Mempesona di Kampus ISI Surakarta, Membanggakan di Bangsal Smarakata
SURAKARTA, iMNews.id – Walau kebanyakan publik secara luas masih memandang “sinis” pada Kraton Mataram Surakarta sampai detik ini, tetapi kraton masih bisa memberi pesona positif yang mengedukasi dengan kekuatan potensi seni budayanya. Di depan ribuan mata yang memadati Pendapa Kampus ISI Surakarta, Kentingan, Jebres, tim kesenian kraton tampil mengesankan.
Tari Srimpi Lobong yang hanya dimiliki Kraton Mataram Surakarta, begitu pula fragmen tari Kusumayuda yang juga koleksi kraton, ditampilkan di hadapan publik untuk memeriahkan peringatan Hari Tari Dunia (HTD) ke-19 tahun 2025. Tampil di pendapa sekitar pukul 21.00 WIB, kedua repertoar itu mendapat applaus para penonton karena pesona yang ditebar tim.

Pesona yang ditebas bukan hanya sajian tari Srimpi Lobong dan fragmen tari Kusumayuda yang menjadi karya sejarah perjalanan Kraton Mataram Surakarta saja, tetapi karena proses penyajian tari itu disertai prosesi ritual yang mengawali. Karena untuk menghadirkan rebab gading Kiai Mangunsih dan Kiai Mangunharjo ke lokasi pentas, ada upacara adat yang harus dilakukan.
Masuknya prosesi iring-iringan sejumlah abdi-dalem membawa rebab dengan uba-rampe ritual ke lokasi gamelan iringan pentas, tentu menarik perhatian para penonton. Hal unik yang menjadi adat di kraton inilah, yang menarik perhatian dan menambah pesona tampilnya tim kraton, karena hal-hal seperti itu nyaris tidak ada untuk semua tari sajian HTD ke-19 itu.

Seperti saat tampil di bangsal Smarakata, sebelum tim sajian kraton diboyong ke kampus ISI, Kentingan, Jebres, Surakarta, di akhir pertunjukan sajian fragmen tari Kusumayuda dilakukan foto bersama. Gusti Moeng lebih dahulu menyalami para penari dan mengambil posisi di tengah, untuk memberi hormat kepada seluruh penonton bersama para penari Srimpi Lobong.
Seperti yang ditampilkan di Bangsal Smarakata pula, tari Srimpi Lobong karya Sinuhun PB VIII (1857-1861) menjadi sajian pertama berdurasi sekitar 50 menit. Catatan KPP Nanang Soesilo Sindoeseno Tjokronagoro dari buku “Sinuhun Sugih” (RM Soemantri Soemosapoetro), syair gendhing Lobong sudah diciptakan sejak Sinuhun PB V (1820-1823).

Sajian kedua, adalah fragmen tari Kusumayuda berdurasi sekitar 30 menit. Pementasan kedua repertoar tari itu di Bangsal Smarakata mulai pukul 19.00 WIB hingga pukul 20.20 WIB juga sangat membanggakan. Karena, kedua karya seni aset khas kraton itu ditampilkan di lingkungan yang menjadi habitatnya sendiri, yaitu “panggung” di ruang Bangsal Smarakata.
Ada sekitar 300 penonton yang menyaksikan pementasan tari untuk memeriahkan HTD ke-19 tahun 2025, Selasa malam (29/4) semalam. Padahal, dari awal Gusti Moeng hendak menyiapkan sekitar 150 kursi agar kalangan kerabat bisa menikmati dan mencermati kekayaan para leluhurnya sendiri. Tetapi animo masyarakat dari luar sangat besar, kursi ditambah sampai 300-an.

Gusti Moeng tampak semakin mengurangi langkah untuk mengambil posisi paling tepat belakangan ini, sedikit demi sedikit. Itu kelihatan sekali saat hadir sebagai pejabat Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA yang cukup memantau jalannya proses pertunjukan “Konser Klenengan” yang “diisi tarian”, Senin malam (27/4), tetapi juga dipersembahkan untuk peringatan HTD.
Semalam, walau hadir untuk memberi sambutan dan berfoto bersama dengan seluruh penari, dia lebih memposisikan diri sebagai penanggung-jawab acara yang ingin tetap “tut-wuri handayani”. Applaus meriah diberikan penonton terhadap semua sajian seni yang “mahal” itu, apalagi semua kelengkapannya adalah aset kraton yang tatacaranya sesuai adat kraton. (won-i1)