Kemiskinan di Kota Surakarta 8,31%, Harus Turun Jadi 5% dalam Dua Tahun
SURAKARTA, iMNews.id – Menteri Sosial Saifulah Yusuf mengajak dialog lebih dari 700 tenaga pendamping sosial di wilayah eks-Karesidenan Surakarta di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa Kraton Mataram Surakarta, Sabtu (18/1) pagi hingga siang tadi. Para pejabat tinggi jajaran Kemensos, Dinas Sosial Prov Jateng dan Dinas Sosial Kota Surakarta juga diajak serta.
Di hadapan para tenaga pendamping sosial dari tiap desa di wilayah Surakarta itu menteri memperesentasikan kondisi sosial masyarakat secara nasional, terutama mengenai gambaran kemiskinannya sesuai data Biro Pusat Statistik (BPS). Angka dan jumlah kemiskinan secara nasional, provinsi dan daerah, kini sedang diperbaiki bersama agar menjadi satu data.
“Kalau kita memiliki satu basis data yang sama terutama untuk Kemensos, maka pekerjaan utama kita yang menjadi target nasional sesuai permintaan Bapak Presiden Prabowo, tentu akan menjadi mudah pencapaiannya. Apalagi, di lapangan nanti dibantu para petugas pendamping sosial yang sudah menguasai data dan lapangan. Kita ini punya musuh bersama”.
“Apa musuh bersama kita? Yaitu kemiskinan. Maka, Kemensos harus menjadi panglima dalam kerja pencapaian target penurunan kemiskinan itu. Para pendamping sosial di wilayah Surakarta ini, yang akan menjadi ujung tombak penurunan kemiskinan di wilayahnya. Para petugas pendamping sosial ini yang akan mendata dan mengusulkan proses graduasi,” ujar Mensos Saifulah.
Secara nasional, tingkat kemiskinan di Indonesia rata-rata di atas antara 8%-9%, tetapi kemiskinan di Jawa Tengah sesuai data BPS adalah 10,93% atau 3,70 juta orang. Sedangkan kemiskinan di Kota Surakarta adalah 8,31% atau 43,28 ribu orang, namun dalam penjelasan siang tadi tidak disertakan data per-kabupaten baik dalam rata persentase rata-rata maupun angka riil.
Karena ada target secara nasional jumlah kemiskinan secara nasional harus turun menjadi 5% dala, dua tahun atau sampai akhir 2026, maka Mensos berharap kerja keras para petugas pendamping sosial sebagai mitra strategis dan kebersamaan lintas lembaga terkait. Untuk keperluan itu, dijanjikan perbaikan sarana tugas dan kesejahteraan para petugas pendamping.
Dalam arahannya, Mensos minta agar setiap petugas pendamping sosial bisa membimbing 10 warga di tempat tugasnya yang dinilai benar-benar dalam kondisi miskin ekstrem. Dari jumlah itu, disepakati bisa digraduasi menjadi meningkat kualitas kehidupannya melalui beberapa program pengentasan kemiskinan, di antaranya bantuan permodalan kegiatan usaha UMKM.
Menurutnya, data kemiskinan menurut BPS sudah merinci ke dalam klasifikasi miskin ekstrem, miskin dan rentan miskin. Tetapi, data itu tidak disertai identitas orang per orang atau “by name” secara lengkap. Maka, Kemensos dan beberapa lembaga terkait harus bisa melukiskan data per orang secara lengkap yang bisa dilakukan para petugas pendamping sosial.
Dalam arahan dan persentasinya, Mensos banyak menyelipkan ungkapan-ungkapan lucu dan segar yang berniat menggugah semangat dengan cara berkelakar. Ketika ingin membuktikan para petugas pendamping sosial yang sudah memiliki dan memahami aplikasi tugas pendampingan di HPnya, mensos mengundang ke panggung para petugas yang tahu dan bisa mengoperasikan.
Yel-yel untuk memberi semangat kepada para petugas, selalu diselipkan, termasuk ketika Wamensos Agus Jabo Priyono tampil di panggung untuk menutup acara “Dialog Pilar-Pilar Sosial Solo Raya” itu. Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA), KPH Edy Wirabhumi (Pimpinan LHKS) dan sejumlah sentana jajaran Bebadan Kabinet 2004 berada di antara keriuhan itu. (won-i1)