Setelah 20 Tahun, “Ontran-ontran” di Kraton Mataram Surakarta Berakhir dengan “Eksekusi” (seri 2 -bersambung)

  • Post author:
  • Post published:August 10, 2024
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Setelah 20 Tahun, “Ontran-ontran” di Kraton Mataram Surakarta Berakhir dengan “Eksekusi” (seri 2 -bersambung)
TETAP TENANG : Berkerumunnya sejumlah orang di depan Kori Kamandungan mengenakan atribut campuran dan banyak terlihat bukan busana adat Jawa, Kamis pagi (8/8), cukup mencolok dan menarik perhatian publik. Tetapi suasana eksekusi itu tetap tenang, karena berlangsung santun penuh etika dan estetika budaya Jawa. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sesuai Protokol Hukum yang Berlaku, Tetapi Adem, Damai dan Penuh Rasa Syukur Karena “KehendakNya”

IMNEWS.ID – “DEKRIT LDA” 8 Agustus 2024 yang mengamanatkan agar semua elemen masyarakat adat dalam sistem kelembagaan Kraton Mataram Surakarta kembali ke format kesepakatan “Bebadan Kabinet 2024”, atas dasar amar eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) No 87/Pdt.G/2019/PN Ska tertanggal 29 Agustus 2022 yang dibacakan “juru sita” tim eksekusi PN Surakarta (iMNews.id, 8/8).

Pembacaan amar putusan eksekusi dan putusan MA di depan Kori Kamandungan, Kamis pagi (8/8) itu, melibatkan belasan petugas anggota tim eksekusi yang dipimpin Dr Asep Dedi Suwasta SH MH selaku Panitera PN Surakarta. Sebuah peristiwa kedinasan atas nama negara (NKRI) yang disaksikan jajaran “Bebadan Kabinet 2004” Kraton Mataram Surakarta yang dipimpin Gusti Moeng.

Selain GKR Wandansari Koes Moertiyah (Gusti Moeng), tampak berada di tempat eksekusi GKR Ayu Koes Indriyah, beberapa wayah-dalem seperti KPH Bimo Djoyo Adilogo, KRMH Suryo Manikmoyo, KRMH Suryo Kusumo Wibowo beserta sejumlah sentana-dalem anggota “Bebadan Kabinet 2004”. KPH Edy Wirabhumi selaku pimpinan eksekutif LHKS bersama “lawyer” juga tampak menjadi saksi di situ.

DIBUKA SIMBOLIS : Setelah pembacaan amar eksekusi dan putusan MA, pintu tengah Kori Kamandungan dibuka KPH Bimo Djoyo Adilogo dan Gusti Moeng mengajak semua tim eksekusi dari PN Surakarta masuk ke kraton. Pintu itu dibuka secara simbolis, sebagai penegasan secara legal formal dari yang terjadi sejak 17 Desember 2022. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kraton Mataram Surakarta sejak tahun 2004 melengkapi elemennya dengan Lembaga Hukum Kraton (Mataram) Surakarta (LHKS) yang dipimpin KPH Edy Wirabhumi. Keberadaan elemen ini menjadi tuntutan bagi lembaga kraton di tengah pergaulan masyarakat bangsa, yang harus taat dan patuh pada supremasi hukum yang berlaku sebagai sistem hukum NKRI yang berdasar UUD 45.

Jalannya pembacaan amar eksekusi dan putusan MA itu, merupakan peristiwa resmi kedinasan atas nama negara (NKRI) yang sudah menjadi keniscayaan harus terjadi. Oleh sebab itu, pagi itu juga kelihatan sejumlah elemen aparat penegak hukum dan elemen pemerintah, mulai dari utusan Polsek Pasarkliwon, Koramil Pasarkliwon, utusan kecamatan, Lurah Baluwarti dan sebagainya.

Tak seperti peristiwa eksekusi di berbagai tempat yang sering diberitakan di beberapa TV, selalu dihiasi dengan kekuatan petugas keamanan dalam jumlah besar, hadirnya peralatan berat untuk membongkar bangunan, berbagai bentuk tindakan penyitaan, keributan di antara pihak yang bersengketa dan yang merasa dirugikan, maupun dengan juru sita dan para petugas pengamanannya.

PERISTIWA BERSEJARAH : Gusti Moeng dan Gusti Ayu beserta seluruh jajaran “Bebadan Kabinet 2004”, bersama tim eksekusi PN Surakarta yang dipimpin Dr Asep Dedi Suwasta SH MH (Panitera PN), sedang menjalani peristiwa bersejarah. Mereka berjalan menuju Sasana Handrawina, tempat ritual haul Sultan Agung, Kamis (8/8) itu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Peristiwa eksekusi Kamis pagi itu sungguh berjalan lancar, tenang dan memperlihatkan kewibawaan semuanya, terutama nama besar Kraton Mataram Surakarta. Karena, proses eksekusi itu tetap memegang teguh nilai-nilai budaya yang selalu mengedepankan estetika dan etika sebagai cirikhas kraton yang menjadi sumber budaya Jawa dan sumber nilai-nilai untuk menjaga peradaban.

