Saat Tokoh yang Berhak “Jumeneng Nata”, Bebadan Kabinet yang Punya Otoritas
IMNEWS.ID – PERISTIWA pergantian Tahun Baru Jawa Dal 1958 atau Tahun Baru Islam 1447 Hijriyah, menjadi momentum yang baik dan ideal terjadinya sebuah proses perubahan di internak Kraton Mataram Surakarta. Walau sudah dimulai sejak 17 Desember 2022, tetapi upacara adat di malam 1 Sura/1 Muharam yang tepat pada 26 Juni 2025 ini, momentum itu benar-benar dimaknai.
Persoalan upaya memaknai momentum peringatan pergantian Tahu Baru Jawa/Islam dalam wujud kirab pusaka di malam 1 Sura (iMNews.id, 27/6), sebenarnya sudah dicoba mulai kesempatan kirab tahun 2023 dan 2024. Dalam proses “transisi” kembalinya Gusti Moeng memimpin Bebadan Kebinet 2004 bekerja penuh di dalam kraton, memang ada progres kecil sekali, dan harus diwarnai insiden.
Rupanya, kirab pusaka di malam 1 Sura tahun 2025 ini menjadi catatan penting bagi sejarah perjalanan Kraton Mataram Surakarta. Ada beberapa makna yang bisa ditangkap dari peristiwa upacara adat Mataram Islam Surakarta ini. Misalnya, “kekuatan memaksa” hasil eksekusi putusan MA RI No.1006/PK/Pdt/2022 pada 8 Agustus 2024, sudah mulai terasa terjadi dan ada hasilnya.
Berikut, adalah tanda-tanda kelangsungan Kraton Mataram Surakarta semakin berumur panjang, aktif, bersemangat dan semakin memberi manfaat bagi peradaban secara luas, juga semakin terasa. Karena, ada berbagai elemen yang bisa menjamin kelangsungannya, sehingga menjadikannya sebuah “wiradat”, yang bisa membuktikan bahwa sinyalemen dalam buku biografi “Sinuhun PB X” bisa “gugur”.

“Setelah Sinuhun PB X, sudah tidak ada lagi Kraton Surakarta”, ujar Dr Purwadi (Ketua Lokantara Pusat di Jogja) menangkap maksud dan makna beberapa kalimat dalam buku biografi Sinuhun PB X dan ungkapan Prof Dr Gunawan Soemadiningrat yang tertulis dalam buku biografi raja yang paling kaya-raya itu. Perbincangan Dr Purwadi dengan iMNews.id ini, akan berlanjut dalam tulisan terpisah.
Dua dari beberapa makna di atas menjadi sinyal yang terpancar jelas dari upacara adat kirab pusaka pada 26 Juni malam 2025 itu. Semangat dan kebanggaan sulit dikesampingkan dari wajah-wajah semua elemen masyarakat adat yang terlibat dalam upacara adat itu. Dan, antusias semua elemen yang semakin terasa di “masa transisi” ini, adalah hasil kerja adat dan kerja profesional.
Antusias berbagai elemen masyarakat adat khususnya Pasipamarta bersama Sanggar Pasinaon Pambiwara, Pakasa cabang dan elemen prajurit kraton yang berkolaborasi dengan jajaran lintas Bebadan Kabinet 2004, terasa sekali hasilnya. Baik mereka yang berada di barisa “pangombyong, “pangayab”, “nyumbul”, “mbuntar” dan “ngampil” pusaka, maupun mereka yang bersinergi dalam tugas pengaturan pisowanan.
Sinergi para petugas di lapangan dengan para koordinator lapangan (korlap) kirab, juga semakin teratur rapi. Mulai dari persiapan “pisowanan” abdi-dalem di Bangsal Smarakata terutama yang didominasi elemen sanggar dan Pasipamarta, hingga persiapan para abdi-dalem Pakasa cabang di halaman Pendapa Sasana Sewaka. Dan pada posisi itulah tampak sekali, ada sejumlah besar yang sowan “tak jelas masuk kategori apa”.

