Ketika Publik “Terjebak” Asumsi Mataram Surakarta “Hanya” Sebatas Lembaga Kerajaan (seri 5 – habis)

  • Post author:
  • Post published:June 13, 2025
  • Post category:Budaya
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Ketika Publik “Terjebak” Asumsi Mataram Surakarta “Hanya” Sebatas Lembaga Kerajaan (seri 5 – habis)
PELESTARIAN JAMPI : Gusti Moeng saat mepresentasikan beberapa resep "Jampi Jawi" dari dokumen naskah pengetahuan tentang obat herbal aset Kraton Mataram Surakarta di depan 50-an tamunya dari Diaspora Suriname, belum lama ini. Dia adalah tokoh wanita Mataram masa kini yang pantas diapresiasi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Putri Narpa Kabupaten Ponorogo Sudah Terbentuk 2018, Kudus Berencana Membentuk

IMNEWS.ID – KALAU sederet nama tokoh wanita yang selama ini dimunculkan pada hari-hari besar nasional seperti saat tiba momentum “21 April” (Hari Kartini), “10 November” (Hari Pahlawan), “22 Desember”, “17 Agustus” (HUT RI) dan lainnya dimaknai sebagai lukisan dedikasi dan reputasi sang tokoh, sebenarnya masih bisa dievaluasi. Bahkan, bisa dikaji ulang.

Bukan hanya untuk memperjelas riwayat ketokohan figur yang dimaksud, tetapi juga untuk tujuan apa ketika menokohkannya? Kalau tujuannya untuk menggugah semangat generasi bangsa agar meneladani ketokohannya, apakah tidak sebaiknya disajikan secara lengkap riwayat lengkap yang ditokohkan?. Tujuan edukasi bangsa akan lebih bermakna jika disajikan “asal-usulnya”.

Riwayat “asal-usul” bisa menyangkut keluarga kecilnya, lingkungan keluarga besar dan era zaman saat sang tokoh “beraksi”, apalagi jika kemudian disebut “pahlawan”. Evaluasi dan kajian ulang itu sangat penting, karena masih ada banyak nama tokoh masa lalu yang banyak berjasa pada peradaban, luput dari perhatian, dipandang sebelah mata atau “dikubur” begitu saja.

Evaluasi dan kajian itu, tak hanya pada tokoh-tokoh yang muncul pada momentum pergerakan merintis kemerdekaan, tetapi harus dilihat dengan cermat dan jernih siapa saja tokoh yang “pantas dimaknai” muncul pada zaman-zaman perjalanan peradaban di Nusantara. Para tokoh wanitanya, tidak hanya RA Kartini, Dewi Sartika, Cut Nya Din, Christina Martatiyahohu saja.

BIDANG KEWANITAAN :Pengetahuan tentang Ngadi Sarira dan Ngadi Busana yang menjadi bagian dari pengetahuan tentang kewanitaan, adalah bidang yang menjadi bagian kapasitas ketokohan Gusti Moeng, kini. Selaku Ketua Putri Narpa Wandawa, dia adalah tokoh wanita Mataram yang pantas diteladani. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Tokoh bangsa dan tokoh pahlawan, tak baik hanya dibatasi yang beraktivitas pada sekitar pergerakan merintis kemerdekaan. Sebagai edukasi bangsa yang baik dan fair, negara harus bisa menampilkan secara utuh dan lengkap perjalanan bangsa dan negara ini sejak embriyo terbentuknya Nusantara sampai lahirnya NKRI, agar bangsa ini tidak “gamang” melihat dirinya sendiri.

Para tokoh wanita hebat dan “militan”, tak hanya sederet nama yang muncul saat menghadapi perubahan tatanan dunia di sekitar abad 19. Banyak nama tokoh wanita yang lebih hebat di bidang lain pada era dan zaman sebelumnya, “sengaja tidak ditampilkan” karena mungkin dianggap bukan tokoh di lingkaran zaman saat terjadi pergerakan merintis kemerdekaan.

Evaluasi dan kajian ulang perlu dilakukan kalau ada yang menganggap, bahwa tokoh penting bangsa apalagi disebut pahlawan, adalah mereka yang muncul di sekitar kelahiran NKRI, dari pra hingga pasca. Dan sikap bangsa yang memiliki sikap “bias gender” akibat keyakinannya, juga sangat tidak baik dalam rangka edukasi bangsa mengenai keteladanan tokoh leluhurnya.

Pada era zamannya Ratu Shima, Tri Buwana Tungga Dewi hingga Ratu Kalinyamat memang tidak berhadapan dengan situasi perubahan tatanan peradaban dunia. Seandainya mereka terlibat dalam peperangan seperti peperangan yang digambarkan heroik dalam “memerdekaan” tanah dan wilayahnya 250 “negara monarki” kecil di Nusantara, tidak berarti mereka bukan “pahlawan”.

BANYAK MAKNA : Karangan bunga berasal dari Pakasa Cabang Kudus yang menghiasi sekaligus menjadi penanda adanya peristiwa ultah ke-94 Putri Narpa Wandawa di Pendapa Sasanamulya, belum lama ini, punya banyak makna. Selain sebagai penanda, Pakasa Kudus juga bersimpati mengembangkan organisasi itu di wilayahnya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Ratu Kalinyamat baru beberapa tahun diakui dengan “sembunyi-sembunyi dengan agak malu” sebagai “Pahlawan Nasional”, setelah peran ketokohannya “terkubur” ratusan tahun. nama besar dan jasa-jasanya telah “dikubur” para “hatter” yang lebih menyukai kisah miring “fiktif” yang banyak disebarkan panggung-panggung ketoprak, padahal kisah positif yang luar biasa.