Penegasan soal jalannya eksekusi yang disebutnya “eksekusi yang berbudaya” itu, diucapkan KPH Edy Wirabhumi (Pimpinan Eksekutif LHKS) saat diwawancarai para awak media. Karena, Dr Asep Dedi Suwasta SH MH selaku Panitera PN Surakarta sudah menegaskan hal itu dalam penjelasan yang diberikan sesudah amar eksekusi dan putusan MA dibacakan juru-sita.

“Eksekusi ini, bukan seperti eksekusi perkara perdata yang banyak kita lihat di tempat lain. Karena, eksekusi ini berpedoman pada nilai-nilai budaya (Jawa-Red) di kraton, budaya yang santun dan bernilai luhur. Karena, ini hanya (formalitas) untuk membuka semua akses pintu masuk bagi keluarga besar dan masyarakat luas yang membutuhkan untuk kepentingan studi”.

BAGIAN SEJARAH : Dr Asep Dedi Suwasta SH MH (Panitera PN) yang memimpin tim eksekusi berbicara di depan forum masyarakat adat yang sedang menggelar ritual haul wafat Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma, Kamis (8/8) itu. Dia menjelaskan hasil dari proses peristiwa hukum yang menjadi keputusan final, tegas dan mengikat. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Mudah-mudahan, dengan dibukanya semua akses pintu masuk ini, masyarakat luas yang membutuhkan untuk kepentingan studi bisa terlayani dengan lancar dan baik. Ekseskusi ini juga bukan untuk kemenangan salah satu pihak, tetapi mudah-mudahan menjadi kemenangan bersama seluruh keluarga besar Kraton Surakarta. Dengan ini, semua bisa menjadi rukun dan kuat,” tandas Dr Asep.

Penegasan dan harapan Dr Asep Dedi Suwasta SH MH (Panitera PN Surakarta) yang disampaikan seusai pembacaan amar eksekusi dan putusan MA itu, secara spontan langsung diamini semua yang hadir menjadi saksi sejarah di depan Kori Kamandungan, Kamis pagi itu. Dan hal yang disebut sebagai kemenangan itu, ditegaskan KPH Edy “tidak ada yang menang dan kalah” dalam masalah ini.

“Karena, semua upaya hukum ini dimaksudkan untuk menegaskan dan menjelaskan, bahwa semua masalah yang selama ini terjadi di kraton, harus diselesaikan dengan baik dan berlandasakan nilai-nilai budaya. Tetapi, cara untuk mendapatkan hasil seperti itu, harus melalui proses hukum, agar rasa keadilan bisa didapat masing-masing sesuai porsinya, tegas, mengikat dan final”.

PROSES HUKUM : KPH Edy Wirabhumi (Pimpinan Eksekutif LHKS) menjelaskan proses hukum dan peristiwa eksekusi kepada para wartawan yang mewawancarainya di teras Sasana Handrawina, Kamis (8/8) siang. Itu adalah wawancara kali kedua setelah eksekusi pembukaan pintu utama Kori kamandungan secara simbolis, sekitar 30 menit sebelumnya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Esensi dari penjelasan KPH Edy itu diberikan menjawab pertanyaan sejumlah awak media dalam beberapa kali kesempatan, baik saat eksekusi berlangsung maupun setelah para tim eksekusi PN Surakarta bergabung dengan lebih 500-an abdi-dalem mengikuti ritual haul wafat Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma digelar “Bebadan Kabinet 2004” di “gedhong” Sasana Handrawina, hari itu.

Peristiwa eksekusi dalam tugas dinas mewakili negara (NKRI), Kamis pagi itu, berupa peristiwa pembacaan amar eksekusi dan putusan MA. Selebihnya, adalah pembukaan Kori kamandungan yang dilakukan KPH Bimo Djoyo Adilogo (Bupati Juru-Kunci Astana Pajimatan Imogiri), sebagai bentuk simbolis yang mewakili dibukanya seluruh akses pintu masuk untuk publik secara luas.

Pembukaan semua akses pintu masuk kraton secara resmi berkekuatan hukum ini, adalah upaya terakhir yang dilakukan sesuai protokol hukum resmi yang berlaku, tetapi suasananya terasa “adem”, nyaman dan ada nuansa kedamaian serta rasa syukur karena “kehendakNya”. Upaya itu sebenarnya sudah dilakukan beberapa bulan lalu, tetapi ditentang oleh “pihak seberang” (tergugat).
(Won Poerwono-bersambung/i1)