  • Reading time:5 mins read
You are currently viewing Lembaga Kapujanggan Kraton Mataram Surakarta Harus Tetap Eksis Sepanjang Zaman (seri 2 – bersambung)
MELALUI KEGIATAN : Melalui berbagai kegiatan seni, budaya, adat dan tradisi yang diinisiasi terutama di dalam kraton, Gusti Moeng telah mempelopori upaya mewujudkan dan menyebarkan nilai-nilai "Kapujanggan" dan "Piwulang Kutaman" kepada publik peradaban secara luas. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Warga Pasipamarta Eksekutor di Lapangan, Mewujudkan Kebijakan “Lembaga Kapujanggan”  

IMNEWS.ID – BILA melihat eksistensi KPH Raditya Lintang Sasangka dan KP Budayaningrat dengan peran aktifnya mengelola sanggar secara visioner dan futuristik, ini karena lembaga dan keduanya sangat sadar pada tugas, fungsi dan tanggung-jawabnya. Baik secara pribadi, maupun atas nama lembaga Sanggar Pasinaon Pambiwara, bahkan atas nama lembaga Kraton Mataram Surakarta untuk publik peradaban secara luas.

Elemen Pasipamarta yang menghimpun para lulusan Sanggar Pasinaon Pambiwara yang disebut KP Budayaningrat punya program “pemberdayaan” pada beberapa fungsi kerja adat di dalam kraton, bisa menjadi bagian sebuah desain besar yang bisa mewujudkan produk “Lembaga Kapujanggan”. Karena, paguyuban yang dipimpin KP Siswanto Adiningrat (Wakil Pengageng Sasana Wilapa) itu, telah mendapat bekal “kawruh” sebagai praktisi.

Elemen “abdi-dalem” yang aktif di Pasipamarta dalam beberapa tahun terakhir ini, sering dilibatkan ikut mengeksekusi dalam upacara adat di dalam kraton. Begitu juga mulai dilibatkan sebagai bagian dari rombongan “utusan-dalem” untuk memperkuat dan mengeksekusi upacara adat di luar kraton, karena bekal sebagai “praktisi” telah dimiliki. Bahkan jauh lebih lengkap dari yang dimiliki abdi-dalem Pakasa.

MENJADI PENGUAT : “Kembalinya” KGPH Puger aktif di berbagai kegiatan adat yang terus digelar Bebadan Kabinet 2004, akan memperkuat eksistensi dan fungsi “Lembaga Kapujanggan” Kraton Mataram Surakarta, serta menambah bobot nilai-nilai yang disebarkan melalui berbagai aktivitas adat, seni dan budaya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Dengan konfigurasi fungsi dan aktivitas seperti itu, maka beberapa gagasan dan eksekusi yang sudah diwujudkan itu, jelas menjadi daya dukung “Lembaga Kapujanggan”. Lembaga inilah yang akan memandu arah perjalanan Kraton Mataram Surakarta, untuk eksistensinya dan sumbangsih nilai-nilai yang bisa merawat peradaban kini dan mendatang. Karena, sudah ada elemen yang bisa mengeksekusi gagasan di lapangan.

Walau tak pernah dipertemukan untuk bersama-sama menyusun desain konsep visioner dan futuristik, tetapi sinyal yang dilempar Ki Dr Purwadi (Ketua Lokantara) bisa bertemu paralel dan sama arahnya. Yaitu demi terjaganya kelangsungan lembaga kraton, elemen masyarakat adat yang semakin berkualitas dan melegitimasi serta terwujudnya tugas, fungsi dan tanggungjawab kraton untuk merawat peradaban jauh ke depan.

Walau negara terkesan sudah tidak membutuhkan lembaga kraton dan masyarakat adatnya sebagai “agen” sumber nilai-nilai dan energi spiritual untuk merawat peradaban, tetapi faktanya publik secara luas pada peradaban masa kini bahkan mendatang, masih membutuhkan “kearifan lokal” dan nilai-nilai “kapujanggan” dari kraton. Oleh sebab itu, “Lembaga Kapujanggan” di kraton harus tetap eksis dan berfungsi maksimal.

INTELEKTUAL SENTANA : Sebagai seorang intelektual yang juga sentana-dalem, peran dan fungsi maksimal KPH Raditya Lintang Sasangka terus diharapkan sebagai bagian “Lembaga Kapujanggan” Kraton Mataram Surakarta, demi eksistensi dan kelangsungan lembaga kraton, masyarakat adat dan tugas merawat peradaban. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Paradigma memang sudah berubah, yang menempatkan lembaga kraton dan masyarakat adatnya menjadi bagian yang sealiran dengan “sifat dan karakter” (secara politis) para pengelola pemerintahannya, tetapi Kraton Mataram Surakarta harus tetap memiliki “Lembaga Kapujanggan” yang eksis dan berfungsi normal. Karena dari lembaga ini, berbagai aktivitas adat, tradisi, seni dan budaya akan tetap bergerak “hidup”.

