Tari Srimpi Lobong dan Fragmen Kusumayuda, Sajian Kraton untuk HTD ke-19

  • Post author:
  • Post published:April 30, 2025
  • Post category:Budaya
  • Reading time:4 mins read
You are currently viewing Tari Srimpi Lobong dan Fragmen Kusumayuda, Sajian Kraton untuk HTD ke-19
SAJIAN ATRAKTIF : Sajian tari Kusumayuda yang mengisahkan patriotisme Raden Gatutkaca dan adiknya, Raden Abimanyu saat menghadapi segerombolan "pengacau" yaitu Kala Marica dan wadyabala raksasa, adalah sajian atraktif dan mengesankan, sebagai partisipasi kraton untuk memeriahkan HTD ke-19 tahun 2025, semalam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Mempesona di Kampus ISI Surakarta, Membanggakan di Bangsal Smarakata

SURAKARTA, iMNews.id – Walau kebanyakan publik secara luas masih memandang “sinis” pada Kraton Mataram Surakarta sampai detik ini, tetapi kraton masih bisa memberi pesona positif yang mengedukasi dengan kekuatan potensi seni budayanya. Di depan ribuan mata yang memadati Pendapa Kampus ISI Surakarta, Kentingan, Jebres, tim kesenian kraton tampil mengesankan.

Tari Srimpi Lobong yang hanya dimiliki Kraton Mataram Surakarta, begitu pula fragmen tari Kusumayuda yang juga koleksi kraton, ditampilkan di hadapan publik untuk memeriahkan peringatan Hari Tari Dunia (HTD) ke-19 tahun 2025. Tampil di pendapa sekitar pukul 21.00 WIB, kedua repertoar itu mendapat applaus para penonton karena pesona yang ditebar tim.

FAKTOR LINCAH : Walau disajikan di Bangsal Smarakata, lingkungan kraton, fragmen tari Kusumayuda yang menampilkan sosok “Buta Cakil” Kala Marica, faktor lincahnya “juru beksa” (penari) tak boleh diabaikan, karena menjadi unsur itu menjadi bumbu daya tarik pertunjukan jenis tari itu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Pesona yang ditebas bukan hanya sajian tari Srimpi Lobong dan fragmen tari Kusumayuda yang menjadi karya sejarah perjalanan Kraton Mataram Surakarta saja, tetapi karena proses penyajian tari itu disertai prosesi ritual yang mengawali. Karena untuk menghadirkan rebab gading Kiai Mangunsih dan Kiai Mangunharjo ke lokasi pentas, ada upacara adat yang harus dilakukan.

Masuknya prosesi iring-iringan sejumlah abdi-dalem membawa rebab dengan uba-rampe ritual ke lokasi gamelan iringan pentas, tentu menarik perhatian para penonton. Hal unik yang menjadi adat di kraton inilah, yang menarik perhatian dan menambah pesona tampilnya tim kraton, karena hal-hal seperti itu nyaris tidak ada untuk semua tari sajian HTD ke-19 itu.

PERAN MAESTRO : Sebagai seorang maestro seni tari satu-satunya yang dimiliki Kraton Mataram Surakarta, kini, Gusti Moeng mutlak harus hadir dan tampil “mrantasi gawe” dalam posisi apa saja. Termasuk sebagai juru keprak pada sajian tari Srimpi Lobong yang dipersembahkan untuk memeriahkan HTD ke-19, semalam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Seperti saat tampil di bangsal Smarakata, sebelum tim sajian kraton diboyong ke kampus ISI, Kentingan, Jebres, Surakarta, di akhir pertunjukan sajian fragmen tari Kusumayuda dilakukan foto bersama. Gusti Moeng lebih dahulu menyalami para penari dan mengambil posisi di tengah, untuk memberi hormat kepada seluruh penonton bersama para penari Srimpi Lobong.

Seperti yang ditampilkan di Bangsal Smarakata pula, tari Srimpi Lobong karya Sinuhun PB VIII (1857-1861) menjadi sajian pertama berdurasi sekitar 50 menit. Catatan KPP Nanang Soesilo Sindoeseno Tjokronagoro dari buku “Sinuhun Sugih” (RM Soemantri Soemosapoetro), syair gendhing Lobong sudah diciptakan sejak Sinuhun PB V (1820-1823).

KHAS KRATON : Tari rumpun “Srimpi” yang sudah menjadi milik masyarakat di luar kraton, sangat banyak, walau kini sudah tidak dikenal kalangan generasi muda. tetapi, tari Srimpi Lobong yang disajikan di Bangsal Smarakata untuk memeriahkan peringatan HTD ke-19 tahun 2025, semalam, hanya satu, khas milik kraton. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sajian kedua, adalah fragmen tari Kusumayuda berdurasi sekitar 30 menit. Pementasan kedua repertoar tari itu di Bangsal Smarakata mulai pukul 19.00 WIB hingga pukul 20.20 WIB juga sangat membanggakan. Karena, kedua karya seni aset khas kraton itu ditampilkan di lingkungan yang menjadi habitatnya sendiri, yaitu “panggung” di ruang Bangsal Smarakata.

Ada sekitar 300 penonton yang menyaksikan pementasan tari untuk memeriahkan HTD ke-19 tahun 2025, Selasa malam (29/4) semalam. Padahal, dari awal Gusti Moeng hendak menyiapkan sekitar 150 kursi agar kalangan kerabat bisa menikmati dan mencermati kekayaan para leluhurnya sendiri. Tetapi animo masyarakat dari luar sangat besar, kursi ditambah sampai 300-an.

KEKAYAAN KRATON : Berbagai jenis tarian yang kini banyak dikenal, adalah visualisasi kisah yang tertulis dalam naskah pedalangan milik kraton Serat Pustaka Raja Purwa dan sebagainya yang disebut “pethilan”, fragmen tari dan dramatari. Seperti fragmen Kusumayuda yang digelar di Bangsal Smarakata, semalam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Gusti Moeng tampak semakin mengurangi langkah untuk mengambil posisi paling tepat belakangan ini, sedikit demi sedikit. Itu kelihatan sekali saat hadir sebagai pejabat Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA yang cukup memantau jalannya proses pertunjukan “Konser Klenengan” yang “diisi tarian”, Senin malam (27/4), tetapi juga dipersembahkan untuk peringatan HTD.

Semalam, walau hadir untuk memberi sambutan dan berfoto bersama dengan seluruh penari, dia lebih memposisikan diri sebagai penanggung-jawab acara yang ingin tetap “tut-wuri handayani”. Applaus meriah diberikan penonton terhadap semua sajian seni yang “mahal” itu, apalagi semua kelengkapannya adalah aset kraton yang tatacaranya sesuai adat kraton. (won-i1)