Haul “Mbah Nyai Sindu” Jadi Modal Pengembangan Pakasa, Untuk “Mendapatkan” Event Andalan
IMNEWS.ID – PERISTIWA ritual haul wafat seorang tokoh yang dikenal akrab masyarakat Desa Kuthuk, Kecamatan Undaan (Undakan-red), Kabupaten Kudus dengan nama “Mbah Nyai Sindu”, menjadi sarana untuk menggali data sejarah lebih dalam, luas dan detil. Baik dari sisi tokoh sentral yang dimuliakan, maupun sisi masyarakat Kudus, termasuk Pakasa Cabang Kudus.
Dua sudut atau sisi pandang untuk melihat tokoh “Mbah Nyai Sindu” yang “petilasannya” dimuliakan dengan ritual haul sudah beberapa kali oleh masyarakat, tentu bertujuan positif untuk banyak hal bisa dicapai sekaligus. Setidaknya, tujuan yang bermanfaat secara edukatif untuk masyarakat dan kalangan pamong bidang dan wilayah semua tingkatan di Kabupaten Kudus.
Tujuan edukatif juga berupa membangun pemahaman yang baik tentang sejarah asal-usul wilayah setempat yang dihuni sekarang. Berikut, pemahaman tentang potensi wilayahnya. Dari soal religi, seni, budaya, ekonomi, sejarah dan sebagainya. Pemahaman yang baik terhadap potensinya, menjadi modal untuk membangun ketahanan budaya lokal, regional dan nasional.
Dan peristiwa ritual haul wafat “Mbah Nyai Sindu” di Desa Kuthuk, Kecamatan Undaan itu, menjadi fenomena menarik dari sisi posisi keberadaannya. Hal menarik pertama adalah soal tokoh “Mbah Nyai Sindu” yang diperingati haulnya, diduga adalah Nyi Mas Rara Prihatin, saudara kandung dengan Nyi Mas Rara Semangkin, yang keduanya adalah adik Ratu Kalinyamat.
Yang menarik berikutnya, adalah lokasi makam “Mbah Nyai Sindu” yang berada di Desa Kuthuk, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus itu, menurut Bendahara Pakasa Cabang Pati hanya “petilasan” Nyi Mas Rara Prihatin. Sedangkan makam “aslinya”, diyakini berada di wilayah Kabupaten Pati, yaitu di Desa Wotan, Kecamatan Sukolilo.
Bila benar makam tokoh adik kandung Ratu Kalinyamat itu ada di wilayah Kabupaten Pati, maka sudah sepantasnya Pakasa cabang setempat menggelar ritual haul yang dipusatkan di makam Desa Wotan, Kecamatan Sukolilo itu. Sedangkan peristiwa haul “Mbah Nyai Sindu” di Desa Kuthuk itu, anggap saja sebagai bentuk “kepedulian” (Bendahara) Pakasa Cabang Pati.
Ritual haul “Mbah Nyai Sindu” yang diyakini hanya “petilasan” (keluarga) Nyi Mas Rara Prihatin, Kamis (18/7) itu, harus diedukasi kepada masyarakat luas tentang kebenaran faktanya. Sebaiknya mulai dirunding agar diurusi Pakasa Kudus, atau didukung bersama, karena masyarakat Desa Wegil (Sukolilo) dan Desa Kuthuk merasa memilikinya, walau beda kabupaten.
Karena lokasi Desa Kuthuk dan Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan (Kabupaten Kudus) seakan menyatu dengan Desa Wegil, Kecamatan Sukolilo (Kabupaten Pati), menjadi faktor pendorong terwujudnya ritual yang didukung penuh RT Syahroni atas nama Bendahara Pakasa Cabang Pati. Faktor kedekatan pula yang menyebabkan warga Desa Kuthuk bergabung ke Pakasa Pati.
“Saya dan rombongan Pakasa Cabang Kudus sudah dua kali ikut kirab di petilasan Mbah Nyai Sindu ini. Karena, Pakasa Cabang Kudus baru belakangan eksis, ya enggak apa-apa sementara berjalan seperti ini. Lama-kelamaan kalau semua sudah paham, pasti akan bergabung ke Pakasa Kudus. Karena, batas kewilayahan bisa menjadi masalah dalam urusan resmi nantinya”.
