Prajurit Keraton Mataram Surakarta, Sebuah Atraksi Tentang Keindahan (1-bersambung)

  • Post author:
  • Post published:January 26, 2022
  • Post category:Budaya
  • Reading time:8 mins read

Komposisi Warna Kostumnya, Merangsang Mata untuk Melihatnya

IMNEWS.ID – TAHUN 2004 ketika ”raja nagari” Mataram Surakarta Sinuhun Paku Buwono (PB) XII wafat dan kepemimpinannya berpindah ke tangan anak lelaki tertua untuk meneruskannya sebagai Sinuhun PB XIII, gagasan dan pemikiran ke arah maju berkembang sudah banyak dilakukan. Apalagi ketika menyadari, eks ”negara monarki” yang kini bernama Keraton Mataram Surakarta itu, tinggal memiliki kedaulatan di bidang budaya, semua gagasan dan pemikiran yang lahir justru diarahkan untuk memperkuat posisi lembaga masyarakat adat penerus Dinasti Mataram sebagai pusat dan sumbernya budaya Jawa.

Artinya, ketika konteks perjalanan ke depan adalah diartkulasikan sebagai upaya menegaskan posisi Keraton Mataram Surakarta sebagai aset dan sumber budaya (peradaban) bagi NKRI, gagasan dan pemikiran yang lahir makin diarahkan untuk kebutuhan itu, baik dalam  memperkuat posisi NKRI di mata dunia secara politik diplomatis maupun pergaulan masyarakat dunia sebagai kekuatan ekonomis. Oleh sebab itu, sebagai komponen dari taman kebhinekaan, kekayaan seni budaya keraton, sudah menjadi keniscayaan dan pasti.

Tetapi menjadi aset yang bisa dikemas sebagai komoditas industri pariwisata, itulah yang sejak lama dibidik dan ”direkayasa” banyak pihak, dan kini sedang diinisiasi untuk menjadi ujung tombak kebangkitan ekonomi nasional yang habis terpuruk akibat ”dihajar” pandemi Corona. Mungkin saja, konsep formula kemasan komoditas pariwisata di masa kini, sudah jauh berbeda dengan konsep di masa-masa sebelumnya. Karena kini ada Lembaga Dewan Adat (LDA) yang dipimpin GKR Wandansari sebagai ketuanya (iMNews.id, 17/1), yang tidak rela apabila harus mengorbankan harkat dan martabat keraton, hanya demi untuk kepentingan komoditas industri pariwisata.

Sistem Pertahanan ”Nagari”

TUGU PEMANDENGAN : Atraksi kirab prajurit Keraton Mataram Surakarta sebagai daya tarik wisata sejarah di Kota Surakarta, digelar LDA Minggu (16/1) untuk menjadi ujung tombak dalam membangkitkan kembali industri pariwisata di Kota Surakarta. Kirab hanya mengambil rute Pagelaran Sasansumewa-Tugu Pemandengan (depan Balai Kota) p/p. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Karena beberapa alasan itu pula, sebuah aset seni budaya yang sangat khas milik Keraton Mataram Surakarta yang bernama bregada prajurit keraton, menjadi materi yang handal untuk dikemas sebagai komoditas ujung tombak dalam membangkitkan kembali industri wisata di Kota Surakarta, khususnya. Materi komoditas yang bernama bregada prajurit keraton ini, ternyata sangat seksi dan punya daya tarik tersendiri, ketika dilihat langsung ”on the spot” dengan menyaksikan atraksi kirabnya, atau secara virtual melihat lewat media sosial dalam kanal-kanal Youtube.

Bregada prajurit yang dimiliki Keraton Mataram Surakarta, dulu menjadi bagian dari sistem pertahanan resmi ketika ”pemerintahan nagari” Mataram berIbu Kota di Surakarta selama 200 tahun (1745-1945), maupun ketika masih berIbu Kota di Kartasura (1703-1745), Ibu Kota Plered (1613-1703) dan ketika masih berIbu Kota di Kutha Gedhe (1588-1613). Sebagai sistem pertahanan, kekuatan prajurit (tentara-Red) selalu berkembang seiring kemajuan zaman dan teknologi di bidang pertahanan, yang tentu berawal/meneladani dari yang sudah ada pada peradaban leluhur sebelumnya, misalnya Pajang (abad 15/16), Demak (abad 14/15), Majapahit (abad 14), Kediri (abad 12) dan sebagainya.

Perjalanan panjang sistem pertahanan yang berupa bregada prajurit itu dari zaman ke zaman memiliki kekhasan atau keunikan sebagai bentuk pengembangan atau inovasinya, misalnya di bidang persenjataan, strategi perang dan kostum atau seragam. Hingga sampai saat berada di zaman ”pemerintahan nagari” (negara monarki) Mataram (berIbu Kota di) Surakarta selama 200 tahun, tentu memiliki perubahan yang bisa berarti pengembangan/inovasi atau pertambahan, tetapi sekaligus juga bisa berarti pengurangan/peniadaan karena harus menyesuaikan kebutuhannya.

