“Dua Tim” Tari Bedaya Ketawang Masuk “Pusdiklat”, Solusi yang Bijak

  • Post author:
  • Post published:January 25, 2023
  • Post category:Regional
  • Reading time:6 mins read
Tari Bedaya Ketawang
DUA TIM : "Pusdiklat" tari Bedaya Ketawang pada gladen weton Anggara Kasih, 24 Januari kemarin, menampilkan dua tim penari dari sanggar berbeda. Seleksi dari "Pusdiklat" itu akan menghasilkan solusi yang bijak dalam mendapatkan tim yang solid untuk ditampilkan di ritual tingalan jumenengan, 16 Februari mendatang. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Malah Tersedia “Materi yang Cukup dan Mudah Disiapkan”

SURAKARTA, iMNews.id – Meski sudah memasuki giliran/kesempatan kedua setelah weton Selasa Kliwon atau Anggara Kasih pertama yang jatuh pada 20 Desember 2022, selang tiga hari setelah “insiden Gusti Moeng kondur Ngedhaton” (iMNews.id, 18/12/2022), namun gladen tari Bedaya Ketawang pada Anggara Kasih kedua, 24 Januari kemarin tetap saja menjadi peristiwa sekaligus momentum istimewa di Kraton Mataram Surakarta. Dalam gladen yang langsung dipimpin GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pengageng Sasana Wilapa dan Ketua Sanggar Pawiyatan Beksa di Pendapa Agung Sasana Sewaka, siang itu, ada pemandangan dua tim penari bedaya Ketawang dengan warna sampur berbeda, yang tampil berlatih bersama yang lebih mirip sedang berlangsung “pemusatan pendidikan dan latihan” (Pusdiklat).  

“Cara terbaik untuk menyelesaikannya, ya lewat semacam seleksi melalui gladen seperti ini. Dari dua tim itu, nanti bisa diambil sembilan penari terbaik untuk ditampilkan di upacara adat tingalan jumenengan (16 Februari-Red). Dari kedua tim, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Yang satu sudah punya pengalaman tapi wiletnya beda. Satunya lagi wilet dan semuanya sudah sesuai, tetapi sudah 5 tahun tidak gladen dan tidak tampil. Jadi, nanti dioplos dan diambil yang terbaik. Mungkin itu menjadi solusi yang terbaik. Sisi positifnya, kini tersedia penari cukup banyak dan mudah dibentuk sesuai kaidah tari Bedaya Ketawang,” jelas GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani yang dihubungi iMNews.id, siang tadi.

TURUN TANGAN : Gusti Timoer harus turun tangan berada di tengah para penari, untuk membantu meringankan beban tugas Gusti Moeng. Ia memberikan contoh gerakan yang urut, pas dan akurat saat gladen tari Bedaya Ketawang weton Anggara Kasih di Pendapa Sasana Sewaka, kemarin. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Putri tertua Sinuhun PB XIII yang akrab disapa Gusti Timoer itu, adalah salah satu instruktur tari Bedaya Ketawang dan berbagai jenis tari lain yang khas Kraton Mataram Surakarta yang selalu mengikuti dan meneladani sang “Bibi” yaitu GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng, baik selaku instruktur maupun pimpinan Sanggar Pawiyatan Beksa Kraton Mataram Surakarta. Karena posisinya juga eks penari Bedaya Ketawang sampai sebelum melepas masa lajang sekitar 15 tahun lalu, kemampuannya menari dan membimbing juga sering diperlihatkan, misalnya saat gladen Anggara Kasih, siang kemarin, yang secara langsung tampil di tengah dua tim penari memberi contoh gerakan dan perpindahan ragam gerak yang benar dan tepat sesuai irama iringan gamelannya.

Karena posisinya sedang berlatih, maka ada langkah pembenahan atau penyesuaian posisi akhir dari rangkaian gerak dan durasi proses gerak serta ketepatan dari satu posisi ke posisi yang lain bisa langsung dilakukan saat tarian sedang berlangsung. Ketika gladen tari Bedaya Ketawang sedang berlangsung seperti Selasa Kliwon kemarin, banyak eks penari khusus repertoar tarian sakral ini yang hadir, seperti GKR Ayu Koes Indriyah (adik kandung Gusti Moeng-Red), Nurmalina (istri KPH Raditya Lintang Sasangka), Ika (Lurah Bedaya), Gusti Moeng yang selalu bergabung dengan karawitan pengiring dan Gusti Timoer yang sudah siap sampur melilit di pinggang dan tampil di tengah menjadi instruktur.

