Gusti Moeng Hadiri Sedekah Gunung Merapi dan Pakasa Ngawi Gelar Jamas Pusaka Kabupaten

  • Post author:
  • Post published:July 4, 2025
  • Post category:Regional
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Gusti Moeng Hadiri Sedekah Gunung Merapi dan Pakasa Ngawi Gelar Jamas Pusaka Kabupaten
SEDEKAH GUNUNG : Gusti Moeng dan rombongan dari Kraton Mataram Surakarta hadir dalam upacara adat "Sedekah Gunung Merapi" yang digelar masyarakat adat Desa Sanggup, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Boyolali, Jumat (4/7) siang tadi. Kehadirannya disambut pengurus Pakasa Boyolali yang dipimpin KRA Surojo Adiningrat (Ketua II). (foto : iMNews.id/Dok)

Bulan Sura Datang, Kesibukan Jamasan Pusaka dan Merti Desa di Berbagai Wilayah-pun Tiba

BOYOLALI, iMNews.id – Gusti Moeng dan rombongan dari Kraton Mataram Surakarta menghadiri ritual “Sedekah Gunung Merapi” yang digelar masyarakat Desa Sanggup, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Boyolali, Jumat (4/7) siang tadi. Lokasi tempat upacara di Dusun Sudimoro, Desa Sanggup, terletak di lereng utara Gunung Merapi yang selalu menggelar upacara adat “Sedekah Gunung” bila tiba awal bulan Sura.

KRA Suroto Adiningrat selaku Ketua II Pakasa Cabang Boyolali melaporkan kepada iMNews.id, siang tadi, bahwa dirinya dan beberapa organ pengurus ikut menyambut kehadiran rombongan utusan-dalem dari Kraton Mataram Surakarta yang dipimpin langsung Gusti Moeng. Upacara adat dimulai pukul 14.00 WIB di lokasi upacara Dusun Sudimoro, Desa Sanggup, disaksikan diikuti warga Pakasa dan kalangan masyararakat desa setempat.

Dalam rombongan itu ikut serta GKR Ayu Koes Indriyah, KP Siswanto Adiningrat (Wakil Pengageng Sasana Wilapa) dan beberapa pejabat jajaran Bebadan Kabinet 2004 serta abdi-dalem. Sedangkan KRA Surojo diampingi KRT Rohadi Suryo Kusumo (Sekretaris) dan beberapa pengurus serta anggota. Menurut Kadus Sudimoro, Purwo, “Sekedah Gunung” adalah tradisi rutin sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME atas hasil bumi yang melimpah

Gusti Moeng dalam sambutannya menyatakan, tradisi “Sedekah Gunung” yang dilakukan masyarakat setempat rutin tiap tahun, jelas meneladani atau sebagai upaya merawat Gunung Merapi dan Merbabu sebagai batas spiritual wilayah kraton di bagian barat yang ditunggu Kanjeng Ratu Sekar Kedhaton. Batas spirutual keraton, ada 4 arah penjuru angin, yaitu barat, timur, selatan dan utara yang masing-masing ada penunggunya.

UBA-RAMPE : Para petugas jamasan dan berbagai uba-rampe ritual jamasan sudah disiapkan di sebuah meja. Tetapi, kegiatan jamasan tiga pusaka Kabupaten Ngawi tidak tampak di foto saat digelar di Pendapa Wedya Graha Pemkab Ngawi, Kamis (3/7) kemarin. (foto : iMNews.id/Dok)

Dalam terminologi batas wilayah sakral Kraton Mataram Surakarta, ada 4 titik sesuai arah yaitu di barat adalah Kanjeng Ratu Sekar Kedhaton yang berada di Gunung Merapi. Tokoh itu juga memiliki figur kepercayaan bernama Kyai Ringin Anom dan Kyai Petruk yang sering disebut-sebut warga sekitar gunung, jika ada tanda-tanda akan adanya letusan/erupsi, yaitu keluarnya awan panas yang diidentifikasi sebagai Kyai Petruk.

