Peran dan Fungsi Putri Narpa Wandawa di Bidang Seni Budaya, Kini Sangat Dibutuhkan (1-bersambung)

  • Post author:
  • Post published:June 8, 2022
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read

Sebagai Daya Dukung Sosialisasi, Melalui Kegiatan Berkesenian

IMNEWS.ID – MENYIMAK riwayat singkat lahirnya organisasi Putri Narpa Wandawa dan sejarah perjalanannya hingga sekarang yang dibacakan KRAy (bukan RAy-Red) Koes Saparinah SH untuk menandai peringatan genap 91 tahun organisasi itu, 5 Juni 2022 lalu (iMNews, 5/6), sudah jelas tersirat apa makna, tugas dan fungsi organisasi itu bagi Karaton Mataram Surakarta. Bahkan kini, Putri Narpa Wandawa sangat dibutuhkan peran dan fungsinya tidak saja untuk menjadi tangan panjang Lembaga Dewan Adat (LDA) untuk mewujudkan upaya menjaga eksistensi kraton, melainkan sangat dibutuhkan untuk bersama-sama menghadapi situasi dan kondisi bangsa dan negara yang sedang dirongrong oleh potensi ancaman radikalisme dan intoleransi.

“Tugas ini yang sedang dikedepankan. Tentu saja bersama elemen-elemen lain yang dikelola LDA. Tujuan utamanya yang mendesak, untuk memperkuat ketahanan budaya dan membentengi warga bangsa kita dari potensi ancaman radikalisme dan intoleransi. Tetapi secara tidak langsung, upaya-upaya mendesak itu bisa ikut mewujudkan tujuan jangka panjang, yaitu pelestarian seni budaya yang bersumber dari kraton. Kalau ini bisa dilakukan, eksistensi kraton tentu akan iktu terjaga dan terpelihara,” tegas GKR Wandansari Koes Moertiyah yang akrab disapa Gusti Moeng, selaku Ketua LDA, yang dihubungi iMNews.id, tadi siang.

Elemen-elemen yang disebut Gusti Moeng itu, tentu saja organisasi Pakasa yang berisikan para kawula atau abdidalem yang sudah terbentuk kepengurusan di tingkat cabang hingga ranting (anak cabang), yang tersebar di  sejumlah kabupaten dan kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dua provinsi yang ada sejak NKRI lahir itu, sebelumnya merupakan bagian dari wilayah kedaulatan “Nagari” Mataram Surakarta, oleh sebab itu hampir kabupaten dan kota yang ada sekarang, dulunya adalah aparat “nagari” yang bernama kabupaten dan dipimpin seorang bupati yang sudah eksis selama 200 tahun (1745-1945).

Bersepakat Untuk Menghadapi

CALON PEMIMPIN : GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani, memotong kue peringatan 91 usia Putri Narpa Wandawa di ndalem Kayonan, Baluwarti, Minggu pagi (5/6) lalu. Generasi muda calon pengganti pemimpin di bidang wanita, selalu diberi kesempatan Gusti Moeng untuk meneladani jejaknya.  (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Pakasa sangat ideal apabila mewadahi para abdidalem yang berada di wilayah cabang masing-masing, sebagai tangan panjang Pakasa Punjer yang punya tugas dari Karaton Mataram Surakarta dan dikelola langsung oleh LDA. Tugas-tugas itu antara lain sebagai juru bicara, juru penerang budaya, memayungi unit-unit aktivitas seni budaya di tingkat cabang, pembina warga Pakasa sekaligus menjadi agen pelestarian yang harus bermitra dengan semua elemen warga di tingkat kabupaten, untuk bersama-sama menjaga ketahanan budaya lokal dan budaya Jawa pada umumnya.

“Secara umum, ini sesuai yang dikehendaki beberapa elemen bangsa seperti anggota MAKN (Majlis Adat Kraton Nusantara). Secara khusus, juga sesuai dengan ajakan beberapa lembaga tinggi negara yang kami temui. Mulai dari Kepala Staf Presiden, KSAD, Ketua DPD RI, PB NU dan Komisi X DPR RI. Semua merasa gelisah terhadap perkembangan situasi dan kondisi karena adanya potensi ancaman radikalisme dan intoleransi. Semua bersepakat untuk bersinergi dan bersama-sama menghadapi tantangan itu”.

“Termasuk sejumlah kepala daerah (Bupati) yang kami temui. Semua sudah menunggu dan menerima kehadiran Pakasa dengan tangan terbuka. Pakasa yang mendapat tugas dari LDA, sebagai tangan panjang Kraton Mataram Surakarta. Kami jelas sudah siap. Karena tugas-tugas itu sudah kami melakukan untuk pelestarian budaya. Bagi kami, melestarikan budaya (Jawa) berarti menjaga keutuhan bangsa, NKRI, Pancasila dan UUD 45,” papar KPH Edy Wirabhumi selaku Pangarsa Punjer Pakasa, yang dihubungi iMNews.id di tempat terpisah.

