Kamis, Para Siswa Sanggar Pasinaon Pambiwara Ujian Tembang Macapat

  • Post author:
  • Post published:September 13, 2021
  • Post category:Regional
  • Reading time:3 mins read

Tembang Wulangreh Karya Sinuhun PB V, Edukasi Melalui Karya Seni

SOLO, iMNews.id – Setelah menempuh serangkaian ujian praktek ketrampilan dan pengetahuan tentang sejarah (Keraton Mataram Surakarta), budaya, tata susila, tata bahasa dan pengetahuan tentang berkomunikasi (etika/pambiwara), para siswa Sanggar Pasinaon Pambiwara akan mengikuti ujian tahap akhir, yaitu ketrampilan menyanyi atau ”nembang” macapat. Ada sejumlah judul tembang dari jenis tembang Dhandhang Gula, Pucung dan Mijil yang disiapkan panitia ”pendadaran” (ujian) untuk dipilih 19 peserta ”babaran” (angktan) 37 ini tahun 2021 ini.

”Ujian tembang macapat sudah dijadwalkan Kamis (16/9). Tempatnya di ndalem Kayonan (Baluwarti). Dalam sehari besok lusa itu, harus selesai. Semua yang telah lulus dari Sanggar Pasinaon Pambiwara, harus bisa nembang macapat. Dan mudah-mudahan juga memahami isi syairnya. Karena kebanyakan tembang karya para pujangga, pasti ada kandungan edukasi tentang nilai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupan nyata. Dan isi tembangnya, sebagian besar sangat relevan dengan situasi zaman, kapanpun,” ujar KRRA Budayaningrat, seorang dwija (guru) Sanggar Pasinaon Pambiwara Keraton Mataram Surakarta, menjawab pertanyaan iMNews.id, tadi siang.

Menurut dwija pengampu mata pelajaran hamicara (etika bertutur) dan kawruh (pengetahuan) gending itu, melalui para lulusan atau purnawiyata sanggar itu, diharapkan upaya pelestarian budaya/peradaban Jawa dan Mataram tetap terjaga. Sebab, para lulusan yang terdiri dari berbagai profesi itu, akan menjalankan segala bekal pengetahuan yang didapat dari sanggar dalam kehidupan sehar-hari di tengah masyarakat, melalui profesi masing-masing.

Dalam rangka menjalankan profesi yang menggunakan ketrampilan berpidato, perias pengantin, guru, dosen, TNI, Polri, dalang dan profesi juru pranatacara, penggunaan bahasa Jawa akan tetap terjaga intensitasnya di tengah pergaulan masyarakat. Dalam interaksi sosial melalui profesi masing-masing, diharapkan pesan-pesan moral yang ada di dalam karya seni tembang macapat, bisa teredukasi dan membentuk kesadaran, kepedulian serta tanggungjawab sosial dan moral untuk harmoni kehidupan sekaligus pelestarian peradaban.

Salah satu tembang macapat yang sarat nilai-nilai edukasi ideal dan populer, bahkan sudah dicontohkan KPH Raditya Lintang Sasangka ketika memberi sambutan menutup rangkaian pendadaran tahap sebelumnya di ndalem Kayonan, Minggu (12/9). Seni tembang macapat Dhandhang Gula dari ”Serat Wulang Reh” karya Sinuhun Paku Buwono (PB) V (1820-1823) itu, dinyanyikan oleh Pangarsa Sanggar Pasinaon Pambiwara itu, kemudian dijelaskan maknanya dalam konteks kehidupan sekarang.

”Nanging yen sira nggeguru kaki; hamiliha manungsa kang nyata; ingkang becik martabate; sarta kang wruh ing hukum; kang ngibadah lan kang wirangi; sokur (syukur) oleh wong tapa; ingkang wus hamungkul; tan mikir pawewehing lyan; iku pantes sira guranana kaki; sartane kawruhana”. Syair tembang itu tetap berbahasa Jawa tetapi sudah berksara latin, yang disadur dari syair aslinya dalam Serat Wulang Reh yang menggunakan aksara Jawa dan bahasa Jawa.

Diselingi contoh-contoh untuk menjelaskan sesuai konteks sekarang, KPH Lintang menyebutkan terjemahan syair dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Ketika dirangkai, syair itu berbunyi ”Bila kamu ingin berguru, pilihlah manusia yang berpegang pada kebenaran, yang baik budi pekertinya, yang memahami hukum, yang beribadah dan suka mendekatkan diri kepada Tuhan YME, syukur kalau dapat guru seorang yang suka laku-prihatin, yang sudah tidak memikirkan keduniawian, juga tak lagi memikirkan balas jasa dari orang lain, itulah yang pantas kalian jadikan guru, dan jadikan sumber pengetahuan. (won)