Di batas timur, yaitu Gunung Lawu yang dijaga Sunan Lawu dan di batas utara yaitu alas Krendhawahana yang dijaga Kanjeng Ratu Kalayuwati. Batas utara kini masuk wilayah Desa Krendowahono, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Sedangkan batas selatan berupa samudera selatan atau “laut kidul” yang dijaga Kanjeng Ratu Kencanasari. Di empat titik itu, selalu ramai diziarahi saat datang bulan Sura seperti sekarang.

Khusus tentang tradisi “Sedekah Gunung” yang digelar siang tadi, menurut KRA Surojo ada bagian dari tradisi itu yang unik, yaitu pembagian sedekah berupa “sega gudang” (nasi sayur-mayur), krupuk tempe dan buah pisang. Karena, begitu selesai didoakan tokoh spiritual setempat, Slamet Sudaryo, nasi bungkus dengan beberapa lauk itu langsung dibagi-bagikan kepada warga yang menghadiri ritual “Sedekah Gunung” itu.

Upacara adat serupa sebagai ungkapan rasa syukur dan tatacara “merawat” gunung, biasanya juga digelar masyarakat di sebuah desa di lereng Gunung Merapi yang masuk wilayah Kecamatan Selo. Upacara adat yang dilakukan, biasanya berupa mengantar uba-rampe sesaji kepala kerbau ke kawah gunung. Upacara doa sebelumnya dilakukan di sebuah pendapa kecil yang berada di ujung paling atas desa terakhir di lereng itu.

JAMASAN KENDANG : Kendang Nyai Denok, gamelan pusaka milik Kraton Mataram Surakarta itu terlihat aktivitas ritual jamasannya, di dalam ruang privasi. Jamasan itu tidak di bulan Sura seperti yang terjadi di masyarakat luas, saat hendak menjadi iringan gamelan Sekaten Grebeg Mulud atau di bulan Mulud. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Datangnya bulan Sura atau Muharam di Tahun Baru Jawa Dal 1959 atau 1447 Hijriyah ini, juga menjadi bulan untuk melakukan “laku prihatin” atau kontemplasi dan retrospeksi bagi kalangan masyarakat Jawa. Oleh sebab itu, ketika datang bulan Sura, di berbagai wilayah etnik Jawa bahkan juga etnik lain di Nusanara ini, menjadi kesempatan yang identik dengan “sesuci”, prihantin (berpuasa), termasuk mencuci pusaka atau “jamasan”.

Untuk keperluan itu pula, Pakasa Cabang Ngawi (Jatim) juga habis menggelar ritual jamasan pusaka Kabupaten Ngawi di pendapa Pemkab setempat, Kamis (3/7) pagi hingga siang kemarin. Tiga pusaka yang dijamas itu adalah tombak Kiai Sangga Langit dan dua payung masing-masing songsong Kiai Tunggul Wulung dan Kiai Tunggul Warono. Tiga jenis pusaka ini merupakan jenis pusaka Kiai Singkir, untuk menjauhkan dari segala bencana.

“RT Dahono Condrodipro yang mendapat tugas menjamas ketiga pusaka Kabupaten Ngawi di Pendapa Wedya Graha Pemkab Ngawi, kemarin (Kamis, 3/7). Dalam acara itu juga dirangkai sajian tari tradisional dan sambutan-sambutan. Semua kegiatan ini rutin digelar Pemkab bersama berbagai elemen utamanya Pakasa Cabang Ngawi, dalam rangka peringatan Hari Jadi kabupaten ke-667,” ujar KRT Suyono S Adiwijoyo (Ketua Harian Pakasa Ngawi).

Di tempat terpisah, Pakasa Cabang Banjarnegara juga telah menggelar jamasan pusaka dirangkai dengan kirab pusaka serta “Merti Kubur” di makam Ki Ageng Penjawi yang dihadiri KP Siswanto Adiningrat bersama rombongan dari kraton, Senin (30/6). Sementara itu, Pakasa Cabang Kabupaten Madiun (Jatim), juga menggelar ritual kirab pusaka tombak Kiai Slamet di Dusun Cambor, Desa Ngadirejo, Kecamatan Wonosari, Selasa (1/7) malam.

