Pelajar Kelas I SMAN I Blitar “Terselip” di Antara 50-an Peserta Pendadaran Kedua

  • Post author:
  • Post published:June 15, 2025
  • Post category:Regional
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Pelajar Kelas I SMAN I Blitar “Terselip” di Antara 50-an Peserta Pendadaran Kedua
CARA BERBUSANA : KMT Tasik Ayu Lestari Rengganingrum selaku "dwija" penguji maslaah tata-busana, berada di urutan terakhir memberi penilaian tiap siswa peserta "pendadaran" di Bangsal Smarakata, Minggu (15/6) siang tadi. Fatiha, salah satu peserta yang sedang dinilai. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

KGPH Puger Bagian “Ndadar” Soal Pengetahuan Struktur Bangunan di Kawasan Kraton

SURAKARTA, iMNews.id – Ada seorang siswi pelajar kelas 1 SMAN I Srengat, Kabupaten Blitar (Jatim), menjadi salah satu peserta “pendadaran” siswa Sanggar Pasinaon Pambiwara dari “pang” (cabang) “babaran” 43. Fatiha (16), seakan terselip di antara 50-an peserta “pendadaran” dari pang Semarang, Blitar dan Kabupaten Malang (Jatim) yang menjadi cabangnya kraton.

Walau menjadi siswa dan peserta ujian paling muda, namun Fatiha yang tinggal bersama keluarganya di Desa Sumberingin, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar itu tampak menonjol dan mencuri perhatian. Terutama karena caranya berbusana adat Jawa dan caranya berjalan tampak luwes, lancar berpidato Bahasa Jawa krama inggil dan menjawab pertanyaan para “pendadar”.

“Saya mulai tertarik mempelajari Budaya Jawa dari keluarga saya, terutama ayah. Setelah saya belajar dan mengetahui kondisinya, saya ingin mempelajari lebih jauh melalui Sanggar Pasinaon Pambiwara pang Blitar. Saya merasa menjadi bagian dari generasi muda yang khawatir budaya asli saya terancam hilang. Maka saya mempelajari untuk melestarikannya”.

“Saya mungkin termasuk paling muda, tetapi saya tidak minder. Saya harus ikut melestarikannya, dan berharap generasi muda seusia saya juga ikut bersama-sama mempelajari untuk melestarikannya. Kalau bukan kami-kami generasi muda ini, Budaya Jawa lama-lama akan hilang,” ujar Fatiha yang disebut Giyantoro, bahwa teman serombongan dari “pang” Blitar itu seorang penari.

TENTANG STRUKTUR : KGPH Puger, salah seorang dwija yang menjadi “pendadar” pada ujian tahap dua siswa “babaran” 43 Sanggar Pasinaon Pambiwara di Bangsal Smarakata, Minggu (15/6) siang tadi. Putra-dalem Sinuhun PB XII itu banyak bertanya soal struktur bangunan di kawasan kraton. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Fatiha menyebutkan, dirinya merasa beruntung bisa belajar tentang Budaya Jawa di Sanggar Pasinaon Pambiwara dan sejarah Kraton Mataram Surakarta yang menjadi sumber budaya itu. Apalagi, bisa mengikuti pendadaran atau ujian yang berlangsung di kraton, setelah mengikuti studi orientasi lapangan secara singkat untuk mengenal dan memahami seluruh struktur bangunan.

Seperti para peserta lainnya, Fatiha juga menjalani ujian “tumindak” atau praktik dan tanya-jawab pengetahuan tentang semua yang diajarkan dari Budaya Jawa dan sejarah. Dimulai dengan berpidato dalam Bahasa Jawa krama inggil, yang biasanya digunakan dalam rangkaian tatacara upacara adat pengantin, remaja perempuan itu harus “laku dhodhok” menuju mikropon.

Sesampai di tiang penyangga mikropon, Fatiha tampak berdiri dan membenahi “wiron” dan lipatan “jarik” setelah digunakan untuk “laku dhodhok”. Diawali dengan permintaan kepada operator sound system agar diperdengarkan “gendhing” yang diinginkan, dia lalu memulai berpidato yang berisi tentang jalannya “lamaran”. Kecermatan dan ketrampilan ini juga dinilai.

Saat berjalan jongkok menuju mikropon, mulai berpidato hingga kembali “laku dhodhok” menuju meja para “dwija” lainnya, ada sejumlah “dwija pendadar” yang di antaranya KRMH Cici Suryo Triyono (putera KGPH Puger) yang secara khusus menilai. Meja pertama yang harus dihampiri adalah meja KGPH Puger, di situ para peserta ujian harus bisa menjawab pengetahuan “sejarah”.

HAMPIR BERSAMAAN : Berlangsungnya ujian praktik atau “tumindak” para siswa “babaran” 43 Sanggar Pasinaon Pambiwara di masing-masing meja “dwija”, tampak berlangsung hampir bersamaan karena digelar dalam satu tempat terbuka, yaitu ruang Bangsal Smarakata, Minggu (15/6) dari pagi hingga siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sejarah singkat itu termasuk struktur seluruh bangunan di kawasan kraton yang luasnya 90-an hektare, mulai dari pintu masuk Gapura Gladag hingga Gapura Gading. Karena, struktur bangunan kraton dari pintu masuk di utara ke pintu keluar di selatan, punya makna filosofi perjalanan hidup manusia sejak dari dalam kandungan, lahir, dewasa dan “menyambut ajal”.