Selain sebagai pendiri Kabupaten Jepara, istri Pangeran Hadlirin atau kakak ipar Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya-Raja Kraton Pajang) itu, adalah Bupati Jepara pertama yang dilantik dan ditetapkan Sultan Trenggana, Raja Demak (abad 16). Selain itu, 10 prameswari Raja Mataram mulai zaman Panembahan Senapati hingga Sinuhun PB XI, adalah tokoh wanita hebat.

Permaisuri Sinuhun Amangkurat IV (1719-1729) yaitu Kanjeng Ratu Kentjana Kudus (puteri Bupati Kudus) dan permaisuri putra penerusnya, Sinuhun PB II yang bernama Ratu Mas Lamongan (putri Bupati Lamongan), adalah dua nama tokoh wanita yang banyak berperan dan berjasa pada proses pemindahan Ibu Kota Mataram dari Kartasura, dan pembangunan Ibu Kota baru di Surakarta.

Pembangunan seluruh infrasutruktur Ibu Kota Surakarta Hadiningrat seperti yang maih banyak bisa disaksikan di kawasan lebih 100 hektare dari Alun-alun Kidul hingga Tugu Pemandengan (depan Balai Kota Surakarta), banyak didukung dua tokoh wanita itu dan keluarga masing-masing. Kelengkapan infrastruktur itu, dilakukan secara bertahap oleh para tokoh penggantinya.

MENDAPAT PENGHARGAAN : Utusan Pakasa Cabang Kudus pada lomba “Ngadi Sarira” dan Ngadi Busana” yang digelar dalam rangka ultah ke-94 Putri Narpa Wandawa di Pendapa Sasanamulya, belum lama ini, adalah satu-satunya utusan resmi Pakasa cabang yang hadir dan mendapat penghargaan sebagai juara favorit. (foto : iMNews.id/Dok)

Dalam soal mendirikan semua sarana dan prasarana Ibu Kota “negara” Mataram Surakarta saja, ketokohan Ratu Kentjana Kudus dan Ratu Mas Lamongan itu, sudah sangat layak ditakar sebagai tokoh penting setara “Pahlawan”. Mereka adalah tokoh di balik sukses “bapak dan anak” pemimpin Mataram itu, apalagi Sinuhun PB II aktor intelektual pendiri Surakarta Hadiningrat.

Ketokohan Sinuhun Amangkurat IV (bapak) dan Sinuhun PB II (anak) apalagi dua tokoh prameswati-dalem yang selama ini namanya “dikubur” dalam-dalam, memang sulit dibandingkan dengan nama-nama yang muncul sebagai “pahlawan” di sekitar 9145. Tetapi, ada kearifan lokal “mikul dhuwur, mendhem jero” yang bisa menuntun untuk menentukan di mana mereka ditempatkan.

Dan fakta tentang eksistensi Putri Narpa Wandawa yang secara faktual lahir di era sekitar pergerakan merintis kemerdekaan,  menjadi sangat “tidak elok” kalau “ikut-ikutan dikubur”. Kalau yang selama ini terasa seperti itu faktnya, maka itu adalah cermin sikap apriori yang tidak elok dimiliki bangsa dan para pemimpin negara ini, karena sangat merugikan “dirinya”.

“Diri” bangsa ini akan rugi jika terus-menerus memelihara sikap apriori, karena terus-menerus “dicekoki” sifat-sifat iri-dengki dan apriori terhadap semua yang berkait dengan masa lalu bangsa ini. Karena, bagaimana generasi sekarang dan kelak jika menerima pertanyaan dari mana asal-usul bangsa ini?, karena tidak mungkin “mlethek (muncul) dari kayu” atau “watu”.

SATU-SATUNYA : Rombongan utusan Pakasa Cabang Kudus 4 di antaranya perempuan dan di dalamnya ada istri KRRA Panembahan Didik Singonagoro (Ketua Pakasa Kudus), adalah satu-satunya utusan yang mewakili Pakasa cabang dan satu-satunya Pakasa cabang yang peduli memberi penanda momentum peristiwa penting itu. (foto : iMNews.idDok)

Edukasi dan informasi tentang masa lalu yang bermanfaat bagi peradaban kini dan kelak, justru perlu terus dilakukan dengan penuh kesadaran. Upaya Gusti Moeng bersama seluruh jajaran Bebadan Kabinet 2004 terus mendorong kebangkitan semua elemen organisasi untuk merawat peradaban, perlu terus didukung. Karena sangat mungkin, dari situ akan lahir tokoh wanita baru.

Berkait dengan itu, KRRA Panembahan Didik Singonagoro (Ketua Pakasa Cabang Kudus) berminat ingin membentuk pengurus cabang Putri Narpa Wandawa Kudus, juga perlu didorong, begitu pula Pakasa Cabang Jepara. Karena, warga Putri Narpa Boyolali dan Klaten sudah ada, bahkan pengurus Putri Narpa Cabang Ponorogo yang dipimpin Siti Robani SPd sudah eksis sejak tahun 2028. (Won Poerwono – habis/i1)