Pengageng Sasana Wilapa Terpaksa Menegur Keras dan Mengambil Tindakan Tegas
IMNEWS.ID – TAMPILNYA putra mahkota KGPH Hangabehi dan sejumlah tokoh muda generasi ketiga Sinuhun PB XII mulai bangkit, berkarya dan berangsur-angsur memimpin berbagai upacara adat yang digelar Kraton Mataram Surakarta sejak peristiwa “perdamaian” 3 Januari 2023, patut diapresiasi dan didukung sepenuhnya. Karena, yang dilakukan generasi penerus pelestari budaya Jawa dan kelangsungan kraton ini, juga punya komitmen untuk menjalankan semua kegiatan adat terutama upacara adat, dengan tatacara yang sudah digariskan dalam tata-nilai paugeran adat yang secara turun-temurun diwariskan para leluhur Mataram.
Komitmen itu yang kini sedang dicermati sebagian besar warga masyarakat adat, di bawah kepemimpinan Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa sekaligus Pangarsa Lembaga Dewan Adat, dan juga diharapkan publik secara luas yang masih memandang Kraton Mataram Surakarta pantas dan wajib menjadi pedoman, ukuran dan acuan di tengah kehidupan warga peradaban secara luas. Oleh sebab itu, tampilnya kalangan muda generasi ketiga atau generasi wayah-dalem Sinuhun PB XII di bawah kepemimpinan KGPH Hangabehi itu, diharapkan bisa mengembalikan kewibawaan, harkat dan martabat kraton yang sampai dekade terakhir benar-benar terpuruk.
Selama lima tahun sejak April 2017 kraton ditutup secara sepihak yang didukung oleh penguasa dalam “insiden mirip operasi militer”, sudah sangat jelas memberikan contoh betapa buruknya wajah dan citra Kraton Mataram Surakarta di mata publik secara nasional, bahkan internasional. Buruk dan runyam dalam penampilan secara fisik bangunan, struktur bangunan, fasilitas pendukung dan tatalaksana secara fungsional tempat-tempat tertentu, buruk dan rusak tatanan paugeran adat serta buruk dan tidak pantas diteladani hubungan komunikasi antar pribadi atau kelompok di internal masyarakat adat, antara lembaga kraton dengan eksternal dan seterusnya.
Hal yang dianggap buruk dan segala yang dianggap negatif oleh publik secara luas, memang tidak bisa digeneralisasi atau “digebyah-uyah” (disamaratakan-Red). Karena ketika dicermati lebih dekat, ada bagian/pihak yang menerima penilaian seperti itu karena memang seperti itu adanya, sebagai imbas dari perilaku dan sikap bagian/pihak lain yang senyatanya begitu. Imbas dari kualitas penalaran buruk, standar etika buruk dan akibat niat yang melandasi dan melatarbelakangi perbuatannya memang buruk. Peristiwa pengelolaan dan pelaksanaan upacara adat menjadi contoh yang jelas, di mana posisi bagian/pihak yang benar-benar buruk itu, dan di mana posisi bagian/pihak yang benar-benar baik dan cerdas.
Peristiwa peresmian “Ekosistem Digital Kraton Mataram Surakarta” (iMNews.id, 27/9) menjadi salah satu contoh letak posisi bagian/pihak yang baik dan cerdas, terlebih pengabdian mereka itu dilandasi secara tulus dan ikhlas, setya dan tuhu terhadap pengabdian dan tatanilai paugeran adat. Disambung dengan peristiwa pelaksanaan puncak ritual hajad-dalem Garebeg Mulud Sekaten 2023, kalangan generasi muda kraton yang didukung para tokoh “sesepuh” dan “pinisepuh”, telah mampu menunjukkan upaya pelurusan dan penegakan tatanilai paugeran adat, khususnya dalam pelaksanaan ritual Garebeg Mulud Sekaten 2023.
Tatacara penyampaian “dhawuh ujub” yang diwarnai insiden kecil, upacara pembukaan Sekaten yang ditandai dengan “ungeling gangsa” kali pertama Kiai Guntur Madu di Bangsal Pradangga Kidul halaman Masjid Agung akhirnya bisa berlangsung. Aksi “heroik” dilakukan sentana-dalem KPP Haryo Sinawung, tanpa pengeras suara menyampaikan perintah kepada “tindhih abdi-dalem”. Di tengah suasana yang agak kacau karena Gusti Moeng menghadang “pihak seberang” yang berusaha mendahului “menyampaikan dhawuh”, KPP Haryo Sinawung meminta kepada KPH Raditya Lintang Sasangka (tindhih abdi-dalem) untuk memulai menabuh gamelan Kiai Guntur Madu.
Insiden kecil masih terjadi pada perjalanan proses “perdamaian” yang sudah menginjak waktu 9 bulan sejak kali pertama dicapai pada 3 Januari 2023 oleh Sinuhun PB XIII dengan sang adik kandung, Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat (iMNews.id, 3/1/2023). Dengan berbagai rintangan yang berat dan keras, proses perdamaian diupayakan terus terjadi di antara “kedua seberang”, tetapi otoritas pelaksanaan semua kebijakan yang berlaku di kraton tetap dalam komando/pengawasan Pengageng Sasana Wilapa, termasuk pelaksanaan upacara adat.
Oleh sebab itu, di beberapa pelaksanaan upacara adat, tetap saja masih diwarnai insiden kecil yang terjadi akibat dari proses persesuaian dalam proses “perdamaian” itu. Walau kekurangan kecil masih bisa ditoleransi, tetapi segala kebijakan yang sudah disepakati dalam rapat untuk menghindari pelanggaran tata-nilai paugeran adat, tetapi dalam pelaksanaannya masih saja terjadi, tampaknya pihak otoritas di bawah kewenangan Pengageng Sasana Wilapa semakin mempersempit peluang terjadinya kesalahan/pelanggaran. Sebab itu, insiden kecil harus terjadi di Bangsal Pradangga, karena demi tegaknya paugeran adat.
“Saya harus cepat mengambil tindakan, karena situasinya bisa bertambah buruk kalau dibiarkan berlanjut. Terlebih, karena publik yang menyaksikan upacara pembukaan di sekitar Bangsal Pradangga Kidul, menyaksikan Sinuhun PB XIII dengan kursi roda didorong-dorong, bahkan setengah diseret melewati halaman Masjid Agung untuk sampai di tempat upacara. Makin memalukan kalau sampai tugas menyampaikan ‘dhawuh’ diperebutkan di muka muka. Kehadiran Sinuhun di tempat itu, seharusnya tidak akan terjadi apabila pihak yang membawa Sinuhun paham paugeran adat. Selain kasihan, tampak sekali semua mau berlindung di bawah nama Sinuhun,” tandas KPP Haryo Sinawung (iMNews.id, 28/9/2023).
Mungkin saja berdasar pengalaman pada pembukaan ritual Sekaten, Kamis (28/9) yang didahului dengan kesalahan fatal menulis pengumuman, ditambah lagi dengan tatacara menyampaikan “dhawuh” kepada “tindhih abdi-dalem” yang tidak sesuai format baku paugeran adat bagi seorang “Bupati Nggantung Seba”, itu yang menyebabkan Gusti Moeng menegur keras dan bertindak tegas. Akhirnya, insiden harus terjadi di Bangsal Pradangga Kidul, dan KGPH Hangabehi harus tampil memimpin “utusan dalem” mewakili Sinuhun PB XIII dan lembaga kraton, untuk memimpin prosesi puncak hajad-dalem Gunungan Garebeg Mulud Sekaten 2023. (Won Poerwono-bersambung/i1).