29 November Hari Ini, Genap 91 Tahun Organisasi Pakasa
SURAKARTA, iMNews.id – Hari ini, tepat tanggal 29 November 2022, organisasi Paguyuban Kawula Karaton (Mataram) Surakarta (Pakasa), genap berusia 91 tahun sejak dilahirkan atau didukung sepenuhnya kelahirannya oleh Sinuhun Paku Buwana (PB) X pada 29 November 1931. Keberadaannya yang terus terbawa dalam perjalanan Kraton Mataram Surakarta hingga mulai bangkit di tahun 1990-an di era NKRI hingga saat ini, diharapkan tetap membawa spirit Sinuhun PB X untuk kembali menghadirkan “Kejayaan Mataram” yang telah melahirkan suasana kehidupan peradaban/budaya Jawa yang bermanfaat bagi kehidupan secara luas.
“Kalau kita cermati, salah satu alasan Sinuhun PB X melahirkan Pakasa, merupakan sebuah spirit atau semangat untuk melahirkan kejayaan Mataram seperti yang dilakukan para leluhur pendahulunya. Zaman beliau jumeneng (1893-1939), Mataram benar-benar pada puncak kejayaannya setelah berjalan hampir 100 tahun, atau 14 tahun sebelum 1945 (NKRI). Kami berharap, mudah-mudahan perjalanan Pakasa ke depan membawa spirit Sinuhun PB X untuk mengulang kejayaan Mataram yang bermanfaat bagi kehidupan secara luas, masa kini dan mendatang,” tandas KPH Edy Wirabhumi menyampaikan harapannya selaku Ketua Pengurus Pusat (Pangarsa Punjer) Pakasa, memaknai peringatan genap 91 Tahun Pakasa tanggal 29 November ini, saat dihubungi iMNews.id, semalam.
Pengabdi yang Setia
Pengalaman menjalin tali silaturahmi dengan Pakasa yang sekaligus menjadi awal momentum kebangkitan kembali organisasi yang berkecimpung di bidang seni budaya Jawa ini, dialami Gusti Moeng sejak masih berada di bangku kuliah Fakultas Sastra di UNS di tahun 1990-an. Dia sering diajak mendampingi Humas/Juru Penerang Budaya Kraton Mataram Surakarta, KRHM Rio Yosodipuro berkeliling untuk berceramah soal kebudayaan di kantong-kantong warga Pakasa yang tersebar di wilayah Sukoharjo dan Boyolali, karena setelah peristiwa G30S/PKI di tahun 1965, organisasi Pakasa di punjer (pusat-Kraton Mataram Surakarta) dan cabang-cabang di berbagai daerah nyaris vakum, nyaris tak ada jejak Pakasa.
Menurut Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) yang akrab disapa Gusti Moeng itu, di Kabupaten Sukoharjo dan Boyolali disebut memiliki banyak tempat-tempat yang menjadi situs peninggalan sejarah Mataram Surakarta, yang menjadi kantong-kantong warga Pakasa, misalnya di sekitar bekas Kraton Mataram Kartasura (Kabupaten Sukoharjo) dan Pesanggrahan Paras, Kecamatan Cepogo (Kabupaten Boyolali). Di sana masih banyak warga Pakasa yang bermukim di sekitar kawasan pertilasan/pesanggrahan dengan cara “magersari”, yang sangat setia berkumpul di Pakasa untuk tetap “suwita” kraton dan selalu menjunjung tinggi budaya Jawa dalam kehidupannya.
Ngrembaka lan Mencar
“Dan mulai sehabis peristiwa reformasi kira-kira di tahun 1999 itu, kami mulai banyak berkeliling dengan Kanjeng Wira (KPH Edy Wirabhumi-suami Gusti Moeng), menelusuri kantong-kantong Pakasa yang pernah saya datangi bersama Kanjeng Yoso (KRMH Rio Yosodipuro-Red). Kebetulan, Kanjeng Yoso itu menjadi dosen luar biasa di Fakultas Sastra UNS, dan saya menjadi salah satu mahasiswanya. Dari hubungan silaturahmi sejak itulah, kami menyampaikan harapan Sinuhun PB X, agar organisasi Pakasa diaktifkan kembali untuk tetap menjaga keberadaan kraton bersama budayanya. Ternyata masih banyak warga Pakasa di sana yang setia suwita di kraton dan masih sangat menginginkan budaya Jawa yang bersumber dari kraton bisa dipahami dan dipakai dalam kehidupannya”.
“Sekarang ini, sudah 91 tahun usia Pakasa. (Organisasi) ini berada di era dan suasana zaman yang luar biasa. Era yang benar-benar sulit untuk mempertahankan kebudayaan asli peninggalan nenek-moyang, karena begitu dahsyat gelombang kebudayaan asing yang masuk di Indonesia dan melindas budaya kita. Warga Pakasa sangat sadar terhadap ancaman itu dan selalu bersama-sama (elemen/komponen lain) terus berupaya mengembangkan budaya Jawa, yang ternyata berguna untuk menangkis ancaman budaya asing. Dengan momentum 91 tahun ini, semoga Pakasa bisa membuat budaya Jawa semakin ‘ngrembaka’ lan ‘mencar’ sesuai keinginin Sinuhun PB X,” pinta Ketua LDA yang juga Pengageng Sasana Wilapa yang memiliki nama lengkap GKR Wandansari Koes Moertiyah itu, saat diwawancarai secara terpisah, kemarin.
Berlatih Berorganisasi
Organisasi Pakasa yang mulai bangkit di tahun 1990-an, di tahun 2004 menjadi pendukung luar biasa jumenengnya KGPH Hangabehi sebagai Sinuhun PB XIII. Tetapi karena banyak yang dikecewakan dengan berbagai insiden perpecahan yang muncul setelah itu terutama puncaknya di tahun 2017, Pakasa di berbagai daerah sempat nyaris putus asa dan “apatis”. Tetapi peristiwa 2017 justru menjadi penggugah semangat dan kesadaran Pakasa di berbagai cabang untuk bangkit, bahkan menjadikan organisasinya menjalin tali silaturahmi antara Pakasa cabang (Kabupaten), bergotong-royong, bahu-membahu saling membantu untuk menjadikan budaya Jawa sebagai alat pemersatu.
Perjalanan Pakasa di masa kini dan mendatang, memang berbeda “misi dan visi” di zaman saat dilahirkan dalam suasana perkembangan tatanan baru geososial politik dunia yang juga disikapi dan dimaknai kraton-kraton di seluruh Nusantara, di antaranya oleh Sinuhun PB X. Menurut Dr Purwadi, peneliti sejarah dari Lokantara Pusat di Jogja, Pakasa menjadi “tempat berlatih” berorganisasi dan “pembibitan” kader-kader tokoh bangsa seperti Suwardi Suryaningrat, Sosrodiningrat, Dr Soepomo, Singgih atau 20 persen dari anggota BPUPKI, adalah tokoh-tokoh dari Kraton Mataram Surakarta yang ikut dibesarkan sekaligus membesarkan organisasi Pakasa. (won-i1)