Upaya Pencarian Masih Nihil, Agenda Ritual Kirab Budaya Terancam Batal
KUDUS, iMNews.id – Pengurus Pakasa Cabang Kudus terutama ketuanya, KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro merasa gelisah dalam seminggu terakhir ini. Karena, alat musik terompet peninggalan Mbah Glongsor, seorang prajurit pada zaman Kraton Mataram Kartasura yang bernama asli KRT Prana Kusumadjati, raib dari tempat penyimpanannya di pos jaga desa.
Kabar raibnya “terompet Mbah Glongsor” yang baru saja diterima KRA Panembahan Didik Gilingwesi setelah menerima utusan dari Ketua RW 3 Kampung Rendeng Wetan Ekapraya, Desa Rendeng, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Utusan itu bermaksud minta jadwal pelaksanaan kirab terompet, karena KRA Panembahan Didik adalah ketua pengurus perawatan terompet kuno itu.
“Karena ketua pengurus terompet Mbah Glongsor itu masih dipercayakan kepada saya, maka pamong lingkungan menanyakan kepada saya, kapan akan diadakan ritual kirab budaya seperti tahun lalu? Saya masih dipercaya, walau sudah tidak tinggal di Desa Rendeng. Saya sudah lama pindah dari situ,” ujar KRA Panembahan Didik menjawab pertanyaan iMNews.id, siang tadi.

“Setelah itu, saya utusan untuk meminta izin mau membersihkan terompetnya. Dibraso atau digosok biar kempling. Pada saat itulah juru-kunci makam, baru tahu bahwa terompetnya sudah itdak ada dalam almari tempat menyimpannya. Petugas yang jaga pos saat ditanya, katanya sebelumnya ada yang membersihkan pos jaga tempat menyimpan terompet itu”.
“Sampai tadi kami masih berkoordinasi berusaha melacak, dengan bertanya pada petugas yang terakhir membersihkan pos. Dari hasil pelacakan, nihil. Karena semua yang ditanya tidak bisa memberi jawaban yang jelas dan selalu melemparkan kepada orang lain. Untuk sementara, keputusan rencana kirab masih menunggu perkembangan hasil pelacakan,” ujar KRA Panembahan.
Ketua Pakasa Cabang Kudus yang juga masih tra darah-dalem Sunan Kudus “Djakfar Sidik” itu, sedianya akan mengagendakan ritual kirab budaya “terompet mbah Glongsor” di bulan Besar (Tahun Jimawal 1957) ini, yang bisa jatuh di akhir Juni atau awal Juli. Kirab yang dirancang akan digelar kali kedua setelah 2023 lalu itu, dulu berlangsung di bulan Juli-Agustus.

“Tetapi, karena Pakasa Kudus mengambil sisi budayanya, maka rencananya mulai tahun ini akan kami ambil dalam bulan Besar (kalender Jawa) pelaksanaan ritual kirabnya. Sedangkan untuk mengisi acara 17-an di bulan Agustus, biar warga Desa Rendeng memilih waktu sendiri yang dianggap tepat untuk itu,” tambah KRA Panembahan Didik.
Disebutkan, figur tokoh mbah Glongsor yang bernama lengkap KRT Prana Kusumadjati itu adalah juga trah darah-dalem Sunan Kudus. Di tahun 1700-an atau di zaman Kraton Mataram Kartasura, mbah Glontor adalah seorang prajurit kraton. Makamnya ada di Kampung Rendeng Wetan, Desa Rendeng yang tidak jauh atau masih se-RW dengan kediaman orangtua KRA Panembahan Didik.
Setelah KRA Panembahan Didik bersama keluarga pindah dari Desa Rendeng, antara lain tinggal di Desa Singocandi, kecamatan yang sama yaitu kota kabupaten, kompleks makam dilengkapi dengan pos jaga yang dimanfaatkan juga untuk pos siskamling. Tetapi disebutkan KRA Panembahan Didik, di lokasi pos jaga itu justru tidak ada CCTV-nya seperti di gang-gang lain.

Karena pelacakan yang dilakukan juru-kunci dan Ketua RW sekitar seminggu hingga siang tadi belum mendapatkan titik-terang keberadaan terompet mbah Glongsor, Pakasa Cabang Kudus sementara waktu belum bisa mengambil keputusan soal agenda ritual kirab terompet. Pihaknya masih menunggu sampai ada titik terang dari upaya terakhir yang dilakukan berbagai pihak.
Menurutnya, keberadaan terompet peninggalan mbah Glongsor itu sebenarnya telah disepakati menjadi aset budaya peninggalan sejarah bagi Desa Rendeng. Karena, jenis alat musik tiup bersejarah yang usianya sudah sekitar 300 tahun, tetapi masih berfungsi normal itu, tidak dimiliki siapapun atau desa-desa lain alias hanya dimiliki Desa Rendeng.
KRA Panembahan Didik yang juga trah darah-dalem Sunan Kudus sekaligus Ketua Pakasa Cabang Kudus, berniat menjadikan aset itu sebagai simbol cirikhas masyarakat Desa Rendeng, yang bisa menjadi ikon lain Kabupaten Kudus. Keberadaannya akan dijadikan simbol aktivitas ritual kirab budaya, yang bisa menjadi tradisi masyarakat setempat, rutin tiap tahun.

“Kalau dulu sebelum disimpan di pos jaga dan sebelum saya dipercaya sebagai ketua pengurusnya, sering didatangi peziarah yang sekaligus nyekar ke makam mbah Glongsor. Tetapi, kami sebagai pengurus Pakasa, hanya melihat sisi bendanya sebagai simbol untuk pengembangan unsur budaya Jawanya. Yaitu tradisi kirab budaya yang bisa rutin dilakukan tiap tahun”.
“Dengan rutin menjadi simbol ritual kirab budaya, kami berharap akan menjadi destinasi wisata dan aset wisata Kabupaten Kudus. Unsur pelestarian budaya Jawa yang kami harapkan menjadi fokus aktivitas tugas Pakasa cabang. Karena, Pakasa Kudus belum punya event seperti Pakasa cabang lain. Maka, kirab terompet kami angkat sebagai event budaya,” tandasnya.
Pengurus Pakasa Cabang Kudus yang sudah sepenuhnya ditetapkan dan KRA Panembahan Didik sebagai ketuanya, hingga kini memang belum punya “main event”, seperti ritual haul di makam tokoh leluhur Dinasti Mataram yang banyak dimiliki Pakasa Cabang pati. Hari besar agama seperti Maulud Nabi, menyambut puasa dan kirab terompet, sudah dicoba menjadi event-nya. (won-i1).