Ironi Surakarta, Justru Dipenuhi Nama-nama Tokoh “Pahlawan yang Tak Dikenal” (seri 7 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:November 18, 2024
  • Post category:Budaya
  • Reading time:8 mins read
You are currently viewing Ironi Surakarta, Justru Dipenuhi Nama-nama Tokoh “Pahlawan yang Tak Dikenal” (seri 7 – bersambung)
KURANG BERUNTUNG : Sinuhun PB XII adalah Raja sekaligus pemimpin yang kurang beruntung. Karena, hampir semasa jumeneng nata (1945-2004), diri, keluarga, masyarakat adat dan lembaga Kraton Mataram Surakarta mengalami penuh penderitaan sebagai risiko menggabungkan kraton ke dalam NKRI. Pahlawankah dia? (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

 “Pageblug Kepemimpinan” Jadi Karya PB XIII, Sinuhun PB XIV yang Akan Mengatasinya

IMNEWS.ID – RAJA-RAJA Mataram mulai Sinuhun Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma yang menjadikan “negara” Mataram sebagai negara Islam (1613-1645), adalah tokoh penting pemimpin negara, pemerintahan, adat, agama dan pemimpin peradaban berkelas dunia. Sifat kepemimpinan yang lengkap dan berat itu, “wajib” dimiliki para penerusnya hingga Mataram Surakarta.

Mungkin saja karena pengaruh besar geo-sosial, politik, budaya dan sebagainya sejak “penggabungan” eks “negara” Mataram Surakarta ke NKRI pada peristiwa 17/81945, Sinuhun PB XII dan bekas “negaranya” benar-benar teguncang hebat. Guncangan secara psikologis dan kebatinan, tentu dirasakan paling berat dan besar, hingga ada sifat kepemimpinan yang “terlepas”.

PENUH PAHLAWAN : Di ruang tamu Kori Sri Manganti dihiasi foto para pemimpin atau Raja Mataram Surakarta. Hampir semuanya tokoh penting yang memiliki semua sifat kepemimpinan “negara” Mataram Islam secara lengkap, kecuali satu yang “cacat permanen”. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Lepasnya sebagian sifat kepemimpinan yang berkaitan dengan suasana psikologis dan spiritual kebatinan, sangat manusiawi dan sangat bisa dimaklumi apabila sampai mengganggu suasana spiritual religi kelembagaan Kraton Mataram Surakarta di masa-masa sulit di awal kepemimpinan Sinuhun PB XII. Bahkan, suasana itu dialaminya sampai 30-an tahun setelah 1945.

“Lepasnya” salah satu sifat kepemimpinan pada masa-masa sulit di awal republik hingga 30-an tahun kemudian, tentu oleh banyak faktor yang timbul akibat “hilangnya” beberapa kedaulatan terutama kedaulatan politik dan ekonomi. Dan sifat kepemimpinan itu bisa lepas, karena “dibedolnya” simbol cirikhas Islam kelembagaan di bidang agama beserta SDM-nya.

“Karena departemen dan sistem tatalaksana negara sebagai ciri Islam itu diambil begitu saja oleh NKRI, maka simbolnya seakan hilang, cirinya juga tidak tampak lagi. Karena, semua SDM departemen agama juga diambil sejak 1945 NKRI berdiri.  
Tetapi, sekarang pelan-pelan kami kembalikan dari sedikit. Tentu tidak bisa semuanya, karena sejak 1945 sudah berubah”.

“Sejak NKRI lahir, Mataram Surakarta bukan lagi ‘negara’ (monarki). Maka, kelembagaan departemen agama tidak diperlukan. Tetapi, simbol-simbol Mataram Islam harus dikembalikan. Misalnya pengangkatan abdi-dalem Kethib dan abdi-dalem ulama (takmir masjid). Juga abdi-dalem Kanca Kaji dan ritual khataman Alqur’an,” ujar Gusti Moeng dalam berbagai kesempatan.

KURANG APA? : Sinuhun PB VI (1823-1849) sebagai pemimpin negara, pemerintahan, adat, agama dan pemimpin peradaban yang dituduh “membiayai” gerakan perlawanan Pangeran Diponegoro, dibuang dan ditembak kepalanya. Kurang pahlawan apa lagi dibanding nama orang tak dikenal yang kini memenuhi ruang Kota Surakarta?. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Ketika mencermati penjelasan Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA bernama GKR Wandansari Koes Moertiyah (Gusti Moeng) itu, menjadi jelas sekali gambaran situasi dan kondisinya yang menimpa pribadi Sinuhun PB XII dan kelembagaan Kraton Mataram Surakarta sejak 1945, yang “diderita” sampai puluhan tahun kemudian. Luar biasa “penderitaan” dialami.

Siapa orangnya yang bisa tahan, sehat, kuat dan bisa menjalankan hidup dengan kondisi spiritual kebatinan dan religi normal, jika “otoritas” pribadi maupun sebagai pemimpin negara, pemerintahan, agama, adat dan pemimpin peradaban, lepas sedikit demi sedikit, satu persatu. Apalagi, kekuatan secara ekonomi yang menopang fisik, juga lenyap begitu saja.

“Penderitaan” Sinuhun PB XII lepas sudah di tahun 2004 bersamaan dengan munculnya suasana berkabung di Kraton Mataram Surakarta, bulan Juni 2004 itu. Penggantinya, Sinuhun Suryo Partono (PB XIII) yang muncul penuh kontroversi dan disebut sebagai figur yang “Mrucut saka Gendhongan, Luput saka Kekudangan” itu, pasti tidak mewarisi semua yang positif itu.

Kalau tokoh pengganti Sinuhun PB XII itu tidak mewarisi sifat positif kepemimpinan apapun dari para pendahulunya, ya sudahlah. Karena, Pengadilan Negeri Sukoharjo juga sudah menyatakan tegas bahwa figur tokoh ini dinyatakan “cacat permanen”, sehingga lolos dari hukuman yang seharusnya diterima sebagai seorang terdakwa kasus “human trafficing”.

MELEBIHI MEREKA : Para tokoh Patih-dalem seperti KRMT Sosrodiningrat V, KRMT Wuryaningrat dan beberapa nama lainnya yang berkantor di kompleks Kepatihan (kini Kelurahan Kepatihan Wetan-Red) Kurang pahlawan apa lagi dibanding sejumlah nama orang tak dikenal yang kini memenuhi ruang Kota Surakarta?. (foto : iMNews.id/Dok)

Walau “Kraton Mataram Surakarta” sedang mengalami “pageblug kepemimpinan” karena faktor Sinuhun dan kelompok sekitarnya , tetapi jangan sampai menjadikan lembaga masyarakat adatnya hancur dan musnah dari muka bumi. Karena masih ada “orang-orang baik” yang bergabung di “Bebadan Kabinet 2004”, yang serius memikirkan nasib Budaya Jawa dan masa depan kraton.

Biarlah nanti, Sinuhun PB XIV yang memperbaiki hal-hal buruk pendahulunya, karena pasti dibantu dan didukung penuh “orang-orang baik” yang bergabung di “Bebadan Kabinet 2004” bersama para pengikut setia dan “fans berat” Gusti Moeng. Kepadanya, kembalinya tokoh pemimpin adat, pemimpin agama dan pemimpin peradaban Mataram Islam Surakarta diharapkan. (Won Poerwono – bersambung/i1)