“Lembaga Kapujanggan” yang menginisiasi gerak semua potensi kekayaan yang menandai kehidupan kraton, ibarat sayap-sayap burung yang terus bergerak terbang. Karena melalui berbagai aktivitas adat, seni, tradisi dan budaya, nilai-nilai “kapujanggan” itu disebar-luaskan sejauh gerak sayap membawa terbang. Nilai-nilai “Kapujanggan” itu yang akan ikut merawat peradaban publik secara luas, sampai kapanpun.

Sebagai salah seorang tokoh dari “Lembaga Kapujanggan” kraton, GKR Wandansari Koes Moertiyah (Gusti Moeng), telah banyak melakukan fungsi-fungsi aktivitas kraton yang sudah terbang jauh dan tanpa lelah. Selain berbagai upacara adat yang dipimpinnya, aktivitas “Sekaten Art Festival” yang sudah berjalan bersamaan Sekaten Garebeg Mulud digelar, adalah bentuk penyebaran nilai-nilai “Kapujanggan”.

TOKOH LANGKA : KP Budayaningrat menjadi salah seorang tokoh yang masuk level “Lembaga Kapujanggan” yang kini dimiliki Kraton Mataram Surakarta. Tokoh sentana yang memiliki kapasitas selengkap dia, sudah sangat langka didapati, baik di dalam maupun di luar kraton. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Nilai-nilai “Kapujanggan” yang paling mendasar, salah satunya adalah nilai “Kautaman” atau keutamaan yang sudah sulit dijumpai di negeri yang berdasar Pancasila dan berlandaskan UUD ’45 ini. Bahkan, sosok figur tokoh yang lahir dari wilayah sebaran nilai-nilai “Kapujanggan”-pun, sudah muncul jelas dari kancah Pilpres 2024 sebagai contoh generasi “wong Jawa” yang kehilangan “Piwulang Kautaman”.

Kancah Pilpres 2024 adalah fenomena terbaru yang menunjukkan, bahwa nilai-nilai “Kapujanggan” yaitu  “Piwulang Kautaman” produk “Lembaga Kapujanggan” masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta sudah tidak mendapat tempat dalam kehidupan peradaban para pengelola negara dan pemerintahan. Karena, mereka hanya bisa melihat nilai-nilai itu secara politis, yang tentu mudah didapat dari wilayah liberal kapitalis.

Cara pandang terakhir yang belakangan berkolaborasi dengan anasir-anasir religi dogmatis fanatis yang telah merubah budaya, adat dan tradisi ketimuran secara fundamental itu, kini sudah banyak diperlihatkan kalangan generasi muda, bahkan generasi “Z” dalam kehidupan nyata. Generasi yang sudah kehilangan nilai-nilai “Kautaman” (etika dan estetika) ini, terkesan didorong untuk tampil memimpin republik ini.

SANGAT LAYAK : Walau ikut berjuang “solo carier” di luar kraton, tetapi kepedulian, peran dan karya-karya Ki Dr Purwadi sudah sangat layak berada di level “Lembaga Kapujanggan” di Kraton Mataram Surakarta. Karena, yang dilakukan selama ini nyata, bukan hanya narasi untuk mendapat kesan. (foto : iMNews.id/Dok)

Menyikapi perkembangan dan perubahan nilai-nilai luhur yang menjadi identitas dan cirikhas budaya ketimuran bangsa Indonesia khususnya “wong” Jawa, kebangkitan masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta dan arah perjalanannya sudah tepat, “on the track”. Berbagai elemen masyarakat adat kraton dengan “Lembaga Kapujanggan”-nya, harus berperan aktif untuk menjaga dan memandu arah perjalanan bangsa.

Walau anasir-anasir “intolerance” sudah berkolaborasi sedemikian rupa dengan anasir liberal-kapitalis, tetapi tidak semua warga bangsa di Nusantara ini yang menyerah begitu saja dan tunduk pada sesuatu yang berasal dari luar dan bertentangan dengan sikap dasa budayanya. Terlebih, Budaya Jawa misalnya, telah diproduksi secara tuntas dan final oleh para leluhur nenek-moyang ratusan tahun prosesnya.

Kalau belakangan di sejumlah akun pribadi melalui medsos muncul sebuah gerakan “berkebaya” dan “bersanggul” lengkap dengan “jarik” sebagai konstum stelannya, itulah salah satu bentuk perlawanan para wanita yang berkepribadian asli sesuai budaya ketimuran. Karena, cirikhas ikonik itu adalah simbol kepribadian sangat anggun, estetis dan etik yang membedakan dengan ikon budaya asing dari manapun. (Won Poerwono – bersambung/i1)