Masyarakat Tegal Menolak Gagasan Pemindahan Jasad Putra Sinuhun Sultan Agung
SURAKARTA, iMNews.id – Kraton Mataram Surakarta masih memiliki agenda upacara adat di bulan Sura Tahun Dal 1959 atau Muharam 1447 H ini, yaitu ritual “Ganti Langse” makam Sinuhun Amangkurat Agung (I) pada Senin, 21 Juli ini. Prosesi kirab dari luar makam di Desa Pasarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal/Slawi, akan dipandu para prajurit kraton.
KP Siswanto Adiningrat selaku Wakil Pengageng Sasana Wilapa menyebutkan agenda ritual di bulan Sura itu, saat dihubungi iMNewas.id, kemarin. Akan ada rombongan sekitar 50-an orang dari Kraton Mataram Surakarta yang dipimpin Gusti Moeng ke Astana Pajimatan Tegalarum, Senin (21/7) itu, yang disertai 16 prajurit Korsik Bregada Tamtama.
“Masih ada 4 agenda acara yang dimiliki prajurit kraton. Sabtu (19/7) kirab khol Eyang Djayengrana di Desa Pulung Merdika (Ponorogo), Minggu (20/7) kirab di Kedungcowek (Blora), Senin (21/7) ke Tegalarum (Slawi/Tegal) dan Rabu (23/7) kirab Tutup Sura di Petilasan Bantarangin (Ponorogo),” ujar KRT Darpa Arwantodipuro, pengelola prajurit.
Mengenai agenda upacara adat “Ganti Langse” makam putra Sinuhun Sultan Agung Hanyakrakusuma yang berada di Astana Pajimatan Tegalarum itu, dalam beberapa kali kesempatan sudah disebutkan Gusti Moeng. Terakhir saat memberi sambutan di ritual “pengetan adeging nagari Mataram Surakarta” 17 Sura, Sabtu (12/7) lalu, agenda itu kembali diingatkan.

Makam Sinuhun Amangkurat I itu, menjadi salah satu kekayaan lokasi destinasi wisata spiritual religi bagi masyarakat Kabupaten Slawi/Tegal. Makam tokoh leluhur Dinasti Mataram itu, “digondeli” atau dipertahankan masyarakat setempat, saat Sinuhun PB XII punya gagasan untuk memindahkan jasad leluhurnya itu menjadi satu di Astana Pajimatan Imogiri.
Seperti para leluhur dinasti lain, yaitu raja-raja Mataram sejak Raja pertama Mataram Islam, Panembahan Senapati hingga Sinuhun PB XII sendiri, semua dijadikan satu “dimuliakan” di Astana Pajimatan Imogiri yang berada di Kabupaten Bantul (DIY). Namun, warga masyarakat Kabupaten Slawi/Tegal menolak rencana Sinuhun PB XII itu.
“Jadi, yang nggak apa-apa dipertahankan masyarakat Slawi/Tegal. Kami juga ikhlas, senang dan bangga kalau seluruh elemen masyarakat Slawi ‘nggondeli atau menghendaki jasad Sinuhun Amangkurat Agung dan keluarganya tetap di Tegalarum. Saya malah ingin titip pesan agar makam leluhur ini dirawat dengan baik. Mudah-mudahan mendatangkan manfaat bagi warga sekitar”.
“Biasanya, kalau masyarakat peduli dan mau merawat dengan baik makam tokoh negara/agama, bisa mendatangkan kharomah. Sebagai destinasi wisata religi, mudah-mudahan makam beliau bisa memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat sekitar, terutama di bidang ekonomi. Selain itu, saya akan melanjutkan membahas rencana pemindahan makam umum di sini, karena sudah menjadi cagar budaya ,” ujar Gusti Moeng.

