Untuk Mempercepat Pembahasan dan Penetapan Menjadi UU
JAKARTA, iMNews.id – Dewan Pimpinan Pusat Majlis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) mengadakan audiensi dengan Komisi II DPR RI dan diterima beberapa anggota Komisi II yang dipimpin Junimart Girsang selaku Wakil Ketua Komisi II dari FPDIP. Audiensi yang berlangsung di ruang sidang Komisi II, Senin pagi (11/4) itu, Ketua Umum MAKN KPH Edy Wirabhumi menyampaikan aspirasi berkaitan dengan tertundanya pembahasan RUU Perlindungan dan Pelestarian Budaya Adat Kerajaan Nusantara (PPBAKN) hingga sekitar 10 tahun.
“Intinya, aspirasi yang kami sampaikan untuk mendesak Komisi II agar segera membahas RUU untuk disahkan sebagai UU tersebut. Karena sudah masuk dalam Prolegnas, bahkan terbengkalai 5 tahunan. Tetapi, ada juga RUU Perlindungan Masyarakat Hukum Adat yang sudah lebih lama kamu masukkan ke Komisi II DPR RI. Bahkan sudah 10 tahunan. Tetapi, banyak masukan dan saran, agar RUU PPBAKN diprioritaskan, agar ada harmonisasi. Dan Komisi II sudah merespon positif usulan dan permintaan kami,” papar Ketua Umum MAKN KPH Edy Wirabhumi, menjawab pertanyaan iMNews.id, tadi sore.
Audiensi yang disambut 5 unsur pimpinan Komisi II, dalam penyampaian penjelasan dan jawaban, ditunjuk Junimart Girsang selaku Wakil Ketua dari FPDIP. Sedangkan Ahmad Doli Kurnia Tandjung selaku Ketua Komisi dari FP Golkar, Saan Mustopa (Wakil Ketua) dari FP Nasdem, Luqman Hakim (Wakil Ketua) dari FPKB dan Syamsurizal (Wakil Ketua) dari PPP banyak mendengarkan.
Ketua Umum DPP MAKN KPH Edy Wirabhumi yang diikuti beberapa unsur DPP seperti Dra RAy Yani WSS Kuswodidjojo (Kesultanan Sumenep), banyak menyampaikan penjelasan ikhwal organisasi MAKN, kalangan anggotanya, peran dan jasa kerajaan-kerajaan di masa lalu serta mendesak perlunya segera dibahas dan disahkan RUU PPBAKN.
“Kami menyampaikan perlunya penyematan budaya asli Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Merauke di berbagai ruang dan kesempatan secara terus-menerus. Agar setiap pergantian generasi, selalu mengenal dan memahami asal-usul bangsa yang besar dan sudah terwadahi NKRI sejak 17 Agustus 1945 itu”.
“Budaya asli yang tersebar di Nusantara itu masih terus dipelihara di kerajaan-kerajaan dan lembaga adat yang ada, meskipun rata-rata kondisinya tertaih-tatih. Dan kerajaan-kerajaan itulah yang dulu ikut mendirikan NKRI, karena para raja dan sultan rela menggabungkan wilayahnya ke dalam NKRI. Ini harus senantiasa diahami walau bangsa ini berganti generasi sampai kapanpun,” tandas KPH Edy Wirabhumi yang juga Pimpinan Lembaga Hukum Keraton Surakarta (LHKS) itu. (won-i1)