“Misalnya, urusan identitas sebagai peserta sebuah kerjasama event dengan pihak pemerintah, pasti akan ada persyaratan domisili yang sah secara hukum. Tapi, untuk sementara biar berjalan dulu. Kami akan tetap mendukung berbagai kegiatan pelestarian budaya Jawa seperti kirab ritual haul, kemarin,” ujar KRA Panembahan Didik menjawab iMNews.id.
Kehadiran rombongan Pakasa Cabang Kudus sekitar 15 orang dengan atribut khas ikonik Kabupaten Kudus, jelas sangat mencolok dengan kalangan peserta kirab lain yang membawa atribut khas bukan dari Kabupaten Kudus. Kehadirannya tentu akan mewarnai event itu pada kesempatan mendatang, yang akan dikenali sebagai warna yang khas ikonik budaya setempat.
Fenomena menarik yang terpancar dari peristiwa ritual haul “Mbah Nyai Sindu” itu tentu akan menjadi catatan penting bagi Pakasa Cabang Kudus. Selain karena dari sisi kewilayahan merupakan bagian dari tugas pengembangan pengurus Pakasa cabang, event yang sudah muncul ke permukaan dan mulai dikenal secara luas, bisa menjadi agenda kegiatan Pakasa Cabang Kudus.
Dalam tugas pengembangan organisasi, pengurus Pakasa cabang terbuka kesempatan untuk membina masyarakat adat yang merawat “petilasan” Nyi Mas Rara Prihatin itu menjadi perangkat pengurus Pakasa Anak Cabang (Kecamatan Undaan). Apalagi, Pakasa Cabang Kudus kini membutuhkan dukungan untuk mewujudkan beberapa agenda, termasuk pembentukan anak cabang.
Agenda lain yang sedang menjadi pemikiran pengurus cabang, setidaknya KRA Panembahan Didik Gilingwesi selaku ketuanya, adalah mempercepat proses untuk meyakinkan kebenaran data soal nama R Adipati Tirtakusuma atau R Adipati Arya Padmanagara sesuai dengan satu di antara dua makam yang ada di kompleks makam Sunan Kudus dan kompleks makam Mbah Glongsor.
“Ini pengurus masih berusaha mencocokkan lagi, antara data identitas yang tertulis di silsilah, antara nama R Adipati Tirtakusuma dengan R Adipati Arya Padmanagara apakah benar-benar tokoh yang sama atau satu orang?. Atau ternyata beda orang atau orang lain?. Karena, ada dua lokasi makam yang masing-masing tertera dua nama itu”.
“Padahal, informasi yang kami terima kedua nama itu adalah tokoh yang sama atau satu orang. Nama R Adipati Tirtakusuma sebelum dilantik menjadi Bupati Kudus di zaman Sinuhun Amangkurat Jawi, nama R Adipati Arya Padmanagara adalah nama Bupati Kudus yang menjadi besan Sinuhun PB I (1660-1705). Ini perlu dicermati lagi,” ungkap KRA Panembahan Didik.
Lahir dan eksisnya Pakasa Cabang Kudus yang baru berjalan di tahun ketiga ini, jelas tidak lepas dari semangat pengabdian KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro yang begitu konsisten untuk menjalankan tugas pelestarian budaya Jawa yang bersumber dari Kraton Mataram Surakarta. Bahkan dedikasi yang begitu ikhlas dan tulus untuk menjaga kelangsungan kraton.
Semangatnya untuk ikut melestarian budaya Jawa dan menjaga kelangsungan kraton, bahkan sampai mencari upaya untuk mendapatkan event budaya andalan Pakasa cabang maupun untuk masyarakat Kabupaten Kudus. Gagal mengangkat kirab terompet Mbah Glongsor karena terompetnya “ketelisut”, kini serius “mencari” makam Bupati Kudus yang “menurunkan” Sinuhun PB II. (Won Poerwono-bersambung/i1)