JAMASAN TEROMPET : Walau kebanyakan masyarakat etnik Jawa menyambut bulan Sura sebagai bulan jamasan pusaka, tetapi KRRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Singonagoro (Ketua Pakasa Cabang Kudus) memperlihatkan jamasan terompet pusaka Kyai Glongsor menjelang haul tokoh pemilik terompet itu, di bulan Ruwah. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kirab pusaka keliling dusun malam itu, mendapat dukungan personel beberapa bregada prajurit Kraton Mataram Surakarta. Bahkan, Bregada Prajurit Prawira Anom didukung personel Bregada Prajurit Nguntara Praja Pakasa Cabang Jepara. KP Bambang S Adiningrat (Ketua Pakasa Jepara), menugaskan KRT Anam Setyopuro (pengurus cabang) untuk menyerahkan pusaka “yasan enggal” berupa Wedung kepada Soedaryo, sesepuh desa setempat.  

Sementara itu, Pakasa Cabang Kudus juga bersiap-siap untuk mendukung gelar haul Pangeran Puger yang acaranya akan berlangsung dalam beberapa hari yang dipusatkan di kompleks makam Pangeran Puger, Desa Demaan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. KRRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Singonagoro (Ketua Pakasa Cabang Kudus) menyebutkan, rapat panitia membahas ritual itu akan digelar lagi.

“Ini tadi saya sudah mendapat undangan untuk rapat panitia haul Pangeran Puger, Minggu (6/7) malam di kompleks makam. Tapi saya belum tahu materi pembahasan rapat. Mungkin pemantapan dari perencanaan yang sudah disusun, termasuk jadwal acaranya. Ritual puncak haulnya ‘kan Sabtu tanggal 12/7. Karena kraton juga sudah mengeluarkan dawuh pisowanan Sabtu malam (12/7), kami akan berbagi tugas,” ujar Juru-Kunci II makam Pangeran Puger itu.

Berbagi tugas yang dimaksud, saat gelar berbagai acara dalam rangka haul sejak beberapa hari sebelum tanggal 12 Juli, pengurus Pakasa Cabang Kudus akan hadir di acara-acara yang digelar di kompleks makam. Tetapi khusus saat pisowanan upacara adat “pengetan adeging nagari Mataram Surakarta” tanggal 17 Sura yang digelar kraton Sabtu malam (12/7) atau malam 17 Sura, Pakasa Kudus konsentrasi “sowan” ke kraton.

KONSUMSI PUBLIK : Pusaka meriam Nyai Setomi yang berada di kompleks Pendapa Sitinggil Lor Kraton Mataram Surakarta, selalu menjadi “konsumsi publik” saat dijamasi, mungkin karena posisinya di luar batas sakral kraton. Jamasan Nyai Setomi lebih sering di bulan Mulud, di kraton, bukan bulan Sura. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Saya belum tahu, apa ada pamong makam atau pengurus Yayasan Pamong Makam Pangeran Puger yang mau ikut sowan di acara pengetan adeging nagari Mataram Surakarta itu. Kalau ada, ya malah bagus. Karena, kegiatan ritual haul Pangeran Puger itu pada dasarnya bagian dari pasuwitan ke kraton dalam rangka pelestarian Budaya Jawa yang bersumber dari kraton,” ujar Ketua Pamong Makam Kyai Glongsor itu.

Menurutnya, dalam rapat Minggu malam (6/7) lusa, kalau masih ada kesempatan mengusulkan kehadiran rombongan dari kraton termasuk prajurit di acara kirabnya, akan sangat membanggakan. Tetapi kalau sudah tidak mungkin karena perencanaan anggaran sudah ditutup, mungkin baru bisa diwujudkan tahun depan. Secara terpisah, Yuli Setiawan (Ketua Yayasan Pamong Makam) yang dihubungi iMNews.id membenarkan, Minggu malam rapat panitia. (won-i1)