Dalam persiapan pembagian kelompok petugas pembawa pusaka yang sudah tertata dan teratur, jelas menjadi penanda adanya perubahan yang baik dan positif pada masa transisi setelah 5 tahun lebih (2017-2022) “kacau-balau”. Tanda-tanda berakhirnya “periode nggladrah”, kalau tidak boleh disebut periode “jahiliyah”, sudah berakhir dan masuk periode kembali ke “jalan yang nggenah”.
Tanda-tanda munculnya sifat “kurang beradab” karena berbagai potensi beradab di pusat peradaban yang sempat “terkikis”, sudah “menyingkir” dan tampak jauh berkurang. Inilah yang disebut KP Budayaningrat bahwa Kraton Mataram Surakarta adalah pusat peradaban atau pusat piwulang luhur, ajaran-ajaran kehidupan yang beradab, karena kraton adalah sumber Budaya Jawa.
Pernyataan dwija Sanggar Pasinaon Pambiwara saat mepresentasikan busana adat dan di mana letak keris yang tepat di forum Jambore Nasional Keris 2025 2-32-6 Juni, seakan ikut memaknai peristiwa upacara persiapan kirab pusaka di Pendapa Sasana Sewaka, Kamis malam (26/6) itu. Karena, di situlah berbagai aturan dalam berbusana adat dan mengenakan keris yang tepat untuk pisowanan upacara adat, “sedang berjalan”.
Oleh sebab itu, kalau pada saat persiapan malam menjelang waktu kirab masih terdengar teriakan seorang wanita bernada protes, itu menjadi tanda bahwa pusat peradaban di kraton sedang “kemasukan virus kurang beradab”. Namun, teriakan itu tak berlanjut heboh dan masih ringan dibanding insiden “keributan” yang terjadi pada persiapan kirab pusa di malam 1 Sura tahun 2024 lalu.

Masa transisi memang sedang berjalan, dari “Periode Nggladrah” kembali ke periode “Jalan yang Nggenah”. Keterlibatan beberapa elemen di atas, jelas ikut memaknai dan mewarnai proses transisi itu. Semangat seribuan elemen 23 cabang Pakasa, ratusan warga Sanggar Pasinaon Pambiwara dan Pasipamartanya, warga Sanggar Paes Tata-Busana Pengantin Jawa gagrag Surakarta yang dipandu Dr Purwadi, sangat terasa.
Berbagai elemen lain yang mengatur pengamanan di seanjang jalur rute kirab sepanjang sekitar 8 KM itu, juga semakin terasa hasil positifnya. Karena, seaku 5 ekor kagungan-dalem keturunan Kiai Slamet transit dan bersiap memandu sebagai “cucuk-lampah” kirab, tak terdengar kegaduhan akibat “berontaknya” satwa pusaka itu, akibat ulah masyarakat pengunjung yang jahil.
Selain semangat pasuwitan aleman Pakasa cabang yang tergabung dalam berbagai tugas, terutama “pangombyong”, “pangayab”, “mbuntar” dan “ngampil” serta yang memperkuat jajaran abdi-dalem “Kanca Kaji”, patut diapresiasi. Karena, ritual donga wilujengan yang didukung abdi-dalem “Kanca Kaji” dari beberapa cabang Pakasa malam itu, benar-benar mengembalikan ciri Islam Mataram Surakarta itu.
Kebanggaan dan sensasi pengalaman mendukung kirab pusaka di malam 1 Sura, juga patut diapresiasi kalangan warga Pakasa cabang yang baru di tahun 2025 ini merasakan itu. Semangat dan suka-citanya sampai sedikit mengabaikan pertimbangan kekuatan fisiknya, hingga ada kabar beberapa abdi-dalem dari Pakasa Cabang Sragen dan cabang Kudus yang lemas di perjalanan dan harus dibawa ke rumah sakit.

Kehadiran abdi-dalem Kanca Kaji yang dikembangkan menjadi elemen baru di berbagai Pakasa cabang mulai 2023, memberi perubahan berarti di Kraton Mataram Surakarta. Karena, di tiap upacara adat elemen spiritual religi dari Pakasa Cabang Kudus, Pati, Jepara, Ponorogo dan sebagainya yang tak pernah absen. Di malam 1 Sura, mereka bersalat Khajad di Pendapa Magangan dipimpin KRRA Panembahan Didik Singonagoro.
Dari sekian perubahan yang bisa dimaknai, dikikisnya benih-benih pengaburan kelembagaan Bebadan Kabinet 2004 sekaligus bisa diatasi di masa transisi ini. Karena, anggapan tokoh Sinuhun yang berhak jumeneng nata dimaknai sebagai saatnya tiap figur dari keluarga kecil Sinuhun menentukan memegang kendali dan “menentukan aturannya”, sudah digempur nyaris habis oleh Bebadan Kabinet 2004. (Won Poerwono – bersambung/i1)