Sumpah Pemuda dan Proses Lahirnya NKRI Diinisiasi PB X, XI dan XII
SURAKARTA, iMNews.id – Kraton Mataram Surakarta melalui GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pangarsa Lembaga Dewan Adat (LDA) dan pimpinan jajaran “Bebadan Kabinet 2004” akan mengajukan usul dan permintaan, agar siapapun calon Wali Kota (dan wakilnya-Red) yang terpilih dalam Pilkada Surakarta 2024 nanti, agar membangun monumen berupa patung Sinuhun PB X.
Soal lokasi penempatannya, Pengageng Sasana Wilapa yang akrab disapa Gusti Moeng itu tidak menyebutkan, tetapi dia menilai, Pemkot Surakarta sangat berkepentingan untuk mewujudkan harapan kraton soal itu. Karena, jasa dan karya Sinuhun PB X itu tidak bisa diingkari lagi, telah memberi manfaat kepada masyarakat bangsa dan NKRI ini, terlebih Surakarta.
Pernyataan Gusti Moeng itu, diberikan saat menjawab pertanyaan sejumlah awak media di depan “topengan” Kori Kamandungan, Senin (28/10) pagi tadi. Dia menyempatkan diri melayani wawancara para awak media, sambil sibuk ikut meluruskan barisan yang menarik gulungan bendera “Gula-Klapa” (merah-putih) atau “Sang Saka” sepanjang 1.0000 meter, pagi tadi.
Bendera merah putih yang pada zaman Majapahit (abad 14) menjadi simbol identitas kraton dengan sebutan “Gula” (merah) dan “Klapa” (putih), oleh komunitas “Mataram Jaya Binangun” sebelumnya juga dikirabkan di beberapa kota di Provinsi Jatim, lalu ke Kabupaten Karangangar (Sabtu, 26/10), Kabupaten Sragen (Minggu, 27/10) dan semalam tiba di kraton.
Iring-iringan sejumlah mobil pembawa pasukan pembentang Sang Dwi Warna, tiba di teras Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Minggu petang pukul 18.00 WIB dan disambut Gusti Moeng selaku penanggungjawab estafet bentang Sang Saka di kraton. Upacara serah-terima dilakukan dari penanggungjawab estafet kepada KRT Rawang, RR Samuel dan MNg Willy mewakili kraton.
Dari teras Pendapa Pagelaran, Sang Saka sepanjang 1.000 meter dalam bentuk gulungan yang disangga gawang besi, diarak menuju Pendapa Sitinggil Lor dalam sebuah prosesi. Gulungan Sang Saka dan satu gulungan lainnya yang lebih lebar, diletakkan di tengah pendapa, berikut simbol Burung Garuda, bendera Merah Putih kecil dan simbol komunitas.
Karena bagi kraton, “gendera” Gula Klapa Sang Dwi Warna adalah pusaka yang ditinggalkan Kraton Majapahit, maka ketika “disanggarkan” di Pendapa Sitinggil Lor dilakukan “donga wilujengan” secara adat. Doa selamatan dipimpin RT Irawan Wijaya Pujodipuro dan diikuti sekitar 50-an pasukan bentang dari komunitas serta 30-an sentana dan abdi-dalem.
“Donga wilujengan” untuk penyanggaran “gendera” Gula-Klapa berakhir sekitar pukul 20.00 WIB, dan semua petugas bentang dari komunitas itu dipersilakan bermalam di Pendapa Sinttil Lor. Paginya, Senin (28/10) mulai pukul 07.00 WIB tadi, upacara bendera peringatan Hari Sumpah Pemuda digelar di halaman Kamandungan, diikuti berbagai elemen masyarakat.
Gusti Moeng selaku inspektur upacara, mendapat penghormatan semua peserta upacara yang dipimpin Manggala prajurit KRT Alex Pradjana Reksoyudo. Korsik dari Korem 074 Warastratama juga hadir sebagai peserta upacara sekaligus penyaji iringan untuk berbagai lagu yang disajikan dalam upacara peringatan Sumpah Pemuda, walau beberapa bregada prajurit kraton ada.
Peringatan hari Sumpah Pemuda yang tepat 28 Oktober yang diinisiasi Kraton Mataram Surakarta bersama komunitas Mataram Jaya Binangun, erat kaitannya dengan gulungan “gendera Gula-Klapa” yang dikirabkan keliling dari sekitar Candi Trowulan, Jatim melewati beberapa kabupaten dan singgah di kraton itu. Karena, Mataram Surakarta yang merawat “simbol negara” itu.
Dalam pidaro sambutan Gusti Moeng selaku inspektur upacara ditegaskan, bahwa Kraton Mataram Surakarta adalah penerus Kraton Majapahit. Oleh sebab itu, salah satu peninggalannya yang berupa simbol-simbol Sang Dwi Warna “gendera Gula Klapa”, hingga kini juga menjadi pusaka di kraton, bahkan menjadi simbol pemersatu NKRI sejak tahun 1945.
Dari Majapahit, simbol Sang Dwi Warna “gendera Gula-Klapa” dibawa ke Kraton Demak (abad 15), Kraton Pajang (abad 15-16), Mataram Kutha Gedhe dan Plered (1588-1645), Kartasura (1645-1745) dan Kraton Mataram Surakarta (1745-1945) hingga kini masih eksis. Sinuhun PB X (1893-1939) berkeliling Nusantara menggalang persatuan, dari pulau Nias sampai Rote.
“Sinuhun PB X yang berkeliling Nusantara, mengambil tanah dan air dan memepersatukannya saat membangun Tugu Lilin di Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan pada 28 Oktober 1928. Apa yang dilakukan itu, adalah simbol untuk mempersatukan bangsa di Nusantara ini, agar terwujud wadah bangsa dan negara seperti yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 itu”.
“Sinuhun PB X surut (1939), tampil Sinuhun PB XI (1939-1945) meneruskan rintisan sang ayah, yaitu membentuk BPUPK. Dalam risalah sidangnya, disebut simbol negara (NKRI) adalah merah-putih, Sang Dwi Warna Gula-Klapa. Setelah itu, Sinuhun PB XII (1945-2004) yang mengeksekusi kelahiran NKRI. Simbol-simbol kraton yang dipakai NKRI banyak,” tunjuk Gusti Moeng.
Sehabis upacara, gulungan bendera merah-putih dibentang sekitar 500 orang dari kalangan pelajar berbagai sekolah, prajurit kraton, Putri Narpa Wandawa, perwakilan Pakasa, Pasipamarta, Senapati Mataram (PSHT) dan anggota komunitas Mataram Jaya Binangun. Gulungan sepanjang 1 KM, sementara lingkar Baluwarti 1,4 KM yang ditempuh sekitar 1 jam. (won-i1)