Rutin Sebulan Sekali

KOMBINASI WARNA : Menyaksikan atraksi kirab bregada prajurit Keraton Mataram Surakarta yang mulai digalakkan, Minggu (16/1), seperti melihat kobinasi berbagai warna yang indah, mencolok dan menarik perhatian. Komposisi warna kostum/seragam itu, sudah dimiliki keraton sejak berabad-abad lalu, bahkan meneladani prajurit pada peradaban Majapahit. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kini, sisa-sisa aset pertahanan dalam sistem pemerintahan ”nagari” Mataram Surakarta itu, menjadi sebuah aset yang sangat menarik bagi sektor industri pariwisata, bahkan menjadi simbol dan ikon yang bisa merepresentasikan eksistensi kelembagaannya, yaitu Keraton Mataram Surakarta. Karena, cirikhas aset bregada prajurit yang dimiliki Keraton Mataram Surakarta, tidak dimiliki keraton-keraton lain meski sebagai sesama keluarga besar Dinasti Mataram. Walaupun, di antara Keraton Mataram Surakarta, Keraton Yogyakarta, Pura Mangkunegaran (Solo) dan Pura Pakualaman (Jogja) ada kemiripan dalam nama kesatuan/bregada, penyebutan istilah dan komposisi warna kostum/seragamnya.

Karena aset bregada/kesatuan prajurit keraton dipandang sebagai aset yang posisinya sudah bukan bagian dari sistem pertahanan, tetapi sekadar atraksi peragaan dengan komposisi warna kostum/seragam yang berwarna-warni, di sinilah letak posisi pentingnya ketika berbicara soal potensi industri pariwisata, dan upaya membangkitkan kembali sektor itu dari keterpurukan akibat pandemi Corona. Karena, atraksi abdidalem prajurit Keraton Mataram Surakarta ini, sangat mencolok dan punya daya tarik, baik di depan kamera, kanal-kanal Youtube dan media sosial, maupun ketika melihat ”on the spot” ketika berlangsung kirab, rutin sebulan sekali, tiap hari Minggu ketiga.

Adalah gagasan dan pemikiran yang tepat dan strategis, ketika mengangkat kegiatan atraksi kirab prajurit keraton sebagai ujung tombak daya tarik wisata sejarah Keraton Mataram Surakarta, yang nota bene menjadi bagian atau potensi industri pariwisata andalan Kota Surakarta atau Sala yang diplesetkan menjadi ‘Kota Solo” itu. Ada sembilan bregada abdidalem prajurit Keraton Mataram Surakarta, yang berhasil direkonstruksi dan dijadikan bagian dari pelaksanaan upacara adat di keraton, dari 11 bregada yang pernah ada sebelumnya.

Musik dan Komposisi Warna

KEMBALI MASUK : Atraksi kirab bregada prajurit Keraton Mataram Surakarta yang digelar LDA, Minggu (16/1), setelah melingkari Tugu Pemandengan di depan Balai Kota, berjalan ke selatan kembali masuk gapura Gladag untuk menuju tempat finish di halaman Pendapa Pagelaran Sasanasumewa. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

”Prajurit di keraton, fungsinya sekarang (sejak 1945), ya hanya menjadi bagian dari pelaksanaan upacara adat. Tetapi, mereka yang menjadi prajurit, ya memang abdidalem yang khusus menjalankan tugas di bidang itu. Yang sudah berhasil direkonstruksi, bahkan sejak 2004, ada 9 bregada. Sekarang akan kami lengkapi segala peralatan dan perlengkapannya, terutama seragam/kostum. Meskipun, jumlahnya belum bisa banyak. Untuk sekarang, yang ideal ya 300-an orang,” ujar Gusti Moeng selaku Ketua LDA Keraton Mataram Surakarta, kepada iMNews.id mengaku sedang mempersiapkan seragam dan semua perlengkapannya untuk sekitar 15 prajurit yang baru saja direkrut.

Event ”Pekan Seni dan Ekraf 90 Tahun Pakasa” yang digelar pengurus Pakasa Pusat yang diketuai KPH Edy Wirabhumi selaku ”pangarsa” atau ketuanya, 29/11-5/12-2021 lalu, menjadi titik awal untuk menempatkan penampilan bregada prajurit keraton sebagai ujung tombak dalam upaya membangkitkan kembali sektor industri wisata sejarah di Kota Surakarta. Uji coba dengan kirab bersama berbagai elemen Paksa dari sejumlah cabang di daerah se-Jateng dan Jatim itu, dinilai cukup berhasil menarik perhatian publik calon konsumen komoditas pariwisata dengan objek Keraton Mataram Surakarta dan Kota Solo secara keseluruhan.

Dan hari Minggu (16/1) lalu, LDA Keraton Mataram Surakarta kembali menggelar kirab khusus bregada prajurit keraton yang berlangsung pagi hari sekitar pukul 10.00 WIB, dengan rute perjalanan halaman Pendapa Pagelaran Sasanasumewa-Tugu Pemandengan (depan Balai Kota-red) p/p. Uji coba atraksi ini cukup menarik perhatian warga yang melintas di jalan utama antara gapura Gladag hingga depan Balai Kota itu, karena ada bunyi musik prajurit korp musik khas keraton dan derap langkah sekitar 70-an bregada prajurit dengan kostum warna-warni melintas ke utara dan kembali keselatan dalam durasi 40-an menit. (Won Poerwono-bersambung/i1)