Hasil Tambang Emas Jadi Modal Amangkurat Agung Membangun Ibu Kota Negara di Kartasura

  • Post author:
  • Post published:August 2, 2024
  • Post category:Regional
  • Reading time:8 mins read
You are currently viewing Hasil Tambang Emas Jadi Modal Amangkurat Agung Membangun Ibu Kota Negara di Kartasura
MENATA BARISAN : KRMH Suryo Kusumo Wibowo dan KPH Bimo Djoyo Adilogo membantu menata barisan para prajurit kraton yang akan memandu prosesi kirab mengantar uba-rampe jamasan makam Sinuhun Amangkurat Agung di Astana Pajimatan Tegalarum, Desa Pasarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Slawi/Tegal, tadi siang. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Siang Tadi, Gusti Moeng Pimpin Ritual Jamasan Makam di Astana Pajimatan Tegalarum

SLAWI/TEGAL, iMNews.id – Kamis siang (1/8) mulai pukul 10.00 WIB hingga selesai, Kraton Mataram Surakarta menggelar ritual jamasan makam Sinuhun Amangkurat Agung yang dipimpin Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA). Ritual berlangsung di kompleks makam Astana Pajimatan Tegalarum, Desa Pasarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Slawi/Tegal.

Pelaksanaan upacara adat ganti langse atau selambu makam itu nyaris tak ada yang berbeda dengan yang dilakukan kraton di setiap tanggal 25 Sura pada tahun-tahun lalu. Namun mulai Kamis (1/8) yang tepat pada 26 Sura Tahun Je 1958 siang tadi, ada yang sedikit berbeda di antaranya rombongan yang dibawa Gusti Moeng dari kraton lebih banyak, mencapai 70-an orang.

“Upacara adat ganti langse makam Sinuhun Amangkurat Agung ini, patokannya setiap tanggal 25 Sura. Tetapi bisa bergeser mundur atau maju, kalau tanggal 25-nya jatuh pada hari Sabtu atau ada halangan lainnya. Yang jelas, kalau hari Sabtu kraton tidak boleh melakukan ziarah ke makam. Sekarang, pelaksanaan upacaranya sudah lebih longgar”.

“Mudah-mudahan, tahun depan jauh lebih baik. Karena yang kemarin-kemarin (tahun-tahun lalu-Red) itu ada gangguannya. Sehingga pelaksanaan upacara adat di sini tidak bisa leluasa. Tetapi dengan adanya peristiwa haul Sultan Agung tanggal 8 Agustus nanti, penataan upacara adat jamasan makam Sinuhun Amangkurat bisa lebih baik,” ungkap Gusti Moeng, siang tadi.

MENGGANTI LANGSE : Gusti Moeng dibantu beberapa sentana dan abdi-dalem jajaran Bebadan Kabinet 2004, saat bersama-sama mengganti langse (selambu) dalam ritual jamasan makam Sinuhun Amangkurat Agung di Astana Pajimatan Tegalarum, Desa Pasarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Slawi/Tegal, tadi siang. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Pengageng Sasana Wilapa sekaligus Pangarsa Lembaga Dewan Adat (DA) yang bernama lengkap GKR Wandansari Koes Moertiyah itu, mengungkapkan soal harapan itu ketika memberi sambutan, siang tadi. Sambutan penutup prosesi ritual jamasan makam atau ganti selambu makam Sinuhun Amangkurat Agung, di Astana Pajimatan Tegalarum, Desa Pasarean (bukan Paseban-Red).

Gusti Moeng didampingi dua wayah-dalem KPH Bimo Djoyo Adilogo dan KRMH Suryo Kusumo Wibowo serta para sentana-dalen, melayani wawancara beberapa awak media setelah memimpin ritual penggantian langse. Kepada para wartawan dijelaskan soal ritualnya, sambil meluruskan cerita negatif yang berkembang di masyarakat tentang ketokohan Sinuhun Amangkurat Agung.

“Kami mewakili kraton untuk kesekian kalinya menitipkan makam Sinuhun Amangkurat Agung ini, agar menjadi milik kebanggaan masyarakat Kabupaten Tegal. Mudah-mudahan bisa memberi banyak manfaat, di antaranya destinasi wisata religi yang mendatangkan keuntungan secara ekonomi. Dan melalui berbagai kesempatan, berulang-ulang saya menandaskan”.

“Bahwa Sinuhun Amangkurat Agung bukan tokoh yang digambarkan negatif, seperti yang selama ini sengaja disebarkan dengan tujuan untuk menjelek-jelekkan Sinuhun Amangkurat Agung dan merusak nama Mataram Surakarta. Beliau adalah tokoh Mataram Islam yang banyak berjasa, terutama dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin negara dan agama,” ujar Gusti Moeng.

