Tiap Kotak Wayang Koleksi Kraton, Menunggu 2 Tahun untuk Bisa “Diangini” (seri 2 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:February 9, 2023
  • Post category:Budaya
  • Reading time:6 mins read
Ritual "Ngesis Wayang"
TATACARANYA MENARIK : Ritual "Ngesis Wayang" pada weton Anggara Kasih dengan tatacara seperti dilakukan para abdidalem di gedhong Sasana Handrawina, menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan wisatawan karena unik dan eksklusif. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Perlu Dipertimbangkan Menjadi Objek Kunjungan Secara Khusus

IMNEWS.ID – MELIHAT keunikan format upacara adatnya begitu pula materi yang menjadi objek upacara adat “Ngesis Wayang” tiap datang “weton” Anggara Kasih atau Selasa Kliwon, kegiatan upacara adat yang satu itu punya “nilai jual” sebagai komoditas kunjungan wisata. Namun dalam tata laksananya diperlukan bentuk penyelenggaraan yang tepat, di antaranya benar-benar ada jaminan keamanannya dengan penyajian yang memenuhi beberapa tuntutan nilai, di antaranya nilai pertunjukan seni dan nilai manfaat misalnya edukasi.

Bila melihat ragamnya saja, dari 17 kotak wayang “pusaka” yang hampir semuanya berkategori “Kanjang Kiai” (KK), sebagian besar “design”-nya telah menjadi “babon” atau patron anak wayang “gaya” atau “gagrag” Surakarta. Satu hal soal “design” ini saja sudah sangat menarik apabila dijadikan objek kunjungan yang formatnya kira-kira mirip “workshop”, bagi kalangan pelajar, masyarakat awam dari berbagai level dan mahasiswa dari dalam dan luar negeri.

PERLAKUAN BERMARTABAT : Ritual “Ngesis Wayang” tiap weton Anggara Kasih di gedhong Sasana Handrawina, adalah bentuk perlakuan bermartabat masyarakat adat terhadap karya para leluhur peradaban yang tiada ternilai itu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Walau lembaga pendidikan tinggi seni macam ISI, SMK (SMKI-Red) dan ada tokoh-tokoh secara pribadi bisa melakukan kerja “worskshop” wayang di tempat masing-masing, tetapi akan sangat jauh nilai eksklusivitasnya ketika wisata edukasi tentang wayang didapat para wisatawan adalah karya seni peninggalan sejarah yang berkait dengan eksistensi kraton ratusan tahun lalu dan didapat di dalam kraton. Nilai edukasinya akan terkait dengan keberadaan ruang dan tempatnya yang sama-sama punya nilai sejarah, terlebih sudah diakui menjadi pusatnya design “gagrag” Surakarta.

Sebagai kemasan komoditas pasar pariwisata dan destinasi wisata edukasi tentang asal-mula design wayang kulit “gagrag” Surakarta, tentu akan menjadi pelengkap atau berbagai hal yang bisa dikombinasikan dengan upacara adat “Ngesis Wayang” tiap weton Anggara Kasih itu. Karena, karya seni wayang kulit yang masuk kategori seni pertunjukan, punya sejumlah daya dukung yang bisa menjadi satu tema informasi/workshop yang lengkap atau bisa mandiri tiap bagiannya.

PAKAR WAYANG : Dalang yang mantan dosen ISI, Ki KRT Dr Bambang Suwarno adalah pakar design wayang dan seni pertunjukan pedalangan yang selalu peduli ikut merawat watang pusaka peninggalan sejarah di Kraton mataram Surakarta.  (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Upacara adat “Ngesis Wayang” sebagai event yang bisa dijadikan komoditas kunjungan wisata, di situlah salah satu letak kekuatannya sebagai komoditas yang eksklusif dan unik yang hanya ada di Kraton Mataram Surakarta. Karena, sekotak wayang yang dikeluarkan untuk “diangini” dengan tatacara yang unik itu, punya nama dan berganti-ganti secara bergilir dari 17 kotak koleksi, yang hanya bisa disaksikan tiap datang weton Anggara Kasih atau Selasa Kliwon.

Hingga kini, upacara adat “Ngesis Wayang” pada weton Anggara Kasih memang hanya sebatas aktivitas adat dan tradisi di kraton sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap barang berupa anak wayang bernilai seni tinggi karya para Empu wayang abdidalem kraton pada masa ratusan tahun lalu. Namun, hingga kini belum ada seorangpun yang bisa menjelaskan mengapa upacara adat ini harus dilakukan di dalam gedhong Sasana Handrawina, yang notabene ruang cukup elit di kraton yang fungsinya untuk menjamu tamu-tamu penting di kraton.

ADA TATACARANYA : Mengeluarkan dan memasukkan kembali anak wayang ke dalam kotak penyimpannya pada ritual weton “Ngesis Wayang” tiap Anggara Kasih, ada tatacaranya sendiri. KRT Sihanto (alm) adalah salah satu abdidalem keparak Mandra Budaya paham benar soal tugas-tugas ritual itu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Maka, dari faktor tempat pelaksanaan ritual “Ngesis Wayang” di gedhong Sasana Handrawina itu cukup unik dan eksklusif. Mungkin saja Gusti Moeng sudah memikirkan tempat yang secara khusus lebih pas atau tepat untuk menggelar ritual itu, namun belum kesampaian karena ada “insiden mirip operasi militer” di tahun 2017. Atau memang ritual itu sengaja dilakukan di situ atau di mana saja, karena sifat dari upacara adat itu “bukan untuk konsumsi publik” alias memang tidak dipertontonkan untuk umum, termasuk wisatawan.

Tetapi, paradigma “Nut jaman kelakone” secara bijak bisa saja dilakukan, yaitu lahirnya pemikiran yang mempertimbangkan bahwa upacara adat “Ngesis Wayang” bisa saja menjadi konsumsi publik atau komoditas untuk wisatawan secara terbatas, asal segala kebutuhan untuk menjamin keamanan (objek upacara) dan kenyamanan (internal) tetap terpenuhi. Apalagi, selain objek fisik yang bisa dinikmati secara visual berupa bangunan dan daya dukungnya, bagian lain yang bisa dipertontonkan atau jadi andalan destinasi wisata yang memberi keungungan secara ekonomis adalah kekayaan berbagai upacara adat, termasuk “Ngesis Wayang”. (Won Poerwono-bersambung/i1)