Ironis, Orang Indonesia Belajar Pengetahuan Kebugaran di Thailand, Singapura dan Malaysia
SURAKARTA, iMNews.id – Sebuah wadah gabungan dari berbagai organisasi yang bergerak di berbagai disiplin pengetahuan tentang “wellness” atau “kebugaran” yang bernama “Ethnowellness Nusantara” atau “Etna”, belum lama berdiri di Indonesia dan dipimpin De Tanri Abeng MBA selaku Ketua Umum menggelar seminar di Kraton Mataram Surakarta, Selasa (19/9) siang tadi. Seminar yang berlangsung di “gedhong” Sasana Handrawina, merupakan kerjasama antara ETNA dengan MAKN untuk menjajagi kemungkinan lahirnya destinasi wisata “wellnes” di Indonesia dengan yang menampilkan kekayaan resep herbal/tradisional di Tanah Air.
“Thailand, Jepang, Singapura, Malaysia dan beberapa negara di Asian lainnya bisa mengembangkan wisata kebugaran itu. Banyak juga warga negara RI yang tertarik berwisata ke sana. Mengapa kita tidak mengembangkan potensi kekayaan alam dan produk herbal asli Tanah Air dan diproduksi menjadi industri wisata kebuagaran sendiri?. Kita punya resep-resep herbal asli dari kraton yang sudah terbukti kemanjurannya. Kita bisa menjadikan industri kebugaran secara mandiri, karena Nusantara kaya destinasi wisata kraton,” ujar Dr Tanri Abeng, Dr Jajang Funawijaya MA dan Dr dr Syarief Hudaya MKes.
Ketiganya dan KPH Edy Wirabhumi bergantian menjelaskan dan menjawab pertanyaan sejumlah awak media dalam konferensi pers yang digelar seusai seminar yang diikuti sekitar 60 orang itu. Mereka yang hadir, dari kalangan pejabat “Bebadan Kabinet 2004” yang dipimpin GKR Wandansari Koes Moertiyah, pengurus DPP MAKN maupun perwakilan asosiasi perhimpunan profesi di bidang kesehatan medis dan wellness di Tanah Air. Ada lebih 30 perhimpunan dan asosiasi yang menjadi anggota ETNA yang diketuai Dr Tanri Abeng itu, termasuk Majlis Adat Kraton Nusantara (MAKN) yang diketuai KPH Edy Wirabhumi dan Kraton Mataram Surakarta menjadi salah satu anggota MAKN.
GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng berbicara selaku tuan rumah dalam kapasitas sebagai Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat, karena seminar menjajagi potensi resep-resep herbal untuk kebugaran yang dimiliki kraton yang diharapkan akan menjadi salah satu destinasi wisata “wellness” secara khusus. Menurut KPH Edy Wirabhumi selaku Ketua Umum MAKN baik dalam sambutan maupun tanya-jawab menyebutkan, potensi “wellness” dimiliki kraton-kraton anggota MAKN, untuk itu masing-masing bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata, karena pasti punya resep kebuagaran yang khas setempat.
Secara spesifik, Dr Jajang Gunawijaya MA baik selaku Ketua Bidang Sumberdaya maupun pengurus Indonesia Wellness Master Association (IWMA) menyebut, Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam luar biasa yang menghasilkan resep-resep “jamu” untuk kebugaran. Ketika dirangkai menjadi bagian dari industri pariwisata dalam paket atau berdiri sendiri, ramuan herbal untuk kebugaran khas Indonesia yang resep-resepnya berasal dari kraton misalnya, tidak kalah dengan produk Thailand, Singapura, Malaysia ataupun Jepang. “Jadi, kita tidak perlu berwisata wellness ke sana. Kita sendiri kaya raya,” tegasnya.
Sementara itu, Dr dr Syarief Hudaya MKes menyebutkan, pusat penelitian tanaman “jamu” atau herbal di Tawangmangu, Karanganyar yang kini masuk dalam wilayah otoritas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), sehingga menambah panjang jika melibatkannya. Sambil menjawab pertanyaan Gusti Moeng tentang produk “jamu” apa saja yang dihasilkan di Tawangmangu itu, Dr Syarief menegaskan bahwa pusat penelitian itu tidak memperoduksi resep jamu secara khusus untuk konsumsi publik dalam rangka pengobatan, tetapi sekadar memproduksi resep untuk dibandingkan dengan obat kimia kepentingan medis yang sudah ada.
Dr Syarief menyebut, Serat Centhini (karya Sinuhun Paku Buwana V) yang ia ketahui banyak menyebut resep ramuan jamu herbal untuk pengobatan dan kebugaran atau wellness. Gusti Moeng juga membenarkan, kraton punya naskah kuno setebal lebih dari 5 cm yang judulnya berbunyi “Siningit” (rahasia-Red) yang berisi resep-resep ramuan tanaman jamu yang ada di Jawa, puluhan bahkan ratusan tahun lalu. Diyakini, dari 15 jenis tanaman jamu itu kini mungkin sudah berubah nama atau memang sudah tidak tumbuh di pulau Jawa atau bahkan Indonesia, sehingga dimungkinkan sudah sulit bisa menghasilkan ramuannya.
“Itu sangat mungkin, bisa memang sudah langka atau tidak dikenali generasi masyarakat sekarang. Karena, nama-nama jenisnya memang aneh dan sudah tidak dikenal generasi masa kini. Kita agak kesulitan, karena ketika mengikuti standardisasi kesehatan, harus menggunakan istilah latin untuk masing-masing jenis tanaman yang ada. Istilah ini yang harus kita pahami agar menjadi pedoman untuk mengidentifikasi jenis tanaman yang disebut dalam naskah-naskah kuno,” ujar Dr Syarief. Sementara, Gusti Moeng juga menyebut, jamu “Cabe-Puyang” adalah resep herbal dari kraton untuk stamina tubuh yang sudah memasyarakat.
KP Edy Wirabhumi juga menyebut, Kraton Mataram Surakarta punya aset lokasi yang tersebar di luar kraton yang masuk sejumlah wilayah daerah, yang bisa dimanfaatkan untuk destinasi wisata “wellness”. Sementara Gusti Moeng menyebut, kraton punya aset bekas kompleks SD Pamardi Putri yang sudah kosong karena tidak mendapatkan siswa, yang bisa dialihfungsikan menjadi sarana destinasi wisata kebugaran yang menjadi bagian dari paket wisata kraton. Dr Tanri Abeng menyebut destinasi wisata kraton bisa membuka paket wisata kebugaran itu, tetapi bisnis industri wisata jenis ini butuh waktu dan modal besar.
Dalam kesempatan itu juga disebutkan, Ethnowellness Nusantara Academy akan menggelar event Indonesia Wellness Tourism International Festival (IWTIF) di tahun ini. Dr Jajang Gunawijaya selaku Ketua Umum IWTIF mempersiapkan event itu dengan menggelar seminar tentang “wellness” yang dimulai dari Surakarta. Acara seminar itu diakhiri dengan berfoto di berbagai sudut view yang ada di dalam kraton, seperti di dekat lukisan kereta kuda berukuran besar di dalam gedhong Sasana Handrawina. Selain itu, Dr Tanri Abeng sempat menyerahkan cinderamata plakat simbol organisasi kepada Gusti Moeng selaku tuan rumah.(won-i1).