Mungkinkah Besalen-besalen di Kudus “Memasok” Senjata dan Gamelan Sampai Sinuhun PB IV?
IMNEWS.ID – HINGGA kini memang belum ada studi penelitian yang secara khusus menggali informasi dan fakta sejarah soal keberadaan pusat kekuasaan “negara” di satu sisi, yang bisa dibatasi mulai dari Mataram Islam di Kartasura sampai Mataram Islam di Surakarta saja, kemudian ada besalen yang memproduksi berbagai kebutuhan “negara” di sisi lain.
Karena negara punya aparat kekuasaan di daerah yang disebut pemerintahan kabupaten, maka diasumsikan keberadaan berbagai besalen jenis dipastikan juga untuk mengakomodasi segala kebutuhan aparatur pemerintahan di tingkat itu. Mungkin bisa berupa gamelan dalam porsi kecil/ringkas atau simbolik seperti gong, atau berbagai jenis senjata tradisional.
Dalam kebutuhan seperti itu, maka hampir di setiap kabupatan pada zaman “negara” Mataram tak hanya diasumsikan ada (besalen) industri di bidang persenjataan, tetapi juga peralatan pertanian. Bahkan ada besalen gamelan, karena hampir di semua wilayah kedaulatan Mataram adalah daerah pertanian, punya tradisi menggelar wayang kulit di saat panen raya.
![](https://imnews.id/wp-content/uploads/2025/01/5aempumodern2-won-slo.jpg)
Berdasar analisis kritis atas data-data itu, maka di wilayah Kabupaten Kudus sangat dimungkinkan juga memiliki besalen gamelan selain besalen Tosan Aji (senjata tradisional). Keberadaan jumlah besalen itu mungkin juga sangat tergantung permintaan produk, tetapi sangat dimungkinkan lebih banyak besalen Tosan Aji dibanding besalen gamelan.
Tetapi karena tingkat kemampuan (modal) dan tradisi industri di Kudus jauh lebih dulu mapan dan kuat dibanding daerah-daerah lain di wilayah Mataram, maka sangat mungkin jumlah besalen Tosan Aji dan gamelan lebih banyak dibanding daerah lain. Dan yang patut dicatat, sangat mungkin besalen-besalen di Kudus bisa bertahan lebih lama dibanding daerah lain.
Analisis lebih jauh bisa membuka fakta tentang kemungkinan, besalen-besalen di Kudus diduga bisa bertahan ratusan tahun melayani kebutuhan “negara” dan masyarakat, dari zaman Kraton Demak (abad 14-15) hingga zaman Mataram Surakarta, bahkan sampai zaman Sinuhun PB IV jumeneng nata (1788-1820). Sebab ada faktor Kanjeng Ratu Kentjana yang mengawal anak-cucunya.
![](https://imnews.id/wp-content/uploads/2025/01/5aempumodern3-won-slo.jpg)
Kanjeng Ratu Kentjana yang dimaksud adalah putri Adipati Tirtakusuma, pejabat Bupati Kudus. Trah darah-dalem keturunan Sunan Kudus ini adalah mertua Sinuhun Amangkurat Jawi atau Amangkurat IV (1719-1727). Dari perkawinan trah Mataram dan trah Kudus itu, lahirlah Sinuhun Paku Buwana II (1727-1749) yang jumeneng nata di dua Ibu Kota, Kartasura dan Surakarta.
Walau ditinggal wafat Sinuhun Amangkurat IV dalam usia yang masih muda (40-an tahun-Red), sang permaisuri (garwa prameswari) Kanjeng Ratu Kentjana Kudus tetap mengawal putra mahkota yang naik tahta sebagai PB II di Kraton Mataram Kartasura (1727-1745). Ibunda juga tetap mengawal “kebutuhan logistik” kraton saat pindah di Surakarta (1745-1749).
Dari hasil kajian sejarah Dr Purwadi (Ketua Lokantara Pusat-Jogja), Kanjeng Ratu Kentjana Kudus masih mengawal saat sang cucu, putra mahkota jumeneng nata Sinuhun PB III (1749-1788). Untuk menuntaskan pekerjaan utama membangun Surakarta sebagai Ibu Kota Mataram Islam, Kanjeng Ratu Kentjana tetap mendukung keperluan logistik cucunya, yaitu Sinuhun PB III.
![](https://imnews.id/wp-content/uploads/2025/01/5aempumodern4-won-slo.jpg)
Dukungan material, moral dan spiritual yang diberikan Kanjeng Ratu Kentjana Kudus itulah yang sangat mungkin melibatkan segenap kekuatan yang dimiliki diri dan keluarga besar Adipati Tirtakusuma. Pengerahan segala kekuatan terutama logistik inilah, sangat dimungkinkan termasuk melibatkan produk beberapa besalen senjata dan gamelan yang ada di Kabupaten Kudus.
Dari “Serat Cebolek” yang ditulis Kyai Jasadipoera (1748), disebut Dr Purwadi ada peran penting dan utama tokoh Kyai Glongsor yang beranama asli KRT Prana Kusumadjati. Tokoh trah darah-dalem Sunan Kudus ini, adalah salah satu pengawal andalan Kanjeng Ratu Kentjana Kudus, untuk mengamankan penuntasan pembangunan Kraton Mataram Surakarta hingga PB III.
Karena begitu besar kebutuhan logistik peralatan “negara” untuk menata/pengisi sarana infrastruktur Ibu Kota Surakarta, juga infrastruktur aparat pemerintahan di daerah (kabupaten), sangat mungkin pasokannya didapat Kanjeng Ratu Kentjana dari daerah asal keluarganya yaitu Kudus. Karena faktanya, daerah ini kaya potensi industri besalen senjata dan gamelan.
![](https://imnews.id/wp-content/uploads/2025/01/5aempumodern5-won-slo.jpg)
Data-data hasil analisis sejarah perjalanan dan peran besalen di Kabupaten Kudus itu, bisa dihubungkan dengan sejarah saat Sinuhun PB IV jumeneng nata (1788-1820). Walau Kanjeng Ratu Kentjana diperkirakan sudah wafat di usia 90-an saat sang cicit (PB IV) itu bertahta, tetapi kebutuhan logistik senjata dan gamelan masih tinggi, bahkan terhitung produktif.
Sebab, dalam buku “Sinuhun Sugih” yang ditulis RM Soemantri Soemosapoetro, salah seorang trah darah-dalem Sinuhun PB V sekaligus PB X, KPP Nanang Soesilo Sindoeseno Tjokronagoro menyebut, pada masa Sinuhun PB IV bersama sang putra mahkota Adipati Anom sama-sama aktif berkarya. Keduanya sangat produktif dalam karya gamelan, keris dan gending-gending Sekaten.
Seorang abdi-dalem yang juga intelektual kampus FKIP UNS, Dr KRT Joko Daryanto menyebut di kampung Kemlayan kawasan Nonongan, Kota Surakarta, terlacak pernah ada besalen gamelan besar yang diyakini menyediakan kebutuhan kraton. Karena, pada zaman Sinuhun PB IV, gamelan Sekaten Kiai Guntur Sari dibuat lagi untuk melengkapi Kiai Guntur Madu. (Won Poerwono -bersambung/i1)