LDA Berjuang 6,5 Tahun Baru Bisa Mendapatkan Legal Standing Badan Hukum
SURAKARTA, iMNews.id – Setelah Kraton mataram Surakarta “berbadan hukum” atau memiliki lembaga (Lembaga Dewan Adat) pengelola yang memiliki badan hukum secara sah dan resmi dari negara, Gusti Moeng meyakini bisa menyelesaikan segala permasalahan atau sengketa hukum antara kraton dengan berbagai pihak. Selama 6,5 tahun LDA memperjuangkan legal standing itu.
“Sebelumnya, kraton selalu kalah ketika melakukan proses hukum atas sengketa yang terjadi dengan berbagai pihak. Karena, kraton tidak memiliki (legal standing) badan hukum. Setelah Lembaga Dewan Adat berhasil memperjuangkan selama 6,5 tahun itu, akhirnya banyak diperoleh hasil yang membuat semakin bersemangat meneruskan pekerjaan dan tugas-tugas kewajiban”.

“Ini yang patut dipahami dan disyukuri seluruh kerabat masyarakat adat Mataram Surakarta. Sejak kraton berbadan hukum, kita selalu menang lo. Nggih mboten..?. Ning kula terus mikir, gek sukmben sing neruske aku sapa?. Muga-muga aku saben dina cerewet karo ponakan lanang 4 kae, sukmben eneng hasil kanggo kraton,” harap Gusti Moeng dalam bahasa campuran.
Pernyataan dan pertanyaan Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat (LDA) itu, disampaikan dalam bahasa Jawa campuran antara krama inggil dengan krama madya, bahkan ngoko. GKR Wandansari Koes Moertiyah itu memberi sambutan tunggal singkat sebagai penutup ritual khol peringatan wafat KRMH Aditya Suryo Harbanu, putra kakaknya, (almh) GKR Retno Dumilah.

Dalam sambutan singkat itu, Gusti Moeng fokus menjelaskan soal posisi legal standing LDA sebagai pengelola kraton yang resmi dan sah setelah terbit (PK) putusan Mahkamah Agung (MA) RI, yang eksekusinya dilakukan tim Panitera Pengadilan Negeri (PN) Surakarta, 8 Agustus 2024. Dengan terbitnya putusan MA itu, semua produk di luar LDA “batal dan gugur” demi hukum.
Hal lain yang jadi fokus perhatian Gusti Moeng, adalah sebuah tantangan besar yang sulit dijawab tetapi bisa dipersiapkan sejak sekarang. Yaitu siapa figur yang akan menggantikannya dalam berbagai fungsi, peran dan berbagai kapasitas. Karena menurutnya, semua manusia dibatasi oleh usia, ketika dirinya sudah tiada kelak, siapa yang akan menggantikannya.

“Suk yen aku wis mati, gek sapa sing bakal nggenteni aku?. Merga, umure manungsa eneng watese. kabeh bakale mati, kalebu aku,” tandasnya lagi. Gusti Moeng menegaskan soal itu, ketika menyebut akan adanya acara hari Tari Dunia (HTD) 2025 pada tanggal 29 April. Kraton akan menggelar pentas tari di Bangsal Smarakata, dan kerabat hanya diminta datang menyaksikan.
“Kerabat mung tak suwun rawuh, sowan, hanyekseni atau menyaksikan. Apa ya ora gelem?. Karena, yang akan disajikan malam itu (29/4) beberapa jenis tari Srimpi karya para tokoh leluhur kita, yaitu Sinuhun PB IV dan V. Ini agar semua kerabat bisa tahu dan paham saja, sudah matur nuwun. Bahwa tari Srimpi yang saya sebut tadi seperti itu,” tunjuk Gusti Moeng.

Sementara itu, waktu hadir di layanan cek kesehatan yang digelar Bebadan Kabinet 2004 di Pendapa Magangan, Gusti Moeng juga sempat memberi sambutan singkat. Dia berharap, layanan kesehatan ini bisa berlanjut ke depan sebagai wujud kerjasama antara Pemkot dengan kraton. Dari hasil cek kesehatan ini, diharapkan masing-masing menindaklanjuti secara mandiri.
Kegiatan layanan cek kesehatan yang dilakukan tim medis dari tiga Puskemas antara lain Puskesmas Purwosari dan Gajahan yang ditugas Dinas Kesehatan Kota (DKK) Surakarta itu, diikuti sedikitnya 210 kerabat di bawah Bebadan Kabinet 2004. Kegiatan di Pendapa Magangan sejak pukul 08.00 WIB hingga selesai itu, membuat suasana lokasi itu menjadi lebih “hidup”. (won-i1)