Sempat Dihentikan Beberapa Kali, Karena Penari Kelihatan Berkeringat
SURAKARTA, iMNews.id – Pentas tari “malam ketiga”, dalam rangka ikut menyemarakkah hari Tari Dunia (HRD) ke-19 tahun 2025, digelar Bebadan Kabinet 2004 Kraton Mataram Surakarta di tempat yang sama, Bangsal Smaraka, Rabu (30/4) mulai pukul 20.00 WIB. Namun, pementasan tari Srimpi Ludira Madu dan Srimpi Lobong, semalam, untuk direkam sebagai dokumentasi Kemendikbud.
Meskipun sejak awal sudah diumumkan Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA) sebagai partisipasi kraton untuk menyemarakkan HTD ke-19, namun pentas ketiga semalam tak banyak penontonnya. Kursi sekitar 30-an yang disediakan di depan Bangsal Smarakata yang menjadi “panggung” pertunjukan, hanya terisi beberapa saja, karena yang ada hanya yang berkepentingan.

Meski tersedia kursi dan sudah diumumkan jauh-jauh hari, pertunjukan seni tari dalam rangka HTD ke-19 dan pendokumentasian program Kemendikbud itu, nyaris tak ada yang menonton. Hampir semua yang tampak di lokasi pentas semalam, adalah yang berkepentingan mulai dari para abdi-dalem pengrawit termasuk Gusti Moeng, crew rekaman dan para abdi-dalem pendukung sajian.
Ada sekitar 60-an orang yang terlibat dalam proses rekaman sajian tari Srimpi Lobong dan Srimpi Ludira Madu, karena ada tim yang mengurus penampilan kostum pentas penari secara lengkap, begitu juga para abdi-dalem pengrawitnya. Bahkan, masih ada prosesi secara adat masuknya abdi-dalem yang membawa rebab Kiai Mangunsih dan Kiai Mangunharjo ke dalam panggung pementasan.

Karena pentas malam ketiga juga untuk kebutuhan rekaman keperluan dokumentasi Kemendikbud, maka proses penyajian tari ini benar-benar mengikuti prosedur teknis standar perekaman audio-visual. Oleh sebab itulah, ketika ada gerakan salah seorang penari yang tak sesuai dengan urutan geraknya, Gusti Moeng langsung menghentikan karawitan iringan dan sajian tarinya.
Dari aba-aba Gusti Moeng selaku instruktur, penanggung-jawab sajian dan pemegang “keprak” tiba-tiba terdengar karena ada gerakan salah seorang penari yang pas. Tetapi disarankan agar para penari tetap fokus, tidak kaku dan tidak grogi. Para penari diminta menyajikan gerak seperti biasa saja, dinikmati sambil sesekali melempar senyum, walau tipis-tipis saja.

Untuk kali ketiga dihentikan proses sajian tari Ludira Madu itu, ada abdi-dalem panri dari luar panggung yang diminta untuk menyeka keringat salah satu penari yang tampak mengucur membasahi mukanya. Ini menandakan, Gusti Moeng menghendaki agar ketika rekaman itu dipertontonkan di tempat lain, jangan sampai ada yang keliru dan membuat citra visual kurang bagus.
Gusti Moeng tampak menjaga sekali nama baik sajian seni khas kraton dan nama baik Kraton Mataram Surakarta, sehingga kualitas hasil rekaman harus “perfect” dan bisa dipertanggungjawabkan dari tuntutan apapun sesuai standar yang berkualitas. Untuk itu, rekaman dua repertoar tari semalam baru berakhir sekitar pukul 23.00 WIB dari saat dimulai pukul 20.30 WIB plus prosesi ritual.

Dua repertoar tari rumpun “Srimpen” itu, semalam direkam utuh masing-masing sekitar 40 menit, tetapi Srimpi Lobong yang disajikan pada malam kedua peringatan HTD baik di Bangsal Smarakata maupun di panggung pusat peringatan HTD di kampus ISI Kentingan, Jebres, disajikan wutuh selama 50 menit. Padahal, penyajian di kampus ISI tanpa ritual prosesi membawa masuk rebab.
Agak berbeda dengan penyajian kraton di kampus ISI Kentingan pada peringatan HTD ke-18 tahun 2024 yang menampikan rumpun tari “Bedhayan”, sebelum dilakukan pentas ada ritual prosesi masuknya rebab pusaka yang dibawa para abdi-dalem dari luar ke panggung karawitan. Walau sajiannya tari Srimpi Lobong, tidak termasuk jenis tarian yang diiringi gamelan pusaka kraton. (won-i1)