MEMANFAATKAN KESEMPATAN : KPH Raditya Lintang Sasangka memanfaatkan kesempatan bertemu untuk berfoto dengan kerabat, sedang abdidalem karawitan Dr Joko Daryanto menunggu di dekatnya. Keduanya segera mengambil posisi di gamelan masing-masing, untuk mengiringi gladen tari Bedaya Ketawang weton Anggara Kasih di Pendapa Sasana Sewaka, kemarin.(foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Dalam posisi berlatih dan terkesan menjadi “pemusatan pendidikan dan latihan” (Pusdiklat) pada Anggara Kasih kemarin itu, maka Gusti Moeng dengan spontan menghentikan tarian sekaligus iringannya, karena ada satu gerakan terlewatkan, dan meminta semuanya mengulang dari awal. Dengan sigap, karawitan iringan dengan “tindhih” (koordinator) KPH Raditya Lintang Sasangka pada posisi penabuh kendang, langsung memberi aba-aba berhenti pada abdidalem karawitan, lalu memulai dari awal sesuai urutannya dari “buka celuk” yang dilakukan instrumen “rebab”, untuk memenuhi permintaan Gusti Moeng.

Kehadiran Gusti Timoer pada gladen “Pusdiklat” gabungan dua tim tari siang itu, teras berkurang tugas beban Gusti Moeng yang biasanya juga mengamati setiap posisi penari lalu membetulkan apa bila tidak sesuai posisi gerakan dan tempo perubahan gerak para penari. Karena, secara langsung Gusti Timoer memberi contoh posisi dan perubahan gerakan yang tepat dan benar sesuai struktur gending iringan karawitannya. Meski begitu, Gusti Ayu (GKR Ayu Koes Indriyah) dan Lina juga sekali-sekali memberi contoh posisi tangan saat para penari berhadapan dengan tempat para “supporter” duduk lesehan di teras Paningrat Pendapa Sasana Sewaka lesehan menyaksikan gladen itu.

MENYAKSIKAN GLADEN : Gladen atau latihan tari Bedaya Ketawang tiap weton Anggara Kasih di Pendapa Sasana Sewaka, Selasa Kliwon kemarin, menjadi sajian kalangan terbatas di dalam kraton. Termasuk Gusti Ayu dan sejumlah kerabat yang duduk lesehan di teras Paningrat. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Gladen tari Bedaya Ketawang weton Anggara Kasih, siang kemarin, juga menjadi momentum istimewa karena menjadi solusi yang baik atas adanya dua tim penari dari lembaga yang berbeda. Juga istimewa karena sentanadalem KPH Raditya Lintang Sasangka yang selama 5 tahun lebih “ikut tersingkir” keluar dari kraton bersama Gusti Moeng, untuk kali pertama bersedia masuk dan menempati posisinya sebagai “komandan” abdidalem karawitan kantor Pengageng Mandra Budaya. Dosen pengajar di FEB UNS ini adalah Ketua Sanggar Pasinaon Pambiwara Kraton Mataram Surakarta yang memiliki kemampuan penguasaan di bidang seni karawitan, tari sekaligus pedalangan serta budaya, sehingga sangat layak menggantikan posisi BKPH Prabuwinoto (alm), cucu Sinuhun PB X yang menjadi “sesepuh” seni budaya kraton.

Masuknya KPH Raditya Lintang Sasangka tentu diikuti seorang abdidalem karawitan yang pernah bersama memaknai jumenengnya KGPH Hangabehi menjadi Sinuhun PB XIII, dengan menata-ulang hampir semua gending iringan yang dibutuhkan untuk semua rangkaian upacara itu. Seorang dosen pengajar di FKIP UNS, Dr Jaka Daryanto itu adalah abdidalem yang kini kembali memperkuat tim kesenian kraton. Gladen Anggara Kasih kemarin itu juga menjadi kesempatan istimewa bagi KRAT Hendri Rosyad Reksodiningrat, apalagi Drs Pandapotan Rambe, seorang dosen ilmu komunikasi di Universitas Respati (Jogja) yang merasa puas bisa menyaksikan Bedaya Ketawang yang menurutnya sebagai tari yang memiliki keindahan “mistis” itu. (won-i1)