Salah Satu Cara ‘’Mikul Dhuwur, Mendhem Jero’’ Jasa-jasa PB X
IMNEWS.ID – UJUNG lain mata pisau yang tajam dari penyelenggaraan ‘’Pekan Seni dan Ekraf 90 Tahun Pakasa’’ selama sepekan di Pendapa Pagelaran Sasanasumewa yang baru saja lewat (iMNews, 1/12), adalah untuk menunjukkan salah satu cara ‘’mikul dhuwur, mendhem jero’’ jasa-jasa Sinuhun PB X, leluhur yang sudah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Di antara sejumlah karyanya yang bermanfaat untuk peradaban dalam waktu yang panjang, adalah didirikannya organisasi Paguyuban Kawula Keraton Surakarta (Pakasa) pada tanggal 29 November 1931.
Banyak yang bisa dilakukan dalam rangka ‘’mikul dhuwur, mendhem jero’’ karya leluhur itu, di antaranya adalah kepedulian untuk merawat dan melestarikan karya itu, seperti penyelenggaraan ‘’Pekan Seni dan Ekraf 90 Tahun Pakasa’’ itu. Banyak pula pekerjaan dalam rangka itu, termasuk turunan dan kaitan-kaitannya bila melihat Pakasa sebagai salah satu karya peradaban (Mataram dan Jawa).
Bagaimanapun, Sinuhun PB X telah memahami benar perubahan sosial dunia yang terjadi saat itu (1893-1936), begitu juga ketajaman pandangannya yang jauh ke depan. Karena disadari, sebuah ‘’negara’’ (nagari Mataram Surakarta/1745-1945) dan ternyata NKRI yang lahir di tahun 1945, sangat butuh berbagai syarat kehidupan berdemokrasi yang antara lain adalah kebebasan berserikat yang ditunjukkan dengan lahirnya Pakasa di tahun 1931, yang menyusul beberapa bulan kemudian setelah organisasi Putri Narpa Wandawa lahir.
‘’Memelihara Pakasa untuk apa?’’. Itu adalah pertanyaan yang sangat mungkin banyak muncul dari kalangan publik secara luas. Karena, bila melihat konfigurasi kehidupan sosial bangsa ini, kini sudah terkotak-kotak oleh politik identitas, dominasi partai politik dan begitu banyaknya organisasi sosial kemasyarakatan yang muncul sebelum dan sesudah era Reformasi, yang tujuannya untuk berbagai kepentingan, meskipun yang menonjol kepentingan politik.
Dalam berbagai kesempatan, bila mencermati pernyataan KPH Edy Wirabhumi selaku Pangarsa Punjer Pakasa sejak awal membangkitkan kembali Pakasa beberapa tahun lalu, sepertinya tidak pernah tersurat dan tersirat upaya untuk menambah ‘’gegap-gempita’’ suasana kehidupan sosial politik, karena republik ini justru sering ‘’direpotkan’’ oleh banyaknya organisasi sosial dan politik.
Sebaliknya, secara visioner dan misioner, kebangkitan Pakasa yang sudah ‘’pingsan’’ hampir seumurnya itu, lebih tampak untuk menjawab kebutuhan internal masyarakat adat pelestari peradaban Mataram dan Jawa. Mengingat, Keraton Mataram Surakarta sejak 1945 sudah bergabung ke NKRI alias kehilangan nyaris segala kedaulatannya, padahal sangat mendesak butuh sebuah wadah untuk sekadar melestarikan karya-karya dan nilai-nilai peradaban peninggalan leluhur Mataram dan leluhur yang pernah melahirkan dan merawat peradaban Jawa.
Melihat visi dan misi itu, sudah sepantasnya dan sewajarnya, Pakasa ‘’reborn’’ dan dirawat untuk mewadahi orang-orang yang cinta seni budaya dan menghargai karya-karya leluhur dan peradaban, seperti yang dimaksud dalam adagium ‘’Mikul Dhuwur, Mendhem Jero’’ itu. Masyarakat adat pelestari peradaban (Mataram/Jawa) yang sudah tersebar nyaris mera di Nusantara, sangat butuh wadah yang bisa mengeratkan tali persaudaraannya.
‘’Karena, Pakasa adalah organisasi budaya yang bisa menampung berbagai identitas. Karena, semata-mata hanya untuk pelestarian budaya (Jawa). Siapa saja boleh menjadi anggota Pakasa. Karena di situ adalah tempat untuk belajar nilai-nilai luhur seperti ‘Mikul Dhuwur, Mendhem Jero’ itu. Pakasa adalah organisasi budaya, bukan organisasi politik, bukan untuk kepentingan politi dan tidak berafiliasi ke parpol tertentu. Meskipun, di luar Pakasa, semua anggontanya bebas berpolitik,’’ tegas KPH Edy Wirabhumi dengan menunjuk ‘’Pekan Seni dan Ekraf 90 Tahun Pakasa’’ sebagai fakta dari yang dimaksudkan.
Dalam berbagai kesempatan, termasuk saat penutupan event itu, menjawab pertanyaan iMNews.id dikatakan KPH Edy Wirabhumi, keberadaan Pakasa dan kegiatan yang dilakukan selama ini, memang tidak jauh dari urusan pelestarian budaya. Tetapi ada tugas yang sangat penting dilakukan pada situasi dan kondisi sekarang ini, yaitu bergotong-royong dan bersinergi dengan pemerintah dan semua elemen bangsa, untuk ikut membantu mengatasi kesulitan akibat pandemi, terutama pemulihan ekonomi di sektor UMKM.
Berpijak dari penegasan itu, maka penyelenggaraan ‘’Pekan Seni dan Ekraf 90 Tahun Pakasa’’ menjadi bukti yang sudah tidak terbantahkan. Meskipun, event yang baru pertama digelar dengan gotong-royong berbagai pihak termasuk Kemenpar Ekraf dan Dinas Kebudayaan Pemkot Surakarta ini, masih banyak kekurangannya, di antaranya belum semua Pakasa cabang bergabung.
Namun, dari agenda kegiatan yang digelar sejak persiapan hingga pelaksanaan, 29/11-5/12, sudah bisa membuktikan eksistensi, fungsi, visi dan misi Pakasa sebagai organisasi yang berkecimpung dalam upaya pelestarian budaya, dalam skala kecil maupun besar (nasional). Karena, selama kegiatan berlangsung, ada utusan dari Istana Maimun, Medan yang duduk dalam Majlis Adat Keraton Nusantara (MAKN) yaitu Datuk Sri Adil Gabebam menyaksikan kegiatan yang ditonton langsung secara live streaming (virtual) ke ruang publik se-Nusantara itu.
Tak hanya itu, melihat jadwal agenda kegiatan, setting panggung pertunjukan, stan pameran produk UKM dan kirab budaya yang berlangsung pada hari penutupan (Minggu, 5/12), sangatlah meyakinkan sebagai bukti dari eksistensi, fungsi, misi dan misi Pakasa. Belum semua Pakasa cabang yang tersebar di Jateng dan Jatim bisa tampil di semua jenis kegiatan yang digelar selama sepekan itu, tetapi kehadiran Pakasa Cabang Sidoarjo, Kediri, Nganjuk, Pacitan, Trenggalek dan Pakasa Gebang Tinatar Ponorogo dan Pakasa Banjarnegara, Semarang, Jepara, Boyolali, Klaten dan tuan rumah (Surakarta) sudah cukup merepresentasikan potensi kekuatan Pakasa. (Won Poerwono-bersambung)