Meneladani Kisah Sang Kakek, Ikut Suwita di Keraton Surakarta

  • Post author:
  • Post published:April 19, 2021
  • Post category:Profil
  • Reading time:8 mins read

Mbah Dullah Diminta Berjalan ke Utara, Sampailah di Kepatihan

iMNews.id – KALAU ada yang bilang, bahwa Keraton Mataram Surakarta Hadiningrat sekarang ini nyaris kehilangan pesona, mungkin ada benarnya ketika citra visual secara fisik memang ada bagian-bagian yang membuat tidak sedap dan tidak indah dipandang mata. Demikian pula, ketika ada yang bilang bahwa keraton nyaris kehilangan pancaran cahaya kekuatan spiritualnya, karena selama 4 tahun lebih sejak 2017 di kawasan situs peninggalan sejarah dan tapak peradaban Mataram yang luasnya lebih dari 90 hektare itu, telah ditinggalkan orang-orang yang telah menciptakan kekuatan melalui kerja batin dan spiritual religinya.

Pancaran cahaya kekuatan spiritual kebatinan itu memang belum sepenuhnya ”oncat” dari seluruh struktur kawasan keraton hasil karya para leluhur, mulai dari Sinuhun Paku Buwono (PB) II (1726-1749) hingga para penerusnya. Karena, masih banyak orang-orang baik yang selalu berpikir positif, selalu peduli berbuat baik untuk keraton, selalu berpengharapan positif dan senantiasa berdoa kepada Tuhan Sang Khalik, agar ‘keratondalem’ bisa berumur panjang dan bermanfaat bagia kehidupan secara luas sampai akhir zaman.

Salah seorang yang masih merasakan kekuatan cahaya spiritual kebatinan itu, adalah KRT Hendri Rosyad Wrekso Puspito. Seorang warga Pakasa yang menjadi pemerhati keraton dan budaya Jawa di bidang spiritual kebatinan itu, kini makin merasa tertantang untuk lebih mengabdikan dirinya dalam perjuangan bersama mewujudkan harapan agar Keraton Mataram Surakarta terus memberi manfaat bagi kehidupan warga peradaban secara luas, dalam waktu yang panjang, bahkan sampai akhir zaman.

”Bidang yang saya geluti adalah urusan spiritual kebatinan. Maka, dengan sisa usia yang ada, saya ingin ikut bergabung dengan Gusti Moeng, untuk terus memperjuangkan agar keraton kembali memancarkan cahaya yang bermanfaat bagi kehidupan secara luas. Tentu saja dengan cara saya, ikut berdoa dan melalui bidang spiritual kebatinan yang saya miliki, mudah-mudahan memberi semangat dan kekuatan bagi siapa saja yang ingin agar kewibawaan, harkat dan martabat keraton kembali seperti semula,” tandas bapak tiga anak yang kini makin sering muncul di medsos untuk menjalankan tugas yang diberikan Gusti Moeng sebagai juru penerang budaya, saat diwawancarai iMNews.id, kemarin.

Perihal tugas yang kira-kira fungsinya sebagai ”juru penerang budaya” itu, merupakan kesimpulan dari pesan-pesan Gusti Moeng selaku Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Mataram Surakarta, saat menyerahkan kekancingan paringdalem gelar sesebutan ”Bupati Sepuh” Kanjeng Raden Tumenggung (KRT), kepada Hendri Rosyad, beberapa waktu lalu (iMNews.id, 17/3). Intinya, KRT Hendri Rosyad Wrekso Puspito diberi tugas membantu memberi penjelasan kepada masyarakat luas, tentang apa yang sebenarnya terjadi di keraton akhir-akhir ini dan bagaimana sejarah kedudukan, peran, tugas dan fungsi keraton dalam kehidupan secara luas hingga sekarang ini.

BERUSAHA MENGENANG : Belum banyak mengenal lingkungan sekitar tempat tinggalnya di masa kecil di kawasan kompleks pusat pemerintahan ndalem Kepatihan, KRT Hendri Rosyad Wrekso Puspito sudah dibawa orangtuanya pindah dan tinggal di kampung Nirbitan, Tipes, Serengan. Meski hingga berusia 62 tahun dirinya sering lewat jalan itu, kemarin dia mencoba mengenang jalan masuk menuju kompleks Kepatihan itu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Momong dan Bikin Youtube

Menyikapi tugas yang diberikan Gusti Moeng itu, salah seorang cicit abdidalem ulama atau abdidalem jurusuranata pada zaman Sinuhun PB X itu menyatakan siap dan dengan senang hati akan menjalankan tugas sesuai ”gawa-gawene”. Setelah ikut menyebarkan ajakan berpartisipasi dalam kerjabhakti resik-resik lingkungan keraton melalui youtube, KRT Hendri Rosyad kemarin berkunjung ke kampung tempat kelahirannya di Kelurahan Kepatihan Wetan, 62 tahun lalu.

Di Masjid Kepatihan yang merupakan sisa-sisa yang masih utuh dari kompleks pusat perkantoran eksekutif ndalem Kepatihan yang berdiri sejak Sinuhun PB II bertahta (1726-1749) itu, KRT Hendri Rosyad membuat foto-foto dokumentasi untung mengenang masa kecilnya. Karena, di masa kecilnya selalu bermain-main di sekitar masjid itu, apalagi di saat bulan Ramadhan tiba, selalu bersama teman-teman sebayanya mengikuti tarawih di situ, mengingat kakeknya yang bernama mbah Bajuri dan mbah Iman, adalah takmir masjid sekaligus petugas yang memimpin doa meneruskan ayahandanya atau kakek buyut KRT Hendri Rosyad yang bernama mbah Abdullah atau mbah Dullah, yang punya nama kecil Bagus Burhan.

”Kakek saya, mbah Bajuri sering bercerita pada saya. Ayahnya, atau kakek buyutnya, mbah Abdullah, adalah abdidalem ulama (abdidalem jurusuranata) yang ditugasi mengurus dan menunggu Masjid Kepatihan. Tugas itu diterima saat mbah Dullah suwita (mengabdi) di keraton pada masa Sinuhun PB X. Selain mengurus masjid, mbah Dullah juga punya tugas memimpin doa semua kegiatan religius yang diadakan di Kepatihan. Setelah mbah Dullah ‘seda’ (meninggal), anaknya (mbah Bajuri) kemudian menggantikan tugas-tugas itu,” tutur KRT Hendri Rosyad yang mengaku sejak lebih lima tahun lalu diminta anak-anaknya tidak melayani jasa kerja di bidang spiritual kebatinan.

Dari fakta yang didapat dan cerita mbah Bajuri, tak ada generasi di antara keturunannya yang menggantikan sebagai takmir Masjid Kepatihan, karena begitu memasuki rezim Orde Baru, sebuah rumah kecil di halaman belakang masjid yang pernah ditinggali mbah Bajuri, dirobohkan dan penguasa setempat tidak mengizinkan lagi sebagai tempat tinggal. Bahkan, di masa rezim Orde Lama, ayah KRT Hendri Rosyad sudah mengajak keluarga kecilnya pindah keluar dari lingkungan wilayah Kepatihan, dan tinggal di kampung (kini bernama) Nirbitan, Kelurahan Tipes, Kecamatan Serengan. Sementara, keluarga besar keturunan mbah Dullah, sebagian masih bertahan (kini) di dalam kampung sebalah timur Masjid Kepatihan.

MENJADI GALERI : Rumah tinggal keluarga kecilnya di kawasan Gentan, Kartasura, Sukoharjo sejak beberapa tahun lalu, KRT Hendri Rosyad mencoba membuat suasana yang yang setiap saat bisa mengenang masa kecil dan kenangan-kenangan lain bersama orang-orang terkenal dalam bentuk galeri foto. (foto : iMNews.id/dok)

Mengawali Dengan Kirab Pusaka

Melihat perkembangan zaman, KRT Hendri Rosyad menyebut bahwa Masjid Kepatihan kini tidak mudah dilihat dari jalan besar, karena tertutup sejumlah bangunan baru. Padahal, bangunan masjid yang sebagian besar masih dipertahankan struktur arsitektur maupun materi bangunannya itu, sama-sama punya nilai sejarah penting bagi bangsa ini yang harus dilestarikan dan dilindungi UU Cagar Budaya sebagai tapak peradaban, karena menjadi bagian dari satu-kesatuan keberadaan ”nagari” Keraton Mataram Surakarta.

KRT Hendri mengaku, dari semua keturunan mbah Dullah, hanya dirinya tertarik meneruskan ”pasuwitan” (pengabdian) kakek buyutnya, meskipun di bidang yang agak berbeda, yaitu pemerhati keraton dan budaya Jawa dari sisi spiritual kebatinannya. Bila kisah mbah Dullah ”suwita” di keraton karena hasil meditasinya yang menuntun dirinya berjalan dari arah selatan menuju utara untuk sampai keraton dan bertugas di Masjid Kepatihan, sedangkan KRT Hendri melalui bergabung pada aktivitas kirab pusaka tiap menyambut 1 Sura mulai awal tahun 2000.

”Kakek buyut saya itu, dulu sering diminta untuk membantu pada acara-acara spiritual di Pesanggrahan Langenharjo. Karena, rumah kakek buyut saya persis di seberang selatan Bengawan Solo. Pesanggrahan yang di utara Bengawan Solo itu, sekarang ya dekat sekitar Bacem. Di situ, ada dermaganya, untuk berlabuh perahu yang ditumpangi siapa saja yang ingin sowan Sinuhun PB IX,” jelas pemerhati keraton dan budaya Jawa, yang kini punya banyak kesempatan menjalankan tugas ”juru penerang budaya”, karena pernah menderita sakit lebih lima tahun lalu.

Karena anak-anaknya melarangnya praktik jasa spiritual kebatinan, kini kegiatan KRT Hendri diisi momong beberapa cucu dari dua anaknya yang sudah menikah, yaitu Oktavisa Hendriyah Kusuma Wardani dan Denia Noer Rosyad selain membuat konten youtube dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai ”juru penerang budaya”. Tetapi, semua kegiatan itu dilakukan di kediaman baru di kawasan Gentan, Kartasura, Sukoharjo sejak beberapa tahun lalu, yang juga menjadi galeri foto-foto kenangan bersama mulai dari Sinuhun PB XII, tokoh-tokoh publik di tingkat daerah dan nasional hingga Presiden RI sejak Gus Dur. (Won Poerwono)