Pernyataan dan harapan itu selalu diulang dan ditegaskan GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng, selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat (LDA) terakhir di upacara adat “Ganti Langse” bulan Sura Tahun Je 1958, awal Agustus 2024 lalu. Bebadan Kabinet 2004 terakhir berziarah di Astana Pajimatan Tegalarum, saat “nyadran”, Ruwah Tahun Je 1958, Februari 2025.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, sering muncul postingan seseorang melalui facebook (fb) yang menyajikan video dan foto tentang makam Sinuhun Amangkurat Agung di Astana Pajimatan Tegalarum. Di bingkai foto dan video, ditulisi “makam Raja yang Kejam”, selain ada narasi semacam yang ditulis dalam rekaman video. Postingan itu dianggap “ngawur”, provokatif dan sangat menyesatkan.
Menyikapi itu, Gusti Moeng pernah beberapa kali berkomentar tandas menolak semua tudingan fitnah atau “hoax” itu. Bahkan Gusti Moeng menantang untuk menunujukkan buktinya, seandainya ada yang menuding Sinuhun Amangkurat “kejam” karena “membunuh ribuan santri”. Karena, tak pernah ada penelitian ilimiah yang bisa menunjukan “anggapan kejam” itu.
“Kalau ada ribuan orang yang dibunuh, dalam kontek apa, perlu dijelaskan dengan penelitian ilmiah. Kalau jumlah korbannya sampai ribuan, mestinya ada kuburan massal yang ditemukan. Kalau memang betul ada kuburan massal yang dianggap korban ‘kekejaman’ itu, ‘kan bisa ditunjukkan di mana. Isu seperti ini maklum, karena ada pihak tertentu yang sengaja menghembuskan”.

“Saya sudah menulis buku untuk meluruskan pemahaman yang menyimpang dan menyesatkan itu. Saya bersama KMT Drg Fitri Nursapti sudah menulis buku biografi Sinuhun Amangkurat Agung, beberapa tahun lalu. Kalau ada korban dalam peperangan di masa lalu, itu biasa. Karena, peperangan bisa terjadi antara siapa saja. Dan korban itu, terjadi dalam konteks perang,” ujar Dr Purwadi.
Dr Purwadi selaku penelisi sejarah (Ketua Lokantara Pusat di Jogja) menegaskan hal itu kepada iMNews.id saat mengikuti upacara adat “Ganti Langse” pada bulan Sura Tahun Je 1958 tahun 2024 lalu. Menurutnya, isu-isu yang “menyerang” kraton muncul pada dekade terakhir, karena Kabupaten Tegal dan daerah pantura lain, adalah wilayah petualangan “kelompok kiri” sejenis “Merapi-Merbabu Complex”.
Sementara itu, selain “Ganti Langse” di Astana Pajimatan Tegalarum, pengurus Pakasa Punjer juga punya agenda acara “tetepan” (Penetapan-Red) pengurus Pakasa Cabang Karanganyar, Sabtu malam (19/7). Pengurus yang lama vakum, akhirnya akan ditetapkan KRA Supriyanto Dononagoro SE sebagai ketuanya, untuk periode 5 tahun ke depan. Pelantikan akan dilakukan KPH Edy Wirabhumi selaku Pangarsa Punjer.
Agenda berikut, adalah khol atau haul wafat Eyang Djayengrana di Astana Pajimatan Desa Pulung Merdiko, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Sabtu (19/7) siang. KRT Suroso Hadinagoro selaku Kades Pulung Merdika yang juga juru-kunci makam Eyang Djayengrana (Jayengrono-Red), membenarkan rencana itu saat ditemui iMNews.id saat menghadiri pisowanan “Jenang Suran” di kraton, Sabtu (12/7).

Hal itu juga dibenarkan KP MN Gendut Wreksodiningrat, Ketua Pakasa Cabang Ponorogo yang ditemui saat pisowanan “Jenang Suran” di Sasana Handrawina, Sabtu (12/7) malam lalu. Dia bahkan menambahkan, agenda ritual Pakasa cabang masih satu, “Tutup Sura” di Bantarangin, Rabu (23/7). Sementara, KRT Darpo Arwantodipuro menyebutkan, untuk kirab di dua lokasi itu, masing-masging didukung 15 prajurit kraton.
Sementara itu, pakasa Cabang Ngawi juga masih punya agenda kegiatan di bulan Sura, yaitu syukuran Sanggar Seni Kridho Pangarso. Acara itu akan diisi pentas wayang kulit bertempat di Sanggar Kridho Pangarso kediaman MNg Narso di Kecamatan Karanganyar, Ngawi, Kamis (17/7) malam ini. Pentas pakeliran yang akan disajikan dalang Ki Bambang Warseno Gondoprojo, mengambil lakon “Gahutkoco Wisudho”. (won-i1)