Permohonan Agar Pageblug Corona Segera Sirna dari Nusantara
SOLO, smnusantara.com – Sesaji Mahesa Lawung, PEMERINTAH beserta semua elemen bangsa ini sudah tidak kurang upayanya untuk mengatasi bencana kesehatan pandemi Covid 19. Begitu pula, kalangan masyarakat adat Jawa yang terhimpun dalam Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Mataram Surakarta, tak ketinggalan ikut bahu-membahu mengatasi ”pageblug mayangkara” yang hampir setahun melanda Nusantara dan negara-negara di belahan bumi lainnya.
Masyarakat adat di lingkungan LDA Keraton Mataram Nusantara, memiliki cara tersendiri dalam menyikapi datangnya pageblug serta, memiliki kearifan lokal untuk ikut mengatasinya. Sejarah telah menyebutkan, masyarakat adat penerus Dinasti Mataram, sudah beberapa kali mengalami masa pageblug, terutama akibat bencana kesehatan, misalnya tatkala dilanda flu Spanyol pada tahun 1917-1919.
Kerja mengatasi pageblug mayangkara seperti Virus Corona sekarang ini, memang seakan tidak begitu kelihatan proses dan hasilnya ketika masyarakat adat Keraton Mataram Surakarta melakukan upaya-upayanya dengan caranya sendiri yang berbentuk ritual atau upacara adat. Namun, sikap spiritual seperti inilah gampang diterima masyarakat adat yang sejak lama memiliki kearifan lokal dalam menghadapi segala persoalan kehidupan mikro maupun makro.
Setidaknya, doa wilujengan (keselamatan) dan panyuwunan (permohonan) yang disampaikan melalui ritual Sesaji Mahesa Lawung, misalnya, tentu bisa menyentuh nurani warga masyarakat adat, dalam rangka memperkuat keyakinannya untuk memohon kepada Tuhan YME.
Mohon agar bangsa di Nusantara (NKRI), Keraton Mataram Surakarta beserta isinya, senantiasa diberi kekuatan, keselamatan dan terhindar dari segala bencana serta sirnanya segala ”memala” (penyakit) dan pageblug mayangkara seperti yang sedang melanda bangsa di Nusantara ini.
“Ya kira-kira seperti itu panyuwunan kita. Tetapi, karena ada pengetatan protokol Covid 19, upacara adat Mahesa Lawung kali ini tidak pakai wilujengan nagari. Doanya kami laksanakan di (bangsal) pawon Gandarasan, tidak di Pendapa Sitinggil Lor atau Pendapa Pagelaran. Karena hanya 10 orang saja”.
”Dan yang sowan di Krendawahana ini, ya cuma 30-an orang. Waktunya juga dipersingkat. Maka tidak ada sesorah membacakan riwayat Sesaji Mahesa Lawung. Sehabis doa, menanam kepala kerbau dan uba rampenya, lalu bubar. Yang penting doa penyuwunan kita. Intinya, nyuwun kawilujengan, mudah-mudahan pandemi Corona segera sirna dari bumi Nusantara,” tegas GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Ketua LDA sekaligus Pengageng Sasana Wilapa, menjawab pertanyaan smnusantara.com, tadi siang.
Pengalaman Berharga
Selain membuat kacau-balau semua sendi kehidupan, pandemi Corona melahirkan pengalaman berharga bagi kehidupan secara luas. Pengalaman berharga itu adalah kecerdasan melahirkan sikap yang untuk mengatasi keterbatasan akibat protokol kesehatan Covid 19.
Doa wilujengan untuk memohon keutuhan bangsa dan keselamatan NKRI serta Keraton Mataram Surakarta dan seisinya, cukup dipanjatkan dengan 10 orang di pawon (dapur) Gandarasan. Di situ, Pengageng Sasana Wilapa yang akrab disapa Gusti Moeng, memberi dawuh ujub doa kepada abdidalem ulama KRT Hartoyo Pujodipuro untuk memimpin doa.
Pengalaman berikut, berupa pemandangan semua sesaji termasuk kepala kerbau, diarak dalam barisan yang dipandu beberapa bregada prajurit berjalan menuju beberapa mobil yang akan membawa ke hutan lindung Krendawahana. Ada beberapa mobil yang mengangkut Gusti Moeng selaku pemimpin rombongan yang didampingi GKR Retno Dumilah, sejumlah sentana dan abdidalem garap serta abdidalem pelaksana upacara adat.
”Saya ikut nyenyuwun, agar Keraton Surakarta dan warga masyarakat adat serta budaya Jawanya, tetap lestari sepanjang masa. Semoga pandemi Corona segera sirna dari negeri ini,” pinta Ketua Pakasa Cabang Sidoarjo (Jatim),” pinta KMT Rizky Budayaningrum, Ketua Pakasa Cabang Sidoarjo sekaligus Pimpinan Sanggar Tari ”Rizky Budoyo”, menjawab pertanyaan smnusantara.com di tempat terpisah.
Membendung Antusias
KMT Rizky adalah satu di antara sekitar 40 peserta upacara adat Sesaji Mahesa Lawung, yang jauh-jauh datang dari Sidoarjo (Jatim) untuk menjalankan ”gawa-gawene” (tugas dan kewajiban) sebagai warga Pakasa sekaligus warga masyarakat adat LDA Keraton Mataram Surakarta. Selain itu, tampak juga KRA Gendut Hadipuro (Ketua Cabang) yang mewakili warga Pakasa Cabang Ponorogo (Jatim).
Pengetatan protokol Covid 19 kali ini, tidak hanya merubah format upacara adat yang rutin dijalankan tiap Senin atau Kamis akhir bulan Jimakir tahun Jawa. Tetapi juga meringkas format dengan mengurangi jumlah peserta upacaranya, yang dari biasanya didukung lebih 1.000 orang hanya menjadi 40-an orang.
Akibatnya, ritual di ujung utara batas spiritual wilayah Keraton Mataram Surakarta itu, memupus antusias abdidalem warga Pakasa dari berbagai cabang yang tersebar di Jateng, DIY dan Jatim. Termasuk, warga Pakasa cabang istimewa dari Ponorogo, yang biasanya datang membawa beberapa unit seni reog untuk memeriahkan suasana.
Begitu pula, warga Pakasa Sidoarjo yang kepengurusan cabangnya baru saja ditetapkan, dan ada seratusan abdidalem warganya yang habis diwisuda menerima kekancingan paringdalem gelar sesebutan. Karena pengetatan itu, KMT Rizky hanya membawa beberapa warga, di antaranya tiga bocah penari Roro Ngigel yang dipersembahkan di upacara wisuda paringdalem gelar sesebutan di Kabupaten Banjarnegara, Sabtu lalu. (SMNusantara.Com, 13/12). (Won Poerwono-bersambung)