Kepada Fatiha dan peserta ujian lain, KGPH Puger siang tadi banyak menanyakan nama bangunan tempat pendadaran (Bangsal Smarakat), nama lokasi sanggar (Bangsal Marcukunda), pintu masuk (Kori Kamandungan) dari halaman (Kamandungan), pintu masuk dari Alun-alun Lor (Kori Brajanala) dan sebagainya. Sedangkan para “dwija” lain bertanya tentang Budaya Jawa.

KPH Raditya Lintang Sasangka )Pangarsa Samnggar Pasinaon Pambiwara) misalnya, menguji praktik kemampuan siswa “nembang” salah satu dari tembang Macapat. Tidak aneh, dari Bangsal Smarakata sejak pagi terdengar suara tembang Macapat berganti-ganti, Pucung, Kinanthi, Dhandhanggula dan sebagainya. Sementara, KKRT Dr Joko Daryanto, banyak bertanya soal “gendhing”.

Para peserta ujian harus siap menjawab pertanyaan dosen di FKIP UNS itu, ketika ditanya penguasaan gendhing karawitan yang sesuai untuk tatacara tertentu dalam rangkaian upacara adat pengantin atau keperluan yang lain. Tak hanya judul dan makna liriknya, irama gendhing juga harus dipahami dan bisa menjawab bila ditanya Larasnya, Pathetannya, Pelog atau Slendro.

SECARA KHUSUS : Ada sejumlah “dwija” yang duduk dalam tempat khusus karena penilaian yang dilakukan juga secara khusus terhadap peserta ujian pidato atau smabutan berBahasa Jawa “krama inggil”. Saat itu, kebetulan Fatiha, remaja 16 tahun asal Blitar yang sedang dinilai. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Terakhir di meja “dwija” KMT Tasik Ayu Lestari Rengganingrum yang biasanya tugas bertiga bersama KP Budayaningrat, para peserta ujian dinilai caranya berbusana, pengetahuan tentang perlengkapan busana, tatacara pemakian dan aturannya. Jenis-jenis lipatan, arah lipatan dan model “gelung” untuk wanita, pengetahuan posisi keris dan jenis-jenis jarik yang boleh dipakai.

Dari Fatiha memang belum terdengar profesi apa yang ingin dicapai kelak, setelah kemampuan penguasaan Budaya Jawa dari Sanggar Pasinaon Pabiwara diperoleh?. Tetapi, dari para peserta lain sangat bervariasi latarbelakang profesinya. Mulai dari pribadi anggota keluarga, pamong wilayah, pamong desa, guru, juru pambiwara (MC), perias pengantin dan sebagainya.

Selesai pendadaran tahap dua sekitar 50 siswa siang tadi, proses kegiatan sanggar berikutnya tinggal mempersiapkan upacara wisuda. Namun, pimpinan sanggar (KPH Raditya Lintang Sasangka) belum menentukan waktu dan tempatnya, karena harus berunding, termasuk dengan GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pangarsa Yayasan Sanggar Pawiyatan Kabudayan Kraton.

Di tempat terpisah, sesuai pemberitahuan dan undangan yang beredar di kalangan pengurus Pakasa cabang, Kraton Mataram Surakarta akan menggelar upacara adat penyerahan “partisara kekancingan” berisi gelar kekerabatan. Upacara akan digelar di dua tempat, di Bangsal Kasentanan untuk wisuda sentana-dalem dan Bangsal Smarakata untuk abdi-dalem, Sabtu, 21 Juni ini.

MEMILIH JENIS : KMT Tasik Ayu Lestari Rengganingrum selaku “dwija” yang menguji soal tata-busana, sedang menilai jenis dan cara pemakaian “epek timang” yang dikenakan seorang siswa peserta ujian. Pemakaiannya bukan hanya benar atau salah, tetapi soal “pantes” (serasi) juga menjadi penilaian. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Wakil Pengageng Sasana Wilapa, KP Siswanto Adiningrat yang dimintai konfirmasi iMNews.id menyatakan, upacara wisuda akan berlangsung sehari di dua tempat berurutan. Sabtu (21/6) pagi mulai pukul 09.00 WIB, wisuda sekitar 25 sentana-dalem (termasuk sentana garap) di Bangsal Kasentanan, dan setelah itu wisuda 150-an abdi-dalem di Bangsal Smarakata.

Di tempat terpisah, KRRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Singonagoro (Ketua Pakasa Cabang Kudus) menyatakan, ada 7 anggota cabang akan diwisuda, Sabtu (21/6) itu. Dari 7 abdi-dalem itu, 4 orang naik pangkat dan 3 abdi-dalem baru. Dan KRT Suyono S Adiwijoyo (Ketua Harian Pakasa Cabang Ngawi) menyebut, dari cabangnya ada 4 orang abdi-dalem yang akan diwisuda. (won-i1)