Diminta Grup “Kafari”, Rutenya Keliling Desa Margorejo (Dawe) untuk “Perkenalkan” Kembali Budaya Jawa
KUDUS, iMNews.id – Pengurus Pakasa Cabang Kudus akan kembali menggelar kirab budaya untuk menyambut datangnya bulan Ruwah Tahun Je 1958 yang diberi tema “Mapag Wulan Ruwah”, untuk kali keempat di tahun 2025 ini. Tetapi, kirab budaya dan ritualnya akan berlangsung di Desa Margorejo, Kecamatan Dawe, karena hajadan ini diminta grup “Kafari” warga Pakasa di situ.
“Jadi, untuk tahun 2025 ini, kirab budaya dan ritual ‘Mapag Wulan Ruwah’ diminta grup Kafari. Enggak apa-apa, katanya gantian. Karena, grup Kafari singkatan nama dari Kardiyanto, Fajar dan Riyan. Mereka adalah santri Majlis Taklim kami, juga warga Pakasa. Ketiganya membentuk usaha bernama Grup Kafari, yang sampai sekarang alhamdulillah lumayan berhasil”.
“Kirab dan ritualnya diboyong ke ‘markas’ atau bengkel kerja grup Kafari di Desa Margorejo, Kecamatan Dawe. Karena mereka ingin memperkenalkan kegiatan pelestarian Budaya Jawa yang bernuansa religi (Islam) kepada masyarakat di sana. Siapa tahu, dari daya tarik kirab, ada warga yang ingin bergabung ke Pakasa,” ujar KRRA Panembahan Didik Gilingwesi, tadi pagi.
Ketua Pakasa Cabang Kudus yang berubah gelar sesebutan menjadi KRRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Singonagoro, dalam perbincangannya dengan iMNews.id melukiskan, ritual “Mapag Wulan Ruwah” merupakan salah satu cara mengembangkan organisasi Pakasa Cabang Kudus. Karena dirinya sudah berjanji untuk menggeluti pelestarian Budaya Jawa, secara total.
Pengurus Pakasa Cabang Kudus yang baru resmi berdiri sekitar 4 tahun, nyaris tak memiliki kegiatan andalan yang bisa dijadikan basis pengembangan organisasi maupun kegiatan riil pelestarian Budaya Jawa yang bersumber dari kraton. Karena, hampir semua yang berkait dengan eksistensi Sunan Kudus, sudah ditangani pengurus yang dibentuk yayasan pengelolanya.
Sementara, KRRA Panembahan Didik Gilingwesi berada di luar yayasan dan pengurus bentukan para anggota trah keturunan Sunan Kudus, meskipun dirinya juga salah seorang trah generasi ke-14 dari jalur Panembahan Makaos. Hingga kini banyak kegiatan ritual religi dan operasional “Taman Menara, Masjid Agung dan Makam Sunan Kudus” yang dikelola yayasan.
“Sangat mungkin, termasuk makam Pangeran Puger di Desa Demaan, Kecamatan Kota, Jalan Pangeran Puger No 16 itu juga didukung yayasan Sunan Kudus. Karena, pernah ada utusan pengurus makam Pangeran Puger, datang ke rumah memberitahukan bahwa pengurus makam akan berdialog dan bekerjsama dengan Pakasa. Kok sampai sekarang tidak ada kabarnya”.
“Setelah itu saya dengar, pengurus makam menggelar haul Pangeran Puger, tetapi dibantu yayasan Sunan Kudus. Kabarnya seperti itu, entah benar atau tidak, saya tidak tahu. Yang jelas, Pakasa siap berdialog dan bekerjasama. Tetapi kalau sudah bisa berjalan sendiri, ya tidak apa-apa. Itu malah baik,” jelas Ketua Pengurus Makam Kyai Glongsor itu.
Dengan tidak jelasnya rencana kerjasama pengurus makam Pangeran Puger itu, KRRA Panembahan Didik mengaku, praktis Pakasa Cabang Kudus tidak punya simbol peninggalan leluhur yang bisa dijadikan kegiatan andalan. Misalnya ritual haul yang bisa diangkat menjadi event, seperti yang banyak dimiliki Pakasa Cabang Pati, Ponorogo, Sragen, Grobogan dan sebagainya.
Tetapi, Pakasa Cabang Kudus punya cara tersendiri untuk mengembangkan Pakasa, melestarikan Budaya Jawa dan menambah destinasi wisata religi di Kabupaten Kudus. Yaitu dengan merintis ritual dihiasi kirab budaya untuk menyambut bulan Ruwah, bertema event “Mapag Wulan Ruwah”, sebagai tradisi masyarakat Jawa menjelang “nyadran” (ziarah) dan “bersih kubur”.
Dan selain itu, peninggalan Kyai Glongsor atau KRT Prana Kusumadjati yang berupa makam dan beberapa pusaka seperti terompet, kini semakin menarik perhatian publik dan berpotensi menjadi event luar biasa karena peristiwa “ketelisutnya”. KRRA Panembahan Didik selaku trah Kyai Glongsor yang berasal dari Sunan Kudus itu, sedang menatanya menjadi event besar.
“Kemarin sudah dikumpulkan semua peninggalan yang ditemukan, dan kami siapkan untuk event khusus bertema Kyai Glongsor tahun 2026. Yang terdekat, bisa dimasukkan dalam event kirab ritual ‘Mapag Wulan Ruwah’ di markas Grup Kafari, Minggu, 23 Februari nanti. Semua pusaka peninggalan Kyai Glongsor atau pusaka Pakasa Kudus, akan dikeluarkan,” jelasnya lagi.
Disebutkan, kirab “Mapag Wulan Ruwah” nanti akan didukung 800-an santri tiga Majlis Taklim milik KRRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Singonagoro yang sekaligus dipimpinnya. Bahkan, bisa tembus seribuan yang akan mengikuti kirab, karena masih banyak santri, keluarga dan warga sekitar Desa Margorejo, yang mungkin ingin ikut menempuh rute kirab 4 KM itu.
Kirab keliling sebagian Desa Margorejo dengan jarak rute tergolong tingan tapi ideal itu, diupayakan memperlihatkan simbol-simbol Budaya Jawa semaksimal mungkin, yaitu berbusana adat Jawa, bahkan berkalung samir. Selain dukungan para santri dan anggota Pakasa yang besar, semua pusaka akan dikeluarkan yaitu 3 keris batu, keris dan pedang tinatah emas.
Ada lebih 100 songsong bersusun khas simbol Pakasa Cabang Kudus akan dikeluarkan, juga tiga Alqur’an berukuran jumbo dari bahan daun siwalan, pelepah batang pohon murbei dan dari bahan “daluwang” (kertas) berusia puluhan tahun, akan dikeluarkan. Tidak ketinggalan, 5 replika keris berbahan logam berukuran 3-6 meter dan terompet pusaka Kyai Glongsor. (won-i1)