Perlu Konsolidasi Pakasa Seluruh Cabang, Agar Memberi Daya Dukung Maksimal
IMNEWS.ID – MELIHAT potensi berbagai ancaman yang serius itu, memang sudah banyak kerja nyata dilakukan baik melalui organisasi Pakasa maupun langsung Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Mataram Surakarta. Karena, ada yang bisa diprioritaskan mendapat penanganan lebih dini dan lebih memungkinkan segera dilakukan, yaitu konsolidasi organisasi Pakasa di tingkat cabang, terutama di daerah yang memiliki situs makam/petilasan/pesanggrahan leluhur Dinasti Mataram.
Mengingat berbagai kemudahannya, meningkatkan kesiapan pengurus dan warga Pakasa cabang mebih menjadi prioritas lebih dahulu dibanding kebutuhan menghadapi potensi ancaman yang bersifat “intangable”. Karena, upaya-upaya untuk menghadapi potensi ancaman yang bersifat “intangable”, diperlukan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga-lembaga penting negara secara berjenjang, mulai dari pucuk pimpinan di level nasional sampai jajaran di bawahnya.
Kalau KPH Edy Wirabhumi bisa melakukan kerja koordinasi dan kerjasama serta fungsi-fungsi lebih luas lagi dalam rangka menjaga ketahanan budaya NKRI dan menjaga kebhinekaan bangsa, misalnya dengan Ketua DPD RI, Kasad dan berbagai jenis upaya serupa dengan memaksimalkan forum lembaga Majlis Adat Keraton Nusantara (MAKN) maupun Pakasa Punjer, itu memang menjadi prioritas dalam menghadapi ancaman yang bersifat “intangable” tersebut. Tetapi dalam lingkup internal masyarakat adat, Pakasa juga efektif untuk membantu kerja LDA dalam mempercepat upaya menghadapi potensi ancaman yang bersifat “tangable”.
Beberapa hal itu merupakan hasil analisis iMNews.id setelah mengikuti program safari nyadran 2022 “Tour de Makam, Petilasan dan Pesanggrahan”, maupun safari keliling di luar ritual nyadran atau Ruwahan yang dilakukan LDA dalam beberapa tahun sejak 2015. Analisis dilakukan terhadap berbagai informasi yang bisa digali dan ditampung yang berisi berbagai bentuk permasalahan, yang semuanya memiliki tingkat ancaman yang berbeda di masing-masing situs makam/petilasan/pesanggrahan.
Eksistensi pengurus Pakasa cabang yang kuat, luwes, setia dan menguasai persoalan budaya Jawa serta aspek kesejarahan Mataram secara lengkap, sepertinya menjadi modal dasar yang paling mendesak untuk manjaga dan mengawal jalannya setiap pelaksanaan ritual di masing-masing cabang yang berkait dengan aspek historis, kultural dan emosional dengan Keraton Mataram Surakarta. Pakasa cabang bahkan bisa menjadi organizer sekaligus penanggungjawab pelaksanaan ritual di setiap makam/petilasan/pesanggrahan, yang melibatkan berbagai elemen daerah cabang mulai Pemkab bersama Forkompimda beserta jajarannya, hingga organisasi-organisasi masyarakat seperti PC NU tempat kalangan Nahdliyin bernaung.
Fungsi dan kesiapan Pakasa seperti itu sangat penting, karena melihat pengalaman pada pelaksanaan Program Safari Nyadran 2022 dan “Tour de Makam, Petilasan dan Pesanggrahan” yang pernah dilakukan Gusti Moeng selaku Ketua LDA. Sebagai contoh, kompleks makam Kyai Ageng Selo, Kyai Ageng Tarub dan Kyai Ageng Getas Pendowo yang berada di dua kecamatan berbeda di Kabupaten Grobogan, yang masih mengalami permasalahan di tubuh pengurus Pakasa cabang karena ada perbedaan visi dengan kelompok-kelompok masyarakat adat penjaga dan pemelihara makam/petilasan/pesanggrahan.
