Bregada Prajurit Jadi 13, Karena PB VI Jadi “Sponsor” Pangeran Diponegoro
IMNEWS.ID – WALAU dalam beberapa dokumen manuskrip sejarah terutama buku “Sinuhun Sugih” disebut KPP Nanang Soesilo Sindoeseno Tjokronagoro proses kekaryaan Sinuhun PB IV dilakukan bersama putra mahkotanya (iMNews.id, 20/4), tetapi dalam catatan soal sistem Hankam yang dimiliki KRT Darpo Arwantodipuro tidak disebut secara khusus untuk Sinuhun PB V.
Dalam catatan perkembangan aset sistem Hankam berupa prajurit itu, setelah Sinuhun PB IV (1788-1820), “melompat” langsung ke Sinuhun PB VI (1823-1830) bukan Sinuhun PB V (1820-1823). Yang ada dalam catatan itu Sinuhun PB VI (bukan PB V-Red) yang melipat-gandakan pasukannya menjadi 13 bregada, sementara PB V tidak muncul dalam catatan karena berbagai alasan.
Beberapa alasan rasional antara lain, karena masa jumeneng nata sebagai Sinuhun PB V sangat singkat, yaitu 3 tahun (1820-1830). Singkatnya masa tahta, menjadi ilustrasi sangat menarik untuk digali alasan-alasan penyebabnya untuk menambah pengetahuan. Karena karyanya sangat banyak, negara dalam kondisi aman, damai dan “stabilitas nasional” terjaga dengan baik.
Alasan lain yang rasional, karena memang tidak ditampilkan dalam catatan alias tidak dicatat karena beberapa alasan di atas. Pada gilirannya, situasi zaman PB V yang singkat dan terlukis tanpa catatan aset kekuatan Hankam, bisa diasumsikan tetap mempertahankan apa yang ditinggalkan ayahandanya, Sinuhun PB IV, yaitu hanya memiliki 4 bregada prajurit.

Itupun masih bisa dianalisis, kemungkinan juga masih ada beberapa bregada prajurit peninggalan eyagngnya (Sinuhun PB III) yang digunakan tetapi belum muncul dalam catatan. Dan kemungkinan masih menggunakan Bregada prajurit Talangpati, Prawiteng, Mijipinilih dan Prajurit Jayengastra peningalan ayahandanya (PB IV), tetapi juga belum muncul dalam catatan.
Ketika tahta beralih ke tangan Sinuhun PB VI, 13 bregada prajurit yang dimiliki adalah Wirabraja, Daeng, Kawandasa, Djayakriya, Prawiratama, Ketanggung, Mantri Lebet, Langen Astra, Nyutra (Panyutra-Red), Miji Pinilih Pranakan, Dragonder, Wadana Gedhog dan Bregada Prajurit Suranata. Sebagian besar dari 13 bregada ini, berbeda dengan nama prajurit sebelumnya.
Perbedaan nama bregada prajurit dan jenis sesuai kapasitas kemampuannya, benar yang dikaakan KRT Darpo Arwantodipuro dan KP Budayaningrat. Karena, tiap Raja Mataram yang jumeneng nata, punya “hak prerogatif” untuk menggunakan pertimbangan strategis berdasar kebutuhan saat itu. Sehingga, jenis bregada prajurit dan jumlah personel yang dibutuhkan berbeda-beda.
Salah satu pertimbangan berdasar kebutuhan itu, adalah ketersediaan “APBN” dan situasional stabilitas Hankam saat sanga Raja jumeneng. Berdasar inilah, maka ketika Sinuhun PB VI “meningkatkan” kekuatan sistem Hankam menjadi 13 bregada prajurit, patut dipahami bahwa ketika itu situasi “stabilitas keamanan nasional” sedang genting/terancam.