SANGSANGAN MELATI : Tatacara ritual adat baku Kraton Mataram Surakarta, termasuk ritual jamasan makam atau ganti langse, selalu ada penyematan “sangsangan” di tonggak pusara atau “maijan”, seperti yang dilakukan Gusti Moeng di makam Kangjeng Ratu Kentjana, permaisuri Sinuhun Amangkurat Agung, siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Peneliti sejarah dari Lokantara Jogja, Dr Purwadi yang siang tadi ikut rombongan kraton yang menggelar ritual itu saat dimintai konfirmasi iMNews.id menegaskan, kebesaran nama Mataram sejak Panembahan Senapati, Sultan Agung, Amangkurat Agung maupun ketika Ibu Kota Mataram ke Kartasura dan Surakarta, banyak pihak mengirikan kemegahannya.

Intelektual kampus yang banyak melakukan kajian sejarah, khususnya tentang Mataram Surakarta itu memahami situasi yang muncul pada saat tokoh-tokoh penting Mataram itu muncul dengan kebesaran dan kemegahan nama pribadi dan kelembagaan kraton yang dipimpin. Semuanya telah banyak berjasa dan meninggalkan warna kebesaran dan keagungannya tanpa tertandingi.

“Hingga kini, dalam ukuran waktu itu, kebesaran dan kemegahan nama pribadi tokoh maupun secara kelembagaan negara, belum ada yang bisa menandingi. Maka, salah satu cara yang dipakai untuk meruntuhkan kebesaran dan kemegahannya itu, dengan membalikkan fakta yang sama sekali tidak rasional, tetapi bagi masyarakat kecil cerita palsu itu sangat dipercaya “.

“Apalagi, sejak pengaruh berbagai anasir terutama dari kelompok kiri, digunakan sebagai senjata ampuh untuk merusak citra para tokoh dan nama besar kelembagaan Mataram. Kalau menyebut pernah ada pembunuhan besar-besaran terhadap para santri, saat diminta menunjukkan kuburan massal dan tahun terjadinya, tidak ada yang bisa,” jelas Ketua Lokantara itu.

MEMBERI SAMBUTAN : Gusti Moeng memberi sambutan dalam acara silaturahmi dan makan siang, seusai menjalankan ritual jamasan makam atau ganti langse makam Sinuhun Amangkurat Agung di Astana Pajimatan Tegalarum, Desa Pasarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Slawi/Tegal, tadi siang. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Intinya, lanjut anggota Pakasa Cabang Jogja ini, semua narasi miring yang beritanya disebarkan selama ini hampir 100 persen “hoax”, berita bohong tanpa dasar yang bertendensi fitnah dan menghasut untuk memecah-belah. Itu semua disebut adalah ciri-ciri pengaruh anasir kiri yang tidak dilakukan terhadap Mataram dan para tokoh besarnya saja.

Sepanjang yang didalami dari perjalanan Mataram, ada beberapa isu besar yang selalu dihembus-hembuskan pihak yang iri dan tidak bisa menandingi kebesaran dan kemegahan Mataram, dari Panembahan Senapati hingga Mataram Surakarta. Di antara isu itu, adalah “kasus” Ki Ageng Mangir, Sultan Agung kalah perang, Amangkurat Agung “membunuh santri” dan pro-Belanda.

“Cerita sukses Sinuhun Amangkurat Agung (1645-1677) yang merintis tambang emas di sekitar Ajibarang, tak pernah diungkap ke publik. Padahal, rintisan tambang itu sampai sekarang masih berjalan, walau menjadi tambang ilegal rakyat. Waktu Sinuhun Amangkurat menjadikan sebagai usaha yang sukses, hasilnya untuk membangun Ibu Kota ‘negara’ Kartasura”.

“Waktu itu, alat bayar yang paling meyakinkan dan berharga adalah emas. Maka, Sinuhun Amangkurat mengelola tambang emas khususnya di Desa Pancurendang, Ajibarang. Hasil dari perusahaan tambang, untuk membangun Ibu Kota dan seluruh infrastrukturnya. Karena, membangun Ibu Kota seperti IKN sekarang ini, butuh biaya sangat besar,” ujar Dr Purwadi.

MELAYANI WAWANCARA : Gusti Moeng berkesempatan meluruskan berita negatif atau hoax tentang ketokohan Sinuhun Amangkurat Agung, saat melayani wawancara dengan para awak media seusai melakukan ritual jamasan makam atau ganti langsedi Astana Pajimatan Tegalarum, Desa Pasarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Slawi/Tegal, tadi siang. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sementara itu, jalannya ritual ganti langse siang tadi, berjalan cukup lancar dan mendapat perhatian Pemkab Slawi/Tegal, walau diwakili Asisten Pemerintahan Suspriyanti. Didukung 70-an rombongan dari kraton termasuk Bregada Prajurit Korsik Drumband Tamtama, warga Pakasa Cabang Tegal yang dipimpin KRAT Budiman Tantodiningrat dan berbagai elemen setempat.

Tanda-tanda keramaian seperti pasar malam dan pentas wayang tidak tampak, seperti ketika Ki Enthus Susmono (alm) menjabat Bupati. Masyarakat sekitar kompleks makam yang menyaksikan tak sebanyak tahun-tahun lalu, apalagi sebelum 2017. Karena, siang tadi bukan hari libur, dan ritual dimajukan sekitar 2 jam dari rencana semula, dimulai pukul 12.30 WIB. (won-i1)