Pakasa Cabang Grobogan di bawah kepemimpinan KRAP Joko wasis Reksodiningrat, sekalipun kini sudah bisa mengatasi persoalannya melalui restrukturisasi kepengurusan, tetapi belum sepenuhnya solid. Ada yang belum satu visi sebagai abdidalem dan bagian dari masyarakat adat, yang seharusnya bersama-sama mengemban tugas dan fungsi melestarikan budaya Jawa dan peradaban Mataram. Di cabang ini, perbedaan visi terjadi juga disebabkan karena intervensi organisasi lain yang berlabel “Hondrowino” (makan-makan/pesta-Red), yang mempertajam perbedaan visi tersebut.
Persoalannya hampir sama dengan Pakasa Cabang Grobogan, kepengurusan Pakasa Cabang Tegal/Slawi yang setiap tahun menggelar ritual menyambut 1 Muharam atau 1 Sura dan ritual nyadran yang diinisiasi LDA Keraton Mataram Surakarta, kini juga sedang mengalami persoalan akibat intervensi organisasi dari lingkungan sejenis yang punya nama berkonotasi pesta atau makan-makan itu. Ancaman yang jauh lebih mendasar berupa perpecahan atau friksi di tubuh organisasi cabang yang sebenarnya diharapkan menjadi penanggungjawab di daerah itu, juga pernah dialami Pakasa Cabang Gebang Tinatar Kabupaten Ponorogo (Jatim).
“Tetapi kami solid. Semua pengurus dan warga Pakasa sepakat patuh terhadap satu komando yang berasal dari Ketua Umum Pakasa cabang, yaitu KRA MN Gendut Wreksodiningrat. Jadi, ajakan dengan iming-iming dari organisasi sebelah (“Hondrowino”), tidak mempan. Semua sudah tahu, godaan itu akan memecah-belah kerukunan dan keutuhan Pakasa Gebang Tinatar”, ujar KRAT Suro Agul-agul selaku Ketua I Pakasa cabang, menjawab pertanyaan iMNews.id, beberapa waktu lalu.
Ancaman friksi akibat intervensi organisasi sejenis, juga terjadi di Pakasa Cabang Boyolali dan Banjarnegara. Ancaman intervensi bisa melamahkan eksistensi Pakasa Cabang, meskipun Pakasa Cabang Wonogiri dan Karanganyar juga “mlempem” dalam beberapa waktu bukan oleh akibat yang lain. Begitu pula beberapa kepengurusan pakasa cabang di sejumlah kabupaten/kota di Jatim, pangkalnya bersumber dari perbedaan visi bukan akibat intervensi pihak lain.
Upaya memperkuat eksistensi Pakasa cabang yang perkasa macam Cabang Ponorogo dan Klaten memang menjadi modal utama yang mendasar, sebagai tangan panjang LDA Keraton Mataram Surakarta dan berbagai elemennya di masing-masing daerah. Jika organisasi Pakasa di tingkat cabang kuat, upaya menghimpun kebersamaan dan kepedulian untuk menghadapi ancaman yang bersifat “tangable” maupun “intangable” lebih mudah. Karena Pakasa cabang bisa bekerjasama dengan lembaga-lembaga negara di tingkat daerah, apalagi untuk keperluan menghadapi potensi ancaman yang ingin merongrong keutuhan bangsa, NKRI, Pancasila maupun UUD 1945.
Direncanakan atau tidak, diperhitungkan atau tidak, informasi mengenai perlunya kesiapan dan ketangguhan Pakasa cabang serta berbagai potensi ancaman lainnya menjadi bermunculan dan bisa tertampung berkat program safari nyadran 2022 itu. Dan, figur-figur serta kelompok yang peduli, paham, siap dan bisa berupaya mengatasi berbagai otensi ancaman itu, sepertinya hanya kelompok besar masyarakat adat yang tergabung dalam LDA yang diketuai Gusti Moeng, karena tanda-tanda, fakta dan buktinya sudah banyak yang terwujud nyata. (Won Poerwono-bersambung)