Pentas Malam Ketiga “Sekaten Art Festival 2025” Malam Ini Diharapkan Tidak “Seram”

  • Post author:
  • Post published:August 31, 2025
  • Post category:Regional
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Pentas Malam Ketiga “Sekaten Art Festival 2025” Malam Ini Diharapkan Tidak “Seram”
TARI ANGGUK JOSS : Penampilan bocah 2,5 tahunan bersama kelompok penari lain yang lebih dewasa, membuat banyak penonton gemas karena keberaniannya tampil di malam pertama pentas "Sekaten Art Festival 2025", di Pendapa Sinttil Lor, Jumat malam (29/8). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Jumat (29/8) Malam Pertama, Pentas Tari Disajikan Dalam Suasana “Menegangkan”

SURAKARTA, iMNews.id – Pentas seni “Sekaten Art Festival 2025” yang digelar Bebadan Kabinet 2004 di malam ketiga, Minggu (31/8) malam ini, diharapkan sudah longgar dan segar kembali suasananya. Karena, lokasi pentas Pendapa Sitinggil Lor dan kompleks Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, menjadi ajang “Maleman Sekaten 2025” dan pentas seni pendukung di saat terjadi aksi demo rusuh di sekitar Gapura Gladag.

Seperti yang terjadi Jumat (29/8) malam, aksi demo sudah mulai menjalar di kawasan perempatan Gladag sejak lepas Magrib. Begitu menginjak pukul 20.00 WIB saat dimulainya gelar pentas “Sekaten Art Festival 2025”, kabar perkembangan aksi demo rusuh sudah mulai membakar baliho publikasi upacara adat Sekaten Garebeg Mulud yang dipasang di konstruksi kerangka besi “stager” sewaan.

Jarak antara lokasi pentas di Pendapa Sitinggil Lor dengan perempatan Gladag, kurang lebih 200 meter. Sorak-sorai para demonstran yang merusak taman, partisi penyekat jalan dan membakar baliho di perempatan Gladag, sayup-sayup terdengar dari di Pendapa Sitinggil Lor. Malam itu, digelar pentas seni “Sekaten Art Festival 2025” malam pertama, yang menyajikan 10-an tari dari kraton dan sanggar-sanggar tari.

Dalam beberapa hari terakhir sejak peristiwa aksi demo anarkis di Kabupaten Pati menjalar secara nasional ditambah peristiwa meninggalnya operator Ojol, memang sulit dikendalikan agar tidak berpengaruh ke daerah-daerah lain. Tetapi, sebelum ritual Sekaten Garebeg Mulud dimulai (29/8) siang dan pentas “Sekaten Art Festival 2025” dimulai malamnya, aksi demo sudah menjalar di Kota Surakarta.

SAMBUTAN PEMBUKAAN : Gusti Moeng menyampaikan sambutan pembukaan pada pentas malam pertama “Sekaten Art Festival 2025”, di Pendapa Sinttil Lor, Jumat malam (29/8). Suasananya agak mencekam karena berbareng dengan aksi demo perusakan baliho “Sekaten garebeg Mulud 2025” di perempatan Gladag. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Begitu pentas seni “Sekaten Art Festival 2025” dimulai, suasana tegang dan was-was sudah begitu di sekitar lokasi pentas, Pendapa Sitinggil Lor. Karena dari pantausan suasana sudah terasa, begitu pentas dibuka dengan doa wilujengan oleh abdi-dalem juru-suranata RT Irawan Wijaya Pujodipuro dilanjutkan sambutan pembukaan Gusti Moeng, hanya terlihat beberapa penonton yang duduk lesehan di atas tikar.

Selama pentas disajikan sejak awal seperti yang dilakukan bertahun-tahun bersamaan sajian Sekaten Garebeg Mulud, para penonton yang menyaksikan “Sekaten Art Festival” yang kebanyakan dari pengunjung stand “Maleman Sekaten 2025) di kompeks Pendapa Pagelaran. Namun, di malam pertama itu hanya kalangan orangtua para penyaji pentas seperti pengakuan mereka saat ditanya Gusti Moeng.

Diperkirakan hanya seratusan penonton gabungan antara kalangan orangtua penyaji pentas dan pengunjung “Maleman Sekaten 2025” yang malam itu menyaksikan. Jumlah itu tidak bertambah sampai sajian kelima atau keenam pentas seni malam itu, di saat para demonstran yang menunggang motor terdengar menggeber knalpot saat melintasi jalan Supit-Urang yang mengelilingi kompleks Sitinggil Lor.

Suasana tegang yang membuat rasa was-was itu sudah menurun di hari kedua pentas “Sekaten Art Festival 2025, Sabtu (30/8) malam. Semalam disajikan sekitar 10 repertoar atau judul tari yang kebanyakan disajikan dari sanggar-sanggar tari dan lembaga sekolah di wilayah Surakarta, yang terdekat dari Kota Surakarta. Misalnya dari Sanggar Sekar Danudara, palakarta, Kabupaten Sukoharjo.