Situasi dan kondisi yang dilukiskan dalam data itu menjadi rasional, karena berkait dengan data tentang peperangan yang dilakukan Pangeran Diponegoro antara 1825-1830. Meskipun peperangan itu terkesan hanya untuk “membranding”-nya sebagai contoh “Pahlawan”, tetapi faktanya ada banyak data yang menyebut tentang pertemuannya dengan Sinuhun PB VI.
Peneliti dari Lokantara Pusat di Joga, Dr Purwadi pernah menyebutkan, peperangan yang diklaim sebagai citra kepahlawanan Pangeran Diponegoro itu dibiayai atau “disponsori” Sinuhun PB VI, Raja Kraton Matara Surakarta. Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA punya data, Pangeran Diponegoro pernah “berunding” di kraton “selama” perang terjadi.
Sebagai ilustrasi, ada dua titik lokasi yang pernah dijadikan tempat berunding Pangeran Diponegoro dengan Sinuhun PB VI. Yaitu di tengah hutan (lindung) Krendawahana, kini masuk Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar yang dijadikan pusat ritual Sesaji Mahesa Lawung. Kemudian di pesanggrahan dekat Simpang PB VI di objek wisata Selo, Kabupaten Boyolali.
Kedekatan Pangeran Diponegoro dan Sinuhun PB VI pasti ada alasan yang sangat rasional, hingga bekerjasama, membiayai atau menyeponsori. Bahkan, dua kelompok tokoh ini akhirnya sama-sama ditangkap Belanda dan dibuang jauh ke luar Jawa. Akibat itu pula, Sinuhun PB VI sebagai Raja dianggap paling bersalah (aktor intelektual) dan wafat karena ditembak kepalanya.

Ketika dianalisis lebih jauh, catatan tentang Sinuhun PB VI yang “meningkatkan” kekuatan Hankamnya menjadi 13 Bregada Prajurit sangat rasional. Semua nama bregada itu pasti memiliki makna yang tidak jauh dari fungsi dan tugas masing-masing bekait situasi dan kondisi yang berlangsung. Namun KP Budayaningrat dan KRT Darpo belum menyertakan catatan soal itu.
Dalam situasi genting karena ada perang, juga menjadi rasional ketika pos-pos anggaran di APBN dikonsentrasikan untuk memperkuat Hankamnya. Para tokoh pentingnyapun termasuk Sinuhun PB VI, jelas tak mungkin sempat “berkarya seni”, tapi sibuk membantu Pangeran Diponegoro, bahkan nyawanya dipertaruhkan, wafat ditembak Belanda sekeluar dari “penjara”.
Karena APBN-nya dikonsentrasikan untuk membiayai Hankam dan logistik peperangan, maka sangat wajar semasa Sinuhun PB VI jumeneng nata, nyaris tidak ada karya fisik dan nonfisik. Walau Raja berganti-ganti dalam waktu panjang atau pendek, tetapi karya-karya sastra tetap lahir karena sejak zaman Mataram Kartasura, sudah “aset” Pujangga Kyai Jasadipoera I.
Bahkan, sejak Sinuhun PB IV dan PB V juga lahir karya-karya besar di bidang sastra, karena kraton punya Pujangga RNg Rangawarsita. Karya-karyanya sangat memperkaya literasi Kraton Mataram Surakarta, yaitu seni pedalangan, budaya dan spiritual religi, termasuk kontribusinya pada (terjemahan) “Kur’an Jawi”, Serat Wulangreh, Serat Tjenthini dan sebagainya.

Sebenarnya, 13 nama bregada prajurit yang dimiliki Sinuhun PB VI itu sangat menarik untuk dijelaskan makna di balik nama dan fungsi tugas masing-masing bregada. Karena, akan memperkaya pengetahuan publik tentang aset Hankam yang dimiliki Kraton Mataram Surakarta, dari waktu ke waktu. Tetapi, dua sumber di atas belum menunjukkan catatan khususnya soal itu.
Selain itu, dari dua sumber di atas, juga tidak menunjukkan catatan aset gregada prajurit kraton zaman Sinuhun PB VII (1830-1858) hingga Sinuhun PB IX (1861-1893). Tetapi KP Budayaningrat yang mencermati Serat Sri Radya Laksana, menyebut bahwa zaman Sinuhun PB X (1893-1939) adalah Raja yang “kaya-raya”, di antaranya punya 16 bregada prajurit. (Won Poerwono – bersambung/i1)