Jadi Cirikhas Kepribadian

RIWAYAT SINGKAT: Salah seorang cicit Sinuhun PB X, KRAy Koes Saparinah, membacakan riwayat singkat kelahiran dan sepak terjang organisasi Putri Narpa Wandawa, dalam peringatan genap 91 tahun kelahiran organisasi itu yang digelar LDA di ndalem Kayonan, Baluwarti, Minggu pagi (5/6) lalu.(foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Pakasa memang tidak bisa bekerja sendiri melihat tugas yang dihadapi begitu besar dan berat, dan sudah sewajarnya bersinergi dengan elemen-elemen lain seperti Sanggar Pasinaon Pambiwara, bila perlu ada keterlibatan Sanggar Pawiyatan Beksa, Sanggar Pawiyatan Pedalangan, organisasi Mekar Budaya yang dipimpin KGPH Mangkubumi dan organisasi yang kini sedang mekar kembali, adalah Putri narpa Wandawa. Beberapa elemen di bawah kendali LDA, selain LDA-nya sendiri sebagai motor penggerak, bila bisa ditingkatkan intensitas geraknya dan bisa disinergikan, tentu akan mempercepat pencapaian tujuan jangka pendek, dan dalam banyak hal sekaligus atau holistik.

Hal yang bisa melengkapi capaiannya menjadi holistik, karena belakangan LDA sudah menggerakkan elemen abdidalem juru suranata dan Kanca Kaji serta abdidalem yang bertugas di masjid-masjid yang memiliki kaitan sejarah dengan Mataram Islam. Pengaktifan abdidalem Ketip Imam sampai Muazin yang sudah dimulai dari Masjid Agung Cipto Mulyo Pengging (Boyolali), Masjid Baitul Magfur, Karanggede (Boyolali), Masjid Ki Ageng Selo (Grobogan), Masjid Agung Jatisobo, Polokarto (Sukoharjo) dan yang akan diwujudkan untuk Masjid Agung Cipto Sidi di kawasan situs cagar budaya Pesanggrahan Langenharjo (Sukoharo).

Menggerakkan semua elemen untuk beberapa keperluan baik yang mendesak maupuan jangka panjang berupa pelestarian budaya, jika dilakukan sejurus diyakini akan mendapatkan hasil yang melegakan, baik bagi kehidupan warga bangsa secara keseluruhan, maupun bagi Kraton Mataram Surakarta. Apalagi, disusul keterlibatan organisasi Putri narpa Wandawa yang sudah punya track record dalam bidang penguasaan seni budaya, lengkap dengan prestasi-prestasinya dan  capaian-capaian yang bisa diwujudkan mulai dari sosialisasi, pengenalan dan menjadikannya milik publik dan cirikhas kepribadian kebhinekaan yang sangat dicintainya.

Porsinya Cabang Seni

ELEMEN PENTING : Organisasi Putri Narpa Wandawa adalah elemen penting Keraton Mataram Surakarta, yang sudah aktif mengikuti jejak Gusti Moeng, beberapa tahun lalu.  Misalnya mengikuti “blusukan” mencari sumber air Widuri, yang menyediakan kebutuhan beberapa masjid leluhur Dinasti Mataram di Kabupaten Grobogan.  (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Kepengurusan Putri Narpa Wandawa, sudah beberapa tahun terbentuk. Karena Gusti Galuh, Gusti Sekar dan Gusti Retno (berturut-turut sebagai ketuanya-Red)meninggal, Untuk sementara terpaksa saya pegang. Sekarang, pengurus cabang yang sudah ada yaitu Putri Narpa Boyolali, Klaten dan Ponorogo. Sebentar lagi akan kami resmikan pengurus cabang Putri Narpa di Kabupaten Nganjuk dan Jepara. Kalau Narpa Wandawa, sebenarnya wadah anggota yang kakung (lelaki-Red). Tetapi belum terbentuk kembali. Tetapi organisasi Mekar Budaya yang dipimpin KGPH Mangkubumi, bisa segera dikembangkan dan ikut bergabung membantu tugas-tugas mulisa itu,” sebut Gusti Moeng.

Seperti disebutkan KRAy Koes saparinah selaku Ketua Gabungan Organisasi Wanita Surakarta (GOWS), organisasi Putri Narpa Wandawa yang kembali aktif sejak tahun 1970-an, tak lama kemudian sangat menonjol prestasinya terutama di tingkat Jateng. Karena organisasi yang kebanyakan anggotanya dari lingkungan Baluwarti dan kerabat kraton, sangat menguasai seni budaya dan selalu menjadi juara lomba karawitan, geguritan, panembrama, macapat di tingkat provinsi.

Kini, organisasi yang didirikan pada 5 Juni 1931 pada masa jumenengnya Sinuhun PB X, sudah genap berusia 91 tahun dan makin aktif dan bergairah kembali sebagai organisasi yang bisa meneruskan tugas dan kewajibannya di bidang seni budaya untuk pelestarian budaya Jawa serta demi eksistensi Kraton Mataram Surakarta. Bersamaan dengan pengembangan organisasi di tingkat cabang dan ranting di sejumlah daerah yang paralel dengan keberadaan pakasa, sangat strategis dalam ikut mengemban tugas mulia yang mendesak, dengan mengambil porsi di bidang yang dikuasai, yaitu cabang-cabang seni budaya, mulai dari babonnya budaya Jawa sampai yang berkembang sebagai kesenian rakyat di tingkat lokal cabang-cabangnya. (Won Poerwono-bersambungi1)