TARI BONDAN PAYUNG : Tari “Bondan Payung” saat disajikan malam pertama “Sekaten Art Festival 2025”, Jumat malam (29/8). Ada yang menarik perhatian penonon, walau ada kekurangan fisik tetapi satu di antara tiga penarinya tetap bersemangat dan serius menyajikan tari melukiskan sedang momong bayi itu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Meski begitu, penyajian tari Srimpi Wursita Rukmi dari Sanggar Pawiyatan Beksa Kraton Mataram Surakarta, berjalan lancar-lancar saja seperti tak ada gangguan apapun. Sajian tari yang diperagakan 4 orang remaja  dalam durasi 15-an menit itu, berakhir sukses. Begitu pula, saat disusul sajian tari “Gambyong Pare Anom”, tari “Gambyong Mari Kangen”, tari “Lilin”, tari “Semut”, tari “Bondan Payung” dan sebagainya.

“Applaus” penonton memang sepi di malam pertama, meskipun ada beberapa sajian yang menarik perhatian. Misalnya tari “Semut” yang disajikan bocah berusia lima tahunan yang lucu-lucu tetapi punya semangat dan keberanian tinggi, walau gerakannya berbeda satu sama lain. Juga tari “Angguk Joss” yang salah satu penarinya bari berusia 2,5 tahunan, tentu banyak mengundang tawa, termasuk bagi Gusti Moeng.

Karena merasa gemas, Gusti Moeng sampai menggendong bocah penari yang tak banyak bergerak saat menari tetapi modal beraninya luar biasa saat tampil, walau posisi dan gerakannya juga sering berlawanan dengan sejumlah penari yang lebih dewasa darinya. Gusti Moeng yang menggendong bocah penari itu sambil berfoto bersama seluruh penyaji malam itu, justru banyak mendapat simpati penonton.

Baik di malam pertama maupun kedua, Sabtu (30/8) semalam, acara foto bersama seluruh penyaji dengan Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA) selaku penyelenggara dilakukan di awal sebelum pentas. Menurut KPP Harya Sinawung selaku pembina salah satu sanggar tari penyaji “Sekaten Art Festival 2025”, sesi foto dilakukan di awal karena ada penyaji yang mendahului pulang setelah pentas.

SRIMPI WURSITARUKMI : Kraton Mataram Surakarta juga masih punya tari “Srimpi Wursitarukmi” yang sangat jarang ditampilkan di kraton maupun di depan publik. Pada malam pertama “Sekaten Art Festival 2025”, Jumat malam (29/8), repertoar tari itu disajikan salah satu pengisinya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Pada malam kedua (Sabtu (30/8) semalam, pentas tari kembali berlanjut dengan 10-an sajian tari persembahan beberapa sanggar tari, lembaga sekolah dan Sanggar Pawiyatan Beksa Kraton Mataram Surakarta. Gusti Moeng juga hadir menunggui, tetapi nyaris terlambat karena habis melakukan perjalanan dari Kabupaten Jepara, menghadiri kirab budaya event “Grebeg Mulud Njeporonan 2025”.

Semalam, jalannya pentas semakin lancar, aman, nyaman dan sukses karena suasana aksi demo yang kembali terjadi di Kota Surakarta sudah reda hingga sekitar pukul 18.00 WIB. Pentas tari malam ketiga Minggu malam ini, diharapkan semakin nyaman suasana umum di Kota Surakarta maupun di lingkungan lokasi “Maleman Sekaten 2025”, sekitar lokasi gamelan Sekaten Garebeg Mulud di Masjid Agung dan lokasi pentas.

Selain lokasi dan jalannya pentas “Sekaten Art Festival”, lokasi sekitar pasar malam Sekaten Garebeg Mulud 2025 di kompleks Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, lokasi sekitar bangsal Pradangga Lor dan Kidul tempat gamelan Kiai Guntur Madu dan Guntur Sari ditabuh dan lokasi para pedang UMKM aneka produk dan jasa di sekitar masjid, juga diharapkan lebih terjaga keamanan dan kenyamannya.

Seperti disebutkan Gusti Moeng saat “Maleman sekaten Garebeg Mulud 2025” dibuka, tahun ini merupakan tahun prihatin bagi penyelenggaraan Sekaten Garebeg Mulud. Selain situasi ekonomi nasional dan secara global, ruang yang digunakan untuk kegiatan pasar malam sangat jauh berkurang, padahal bakul-bakul dari usaha jasa UMKM sangat membutuhkan ruang mencari nafkah skala kecil-kecilan.

GAMBYONG MARIKANGEN : Sajian tari “Gambyong Marikangen” yang murni dikreasi dari kalangan masyarakat, menjadi menarik karena disajikan dalam kostum berbeda di panggung “Sekaten Art Festival 2025” malam pertama, Jumat malam (29/8). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Dari pantai iMNews.id, baik dari jenis usaja jasa permaianan dan sarana hiburan tidak menunjukkan minat frekuensi tinggi, tetapi hanya biasa-biasa saja bahkan jarang. Hal yang sama juga dialami kalangan pedagang mainan anak-anak, barang-barang khas Sekaten seperti celengan, kodok-kodokan dari grabah, “gangsingan”, pecut dan sebagainya, juga sangat menurun jumlah transaksinya.

Situasi dan kondisi seperti itu, masih bisa berubah ketika datang puncak situal Sekaten Garebeg Mulud berupa prosesi hajad-dalem Gunungan yang dibawa dari kraton untuk didoadakan di Masjid Agung, Jumat (5/9) yang tepat dengan tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW pada 12 Mulud kalender Jawa yang masuk Tahun Dal 1959. Karena, jumlah pengunjung yang “ngalab berkah” diperkirakan sampai pada puncaknya. (won-i1)