Andi Zate, Penulis dan Penyanyi Pop Jawa

  • Post author:
  • Post published:January 23, 2021
  • Post category:Seni
  • Reading time:6 mins read

Teman Diskusi Didi Kempot (alm)

iMNews.idKIRA-KIRA bulan Mei nanti, keluarga besar bintang dangdut Jawa Didi ”Kempot” akan menyambut genap setahun meninggalnya Sang Mestro keroncong dangdut (congdut) atau dangdut Jawa itu. Namun, peringatan secara khusus dengan sebuah ritual seperti lazimnya dilakukan warga etnis Jawa yang disebut ”pendhak sepisan” itu, belum ada kabar dari pihak-pihak yang berkepentingan, baik keluarga istri Putri di Ngawi (Jatim), istri Dian dan keluarga istri Yan Vellia (yang keduanya tinggal di Solo).

Meski begitu, bagi seorang sahabat karib seperti Andi Zate (49), kenangan pernah berjuang bersama almarhum pasti akan datang di hari-hari tepat genap ”pendhak sepisan” (setahun) sejak meninggalnya Didi Kempot pada 5 Mei 2020 itu. Karena, Andi Zatepun memiliki latar belakang etnis dan kultur sama dengan almarhum sahabat karib, terlebih sama-sama berprofesi sebagai penulis dan penyanyi congdut atau dangdut Jawa.

”Yang pasti, sesama wong Jawa, sesama profesi penulis/penyanyi dangdut Jawa (congdut). Juga sama-sama pernah ke Suriname dan Belanda. Karena , saya masuk ke grup musisi pengiring saat bikin album Suriname-Belanda dari 1997-2003. Juga mitra dalam produk musik untuk rekaman almarhum di Solo (Lokananta) dan Jakarta (Arco),” papar pendiri dan pemilik Management Relink 24T, yang berkantor di kediamannya di Ndalem Soditan Permai, Gumpang, Kartasura, Sukoharjo, menjawab pertanyaan iMNews.id, tadi sore.

KESEHARIAN DI STUDIONYA : Suasana keseharian sosok musisik Andi Sate saat berada di dalam studionya yang diberi nama ”Management Relink 24T”, yang berlokasi di kediamannya di Ndalem Soditan Permai, Gumpang, Kartasura, Sukoharjo, belum lama ini. Hari-harinya tidak pernah lepas dari aktivitas bermusik. (foto : imnews.id/dok)

Karena Faktor X

Meski usianya terpaut 6 tahun lebih muda dari Didi Kempot, namun Andi Zate memiliki kesetaraan dalam banyak hal terutama sebagai sesama seniman yang sadar untuk ikut melestarikan budaya Jawa lewat tembang-tembang berbahasa Jawa. Tembang yang diiringi musik campuran antara keroncong dan dangdut, yang oleh Didi Kempot ditegaskan sebagai dangdut Jawa itu, dicipta dan dinyanyikan bersama atau terpisah di dalam dan luar negeri, serta disebarluaskan melalui berbagai media sampai jauh berbagai belahan dunia melalui teknologi internet (YouTube).

Kesetaraan dalam banyak hal selain mencipta dan menyanyikan lagu congdut/dangdut Jawa itu, di antaranya adalah saat berbagi informasi atau saling memberi masukan tentang sisi lain di luar profesi. Bagian inilah, Andi Zate bisa berbicara banyak ketika publik hingga kini masih memperbincangkan kejelasan tentang istri-istri dan keluarganya yang ditinggal almarhum Didi Kempot.

Namun,sebagai pribadi seorang pencipta lagu sekaligus penyanyi, Andi Zate memiliki perjalanan sendiri yang cukup menarik. Meskipun dirinya bukan termasuk yang seberuntung Didi Kempot, eks musisi jalanan yang mendapat ”X factor” (faktor X) atau ”luck factor” (faktor keberuntungan) sebagai bintang dengen segala keberhasilan dan kebesaran namanya di Tanah Air maupun di luar negeri.

Karena, musisi yang mengaku sudah tepat berada di tempat mencetak para talent dan bintang melalui Management Relink 24T itu, sangatlah sadar bahwa ”X factor” dan kebesaran yang ”diterima” Didi Kempot tidak bisa diirikan. Meskipun, dirinya merasa sama-sama layak dan berhak karena memiliki kapasitas yang sama di bidang musik congdut/dangdut Jawa.

”Lahirnya seorang penyanyi lelaki yang spesifik menguasai bidang musik congdut/dangdut Jawa, nyaris langka di negeri kita ini. Berbeda halnya dengan penyanyi perempuan. Sejak tahun 1950-an hingga kini, bisa dihitung jari kok. Setelah Gesang (alm), muncul Moes Moelyadi (Surabaya), lalu disusul Manthous, kemudian Didi Kempot. Sudah… habis…”

”Saya yakin, penyanyi lelaki yang spesisik di bidang musik Jawa, apalagi dangdut, sekali nyantol seperti Didi Kempot, waktu edarnya bisa panjang (long lasting). Tetapi hanya seorang saja. Kalau tidak bisa nyantol, ya sama sekali tidak akan ada. Beda dengan penyanyi wanita, gampang nyantol, jumlahnya bisa banyak, tetapi waktu edarnya pendek. Saya sadar diri soal berlakunya hukum alam seperti itu,” ujar Andi Zate yang mengaku sudah mencipta 300-an lagu congdut Jawa itu. 

KONFERENSI PERS : Sebelum pentas di studio siaran on air TV Garuda di Suriname tahun 2012, Andi Zate (depan, kedua dari kiri), mengikuti konferensi pers yang digelar penyelenggara show setempat. ia bersama beberapa artis lokal membawakan lagu-lagu congdut Jawa, tampil di TV itu diiringi Kasimex Band (home band). (foto : imnews.id/dok)

Merasakan Sebagai Bintang

Karena sangat menyadari berlakunya keberuntungan seseorang yang ”menerima” predikat sebagai bintang, Andi ingin lebih fokus di belakang layar atau distudionya untuk menulis, membimbing calon bintang dan memproduksi calon bintang bersama lagu yang ”mungkin” menjadi keberuntungannya.

Karena, sudah banyak penyanyi yang membawakan karya-karya ciptaannya, termasuk Didi Kempot (alm) yang pernah menyanyikan lagu ”Sarintul”, ”Lampu Mati”, ”Cewek Metal” dan ”Mandalika”. Juga salah seorang anak almarhum bernama Staso yang lahir dari istri Dian, bahkan pernah dibimbing untuk dipersiapkan mengikuti jejak sang ayah, namun hubungan manajerial profesi itu harus putus beberapa bulan lalu.

Menjadi salah seorang yang menginisiasi komunitas ”Kartasura Greget”, Andi Zate ingin melebarkan jangkauan kesenimanannya lebih luas dan lebih bervariasi, tetapi tetap dalam bingkai pelestarian budaya Jawa. Di komunitas itu, selain terlibat dalam berbagai kegiatan dengan basis situs cagar budaya eks Keraton Kartasura, juga ingin menjaring bakat-bakat muda yang tertarik di dunia tarik suara congdut/dangdut Jawa.

”Baru saja kami luncurkan video klip lagu ‘Rasah Dipikir’ yang dibintangi Kiki Atrika, sekaligus sebagai pembawa lagunya. Bintang muda itu dari sini juga. Sebenarnya, saya berharap Staso bisa sabar saya bimbing sambil latihan mematangkan diri bernyanyi dangdut Jawa. Sambil menunggu waktu edar yang tepat. Tetapi rupanya tidak betah, ya sudah,” ujar Andi yang mengaku sudah merasakan sebagai bintang saat diundang show di Suriname dan Belanda kira-kira 10 tahun silam. (Won Poerwono)